Konten dari Pengguna

Mempertahankan Pesona Pewarnaan Bahan Alami Batik Purbalingga yang Memikat Hati

Adriandaru Setyo
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Purwokerto, Senang menulis, berkutat dengan komunikasi massa dan gemar makan nasi angkringan.
31 Januari 2023 14:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adriandaru Setyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Peragaan busana dari batik tulis dengan pewarnaan alami di Batik Carnival Kabupaten Purbalingga. Foto: Dok Pribadi/Adriandaru Setyo
zoom-in-whitePerbesar
Peragaan busana dari batik tulis dengan pewarnaan alami di Batik Carnival Kabupaten Purbalingga. Foto: Dok Pribadi/Adriandaru Setyo
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki banyak aneka motif batik. Pembuatan kain batik memiliki pedoman khusus, atau pakem saat membatik
ADVERTISEMENT
The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sejak 2 Oktober 2009 menjadikan batik sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) atau Warisan Budaya Takbenda asli Indonesia pada sidang UNESCO di Abu Dhabi.
Satu alasan UNESCO menetapkan batik menjadi Warisan Budaya Takbenda adalah ilmu membatiknya yang turun temurun dari generasi ke generasi.
Mulai dari pemilihan cara pewarnaan, motifnya, cara pewarnaan, pemilihan canting, dan cara mencanting
Pesona pewarnaan batik Purbalingga dengan menggunakan bahan alami dan bukan sintetis memang harus dipertahankan.
Karena, pewarnaan alami untuk batik Purbalingga telah melalui perjalanan panjang hingga kini.

Awal Perjalanan Panjang Pewarnaan Batik

Pada tahun 1830, laskar perang Pangeran Diponegoro yang bernama Najendra telah mengusai ilmu membatik, dan mulai mengembangkan batik serta mendirikan industri batik di Banyumas.
ADVERTISEMENT
Najendra mengembangkan batik dengan bahan baku kain mori hasil tenunan sendiri.
Untuk pemilihan warna, dia menggunakan aneka jenis tanaman, seperti akar mengkudu yang menghasilkan warna merah, daun mangga untuk meghasilkan warna hijau.
Proses membuat batik tulis menggunakan bahan secara alami. Foto: Shutterstock
Pewarnaan secara alami untuk kain batik ini memiliki makna, bahwa Indonesia memiliki aneka jenis tanaman yang dapat bermanfaat.
Prosesnya, menumbuk bahan pewarna kering dari tanaman menjadi bubuk, lalu dicampur dengan larutan getah untuk merekatkan warna pada kain.
Pewarna yang sudah dalam bentuk larutan yang kental ini untuk satu permukaan saja.
Perekat ini bersifat kaku dan membatasi penyebaran pewarna. Kekentalan larutan getah yang memberikan efek kaku.
Menariknya, sebelum menggunakan pewarna ini, harus menunggu dingin. Lalu, pada proses pewarnaan, tidak membenamkan kain sehingga berbagai warna dapat menempel pada kain
ADVERTISEMENT
Sedangkan, langkah pewarnaan yang terakhir yaitu menyikat pewarna gelap di seluruh potongan kain.
Mengukus kain dalam ceruk yang berisi air dengan api yang membara secara bersamaan menjadi langkah berikutnya

Pewarnaan Batik Secara Alami

Pemerhati Budaya Purbalingga, Toto Endargo mengungkapkan, setelah tahun 1830, Tan Hok Dji warga Purbalingga juga merintis usaha industri pembuatan kain batik.
Sekira tahun 1920, dia memasang papan nama yang bertuliskan “Tan Hok Dji, Batik Handel, Poerbolinggo”
Papan nama ini punya arti bahwa Tan Hok Dji merupakan pengusaha kain batik tulis, tulis tangan, dan bukan batik cap
Namun proses pewarnaan kain batiknya berbeda dengan Najendra namun masih menggunakan dari bahan alami.
Tan Hok Dji menggunakan larutan jantung pisang dan kayu mahoni dan untuk menghasilkan warna coklat dan hitam
ADVERTISEMENT
Lalu, kunyit untuk warna kuning, soga untuk warna coklat kekuningan, kunyit untuk warna kuning, daun mangga menghasilkan warna hijau
Ilustrasi Kunyit. Foto: Shutterstock
Kulit manggis menghasilkan warna merah dan larutan kulit pohon Secang menghasilkan warna pink keunguan.
Sedangkan saat perusahaan batik “Tan Hok Bji, Batik Handel, Poerbolinggo” masih berjaya, untuk mendapatkan warna pink keunguan, dia mengambil kayu Secang dari wilayah Curgecang Kelurahan Purbalingga Kidul.

Pewarnaan Alami Batik Saat Ini

Saat ini, para perajin batik di Purbalingga masih tetap melestarikan dan menggunakan ilmu pewarnaan Najendra dan Tan Hok Bji.
Tentunya masih dengan memanfaatkan bahan alami tumbuhan yang ada di sekitarnya. Karena, penggunaan pewarna alami sangat bagus kualitasnya.
Kualitas ini harus melalui melalui proses yang panjang. Harus melalui proses lebih dari 5 kali celupan akan menghasilkan kualitas warna yang bagus.
Ilustrasi proses pencantingan dan pewarnaan alami. Foto: Shutterstock
Perajin batik tulis, Yoga Prabowo mengakui, kompetensi inti menjadi dasar bagi keunggulan perjin batik di Purbalingga adalah kemampuan para perajin dalam proses pembuatan batik dengan pewarna alami.
ADVERTISEMENT
“Keluwesan dan kecepatan perajin batik Purbalingga dalam melakukan proses pencantingan dan pewarnaan alami inilah yang tidak bisa ditiru oleh perajin dari daerah lain,” katanya.
Walaupun, dia juga mengakui jika menggunakan pewarna sintetis cukup mencelup sejumlah warna sesuai keinginan
Perbedaan proses waktu pengerjaan memang sangat mencolok antara menggunakan pewarna alami dengan warna sintetis
“Sebenarnya pewarnaan sintetis lebih mudah dan cepat,” katanya.