Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Generasi Qris: Memacu Pemborosan Remaja dalam Revolusi Pembayaran Digital
21 Agustus 2024 10:43 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Adven Filipi Baresi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Perkembangan teknologi yang semakin pesat dan semakin maju menuntut dunia untuk menciptakan sistem yang lebih praktis dan mudah sebagai contoh dalam melakukan transaksi jual beli. Di era ini masyarakat cenderung menggunakan sistem pembayaran elektronik yaitu QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Sistem tersebut mempermudah masyarakat untuk melakukan pembayaran secara cepat dan mudah, karena penggunaanya melalui handphone. Akan tetapi, dibalik manfaatnya tersebut sistem QRIS ini memiliki dampak negatif, salah satunya yang cukup signifikan terjadi pada remaja.
ADVERTISEMENT
Generasi muda, terutama remaja, adalah salah satu segmen masyarakat yang paling responsif terhadap inovasi teknologi ini. Perkembangan ini membawa risiko terjadinya pemborosan pada remaja karena kemudahan dalam melakukan transaksi dengan QRIS yang mungkin tidak diimbangi dengan kesadaran dan pemahaman yang cukup tentang manajemen keuangan. Selain itu, pengaruh teman sebaya dan tren belanja juga turut memperkuat fenomena pemborosan ini. Penting untuk mendalami bagaimana penggunaan QRIS mempengaruhi kebiasaan belanja remaja dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk mencegah pemborosan. Oleh karena itu, pada essay ini saya akan membahas mengenai apa dampak positif dan dampak negatif sistem QRIS bagi remaja dan masyarakat, pentingnya untuk mendalami bagaimana penggunaan QRIS mempengaruhi kebiasaan belanja remaja dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk mencegah pemborosan serta solusi untuk mencegah adanya pemborosan penggunaan QRIS dalam melakukan transaksi terutama dalam transaksi pembelian.
ADVERTISEMENT
a. QRIS: Membuka Pintu Kemudahan atau Jalan Menuju Pemborosan?
1. QRIS membuka jalan kemudahan dalam melakukan transaksi jual beli. Menurut Bank Indonesia, QRIS didefinisikan sebagai standarisasi pembayaran menggunakan metode QR Code dari Bank Indonesia agar proses transaksi dengan QR Code menjadi lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. QRIS hadir karena adanya kebutuhan ketika pandemi untuk melakukan pembayaran tanpa kontak fisik melalui kartu ATM atau mesin EDC (Electronic Data Capture) yang mengharuskan manusia untuk tidak bersentuhan ataupun bersentuhan secara langsung antara satu dengan yang lain. Pemerintah yang telah mengetahui bahwa dengan berkontak langsung dapat memicu penularan virus covid-19 tersebut, dengan sigap menetapkan sistem pembayaran melalui qris untuk mencegah penularan secara langsung terhadap masyarakat sekitar, agar masyarakat dapat melakukan transaksi jual dan beli jasa untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya selama karantina di rumah dengan praktik, cepat dan mudah.
ADVERTISEMENT
2. Dampak negatif yang timbul akibat diberlakukannya QRIS
Sistem pembayaran tersebut sangatlah mempermudah manusia dalam melakukan pembayaran hanya perlu melakukan scan, memasukkan nomor kata sandi dan nominal harga barang atau jasa yang dibeli, maka pembelian selesai. Akan tetapi, melalui fasilitas yang diberikan itu sering disalahgunakan oleh masyarakat. Tak banyak pula QRIS digunakan sebagai ajang gengsi dan melakukan kegiatan konsumtif. Terlepas akibat dari dampak covid 19, risiko terhadap keamanan dan kerahasiaan suatu data sangat tinggi, terutama pada era digitalisasi ini. Sebagai contoh kasus pemalsuan QRIS dengan mengganti kode QRIS untuk amal masjid yang diganti dengan QRIS milik akun pribadi pencuri. Kabag Humas Masjid Istiqlal Ismail Chawidu mengatakan bahwa QRIS tersebut ditempel menutupi QRIS Masjid Istiqlal yang kami beri nama Infak Masjid Istiqlal. Tentu perlu bagi pemerintah untuk melakukan peninjauan kembali mengenai aturan dalam penggunaan qris terkait dampak negatif yang ditimbulkan oleh teknologi ini, seperti melakukan survey dan penilaian risiko dalam penerapan QRIS pada masyarakat. Survei dapat dilakukan untuk mengidentifikasi sejauh mana penggunaan QRIS telah mempengaruhi pola belanja dan pengeluaran masyarakat, khususnya kalangan remaja
ADVERTISEMENT
b. Faktor yang menjadi pemicu atas dilakukannya pemborosan pada generasi muda.
Menurut Niko Ramadhani (2019) ciri-ciri perilaku konsumtif remaja atau mahasiswa yaitu: 1) Memiliki rasa gengsi yang tinggi, 2) Selalu mengikuti trend, 3) Terbiasa hidup bermewahan, 4) Suka dikagumi oleh orang lain. Perilaku konsumtif ini terbentuk karena konsumtif itu sendiri telah menjadi gaya hidup. Perilaku ini sama sekali tidak menunjukkan faktor kebutuhan di dalamnya. Para remaja tampak jelas berperilaku konsumtif untuk menunjang harga diri dalam pergaulan semata tanpa memandang kebutuhan sebenarnya. Hal tersebut timbul karena adanya beberapa faktor, yaitu;
1. Kurangnya Pemahaman dalam Memanajemen Keuangan Remaja seringkali kurang memiliki pemahaman yang memadai tentang manajemen keuangan, sehingga rentan terhadap pemborosan saat menggunakan QRIS. Remaja sering kali belum memiliki pemahaman yang memadai tentang bagaimana mengelola uang dengan baik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia 38,03%, dibandingkan Malaysia 85%, Singapura 98%, dan Thailand 82%. Perilaku konsumtif disebabkan oleh kurangnya informasi dan pemahaman literasi keuangan. Fikriyyah Ridhani, Irni Rahmayani Johan (2020) juga mengatakan Remaja lebih cenderung mengalami gejolak emosi dan cenderung peka dalam hal-hal yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan sering kali bertindak kurang rasional termasuk dalam jangka waktu mereka dalam mengkonsumsi sehingga dengan adanya hal itu mereka belum bisa membedakan mana yang termasuk kebutuhan dan manakah yang termasuk keinginan.
ADVERTISEMENT
2. Pengaruh Teman Sebaya
Teman sebaya memiliki peran yang signifikan dalam membentuk perilaku remaja. Jika teman sebaya sering berbelanja secara impulsif, kemungkinan besar remaja akan mengikuti perilaku tersebut. Kuatnya pengaruh teman sebaya terhadap penampilan, membuat para remaja berusaha untuk menampilkan diri mereka sebaik mungkin agar tidak ditolak oleh kelompoknya sendiri (Hurlock, 1999:206). Keinginan untuk meningkatkan rasa percaya dirinya dan ingin diterima membuat remaja melakukan pembelian secara berlebih.
3. Tren dan Gaya Hidup
Remaja sering tergoda oleh tren dan gaya hidup yang dipromosikan melalui media sosial dan lingkungan sekitarnya, mendorong mereka untuk menghabiskan uang secara tidak terencana. Sumartono (2002: 11) mengatakan bahwa perilaku konsumtif begitu dominan di kalangan remaja. Hal tersebut dikarenakan secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Kalangan remaja juga memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, ketika mereka melihat suatu iklan di media sosial tak banyak dari mereka yang langsung membeli tanpa memperhatikan harga barang tersebut, sehingga mereka langsung melakukan pembelian tersebut.
ADVERTISEMENT
c. Upaya Mengatasi Pemborosan Pada Generasi Muda
Berikut adalah beberapa upaya yang mungkin dapat dilakukan dan diterapkan untuk mengurangi terjadinya perilaku pemborosan terutama di kalangan remaja, yaitu:
1. Peran orang tua dan pendidik dalam mengajarkan manajemen keuangan.
Orang tua dan pendidik berperan sebagai model bagi anak dan siswa mereka. Dengan menunjukkan praktik manajemen keuangan yang baik, seperti membuat anggaran, menabung, dan berinvestasi, mereka memberikan contoh yang kuat bagi generasi muda. Orang tua dapat menggunakan pemberian uang saku sebagai kesempatan untuk mengajarkan anak tentang manajemen keuangan. Mereka dapat membantu anak membuat anggaran untuk uang saku mereka, mengajarkan mereka untuk memprioritaskan pengeluaran, dan memberikan imbalan atau insentif untuk kebiasaan menabung. Orang tua dan pendidik harus menciptakan lingkungan dimana anak dan siswa merasa nyaman untuk berbicara tentang uang. Ini memungkinkan mereka untuk mengajukan pertanyaan, mendiskusikan kekhawatiran atau ketakutan tentang uang, dan belajar dari pengalaman orang dewasa.
ADVERTISEMENT
2. Inovasi teknologi untuk memfasilitasi manajemen keuangan.
Inovasi teknologi telah memainkan peran kunci dalam memfasilitasi manajemen keuangan. Melalui aplikasi, platform online, dan alat lainnya, teknologi telah membuat manajemen keuangan menjadi lebih mudah, efisien, dan dapat diakses oleh lebih banyak orang. Dengan teknologi, individu dapat melacak pengeluaran, membuat anggaran, mengelola investasi, dan melakukan transaksi keuangan lainnya dengan lebih baik. Inovasi seperti pembayaran digital, robo-advisors, dan analisis keuangan otomatis telah mengubah cara orang mengelola uang mereka, memungkinkan mereka untuk mengambil kontrol yang lebih besar atas keuangan pribadi mereka.
3. Penyuluhan dan pelatihan untuk pemahaman penggunaan QRIS yang lebih baik.
Penyuluhan dan pelatihan tentang QRIS dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang teknologi ini. Melalui program ini, individu dapat memahami manfaat dan cara penggunaan QRIS dengan lebih baik. Penyuluhan dapat mencakup informasi tentang keamanan transaksi, kemudahan penggunaan, serta keunggulan QRIS dibandingkan metode pembayaran konvensional. Pelatihan praktis juga dapat memberikan pengalaman langsung dalam menggunakan QRIS, memperkuat pemahaman dan meningkatkan kepercayaan pengguna terhadap teknologi ini. Dengan demikian, penyuluhan dan pelatihan dapat memainkan peran penting dalam memperluas adopsi QRIS dan meningkatkan literasi keuangan masyarakat secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
4. Penerapan nilai minimal transaksi oleh Bank pada transaksi QRIS.
Menerapkan nilai minimal pada transaksi QRIS bisa menjadi strategi yang efektif untuk mencegah pemborosan, terutama di kalangan remaja yang cenderung konsumtif. Dengan menetapkan nilai minimal, bank dapat mengurangi frekuensi transaksi kecil yang mungkin terjadi secara berulang namun tidak efisien secara biaya. Hal ini dapat membantu remaja untuk lebih mempertimbangkan dengan matang sebelum melakukan pembelian, karena mereka akan lebih cenderung untuk melakukan transaksi dengan nilai yang lebih signifikan. Ini juga dapat membantu mereka memperoleh kesadaran akan nilai uang dan mengurangi kecenderungan untuk pemborosan yang tidak disadari. Adanya nilai minimal, remaja akan lebih memperhatikan saldo dan transaksi mereka, karena mereka tidak bisa lagi melakukan pembelian kecil yang seringkali tidak mereka sadari akumulasi totalnya. Dengan demikian, nilai minimal pada transaksi QRIS bisa menjadi langkah preventif yang efektif untuk membantu mengelola keuangan remaja dan mencegah pemborosan yang tidak diinginkan.
ADVERTISEMENT