Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Jejak Sejarah Desa Gunung Besar, Arma Jaya, Bengkulu Utara
15 Februari 2025 19:07 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Adriansyah Admadja tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Desa Gunung Besar merupakan salah satu dari 10 desa yang ada diwilayah Kecamatan Arma Jaya, Bengkulu Utara, Bengkulu.
ADVERTISEMENT
Menurut penuturan Ketua Adat Desa Gunung Besar Ali Yurdinata, awal sejarah berdirinya Desa Gunung Besar merupakan peralihan dari Desa Gunung Rayo. Desa tersebut pindah karena alasan lokasi yang kurang strategis yang diperkirakan pada tahun 1925.
Namun, untuk catatan sejarah Desa Gunung Rayo tidak diketahui dan tidak tercatat. Mayoritas suku yang mendiami Desa Gunung Besar adalah suku Rejang yang merupakan penduduk asli desa tersebut. Suku Rejang yang mendiami wilayah desa berasal dari Kabupaten Bengkulu Tengah, Rejang Lebong dan Bengkulu Utara.
Adat, istiadat dan budaya di Desa Gunung Besar menerapkan sistem sesuai dengan suku mayoritas di sana yaitu Rejang. Seperti contohnya dalam pernikahan:
Kejai merupakan sistem pernikahan 7 hari 7 malam dan iringi dengan tarian adat Rejang, serta bukan sembarang orang yang bisa menjalankannya dikarenakan harus suci dan bersih.
Mecak merupakan peragaan pencak silat antara keluarga pengantin laki-laki dan perempuan, pada saat pengantin menuju ke pelaminan.
Beleket merupakan sistem dimana suami memiliki wewenang penuh mengatur rumah tangga tanpa campur tangan keluarga istrinya. Serta sang suami wajib memberikan leket sebagai pengganti si perempuan yang di nikahi, dalam bentuk uang dan barang kepada keluarga istri.
ADVERTISEMENT
Namun sangat disayangkan budaya tersebut mulai redup akibat dampak perkembangan teknologi dan globalisasi. Sehingga berimbas pada memudarnya kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat, bahkan nyaris punah.
Selanjutnya, penamaan Desa Gunung Besar dikarenakan desa tersebut dekat dengan tebo gergeak (Bukit Bebatuan). Konon katanya bukit tersebut merupakan gunung berapi pada masa lampau. Hal tersebut dikuatkan dengan banyaknya batuan besar dan aliran sungai di kaki gunung yang dipercayai sebagai aliran lahar dingin gunung berapi.
Terdapat sungai yang berada di kaki tebo gergeak yang benama bio besai (Air besi). Penamaan tersebut berlandaskan pada sejarah penjajahan Belanda, saat itu terjadi penimbangan antara air sungai bio besai dengan air dari sungai lainnya dengan jumlah volume air yang sama. Namun, anehnya timbangan dari sungai tersebut lebih berat ketimbang air sungai lainnya sehingga diberi nama bio besai (Air Besi), oleh penduduk setempat. Sebelum masuknya perusahaan daerah air minum (PDAM) diwilayah Desa Gunung Besar aliran sungai tersebutlah yang menjadi sumber kehidupan.
Tak hanya itu, pada area tempat pemakaman umum desa Gunung Besar terdapat makam penduduk asli Gunung Rayo sebelum peralihan ke desa Gunung Besar. Makam tersebut disebut sebagai makan tujuh kepala dikarenakan pada proses pemindahannya terdapat tujuh makam asal Gunung Rayo dan dijadikan dalam satu liang lahat sehingga penamaan makam kepala tujuh.
Mayoritas penduduk desa saat ini adalah petani karet, kopi, dan sawit. Pada awal kedatangan leluhur di Desa Gunung Besar, tanaman pertanian mereka adalah padi darat dan sayur-sayuran. Penduduk Gunung Besar menganut kepercayaan Islam sejak dari awal kedatangan leluhur.
ADVERTISEMENT
Adriansyah Admadja, Mahasiswa Jurnalistik UIN Raden Fatah Palembang.