Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Belajar Antar Teman Sejawat
9 Februari 2018 16:18 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
Tulisan dari Anis Saadah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
belajar Antar Teman Sejawat (BATS) adalah forum belajar yang digagas oleh Kopkun Institute bersama gerakan koperasi di Purwokerto. Tujuannya untuk sharing ilmu pengetahuan antar sesama, untuk memperluas wawasan dan cara pandang.
ADVERTISEMENT
Pemantik BATS kali ini adalah Novita Puspasari, Dosen Fakultas Ekonomi Unsoed dan Kepala Deputi Riset Kopkun Institute. Topik kali ini adalah kota koperasi di seluruh dunia. Dipilih untuk memperkaya wawasan peserta, berhubung gerakan koperasi sedang menggagas Purwokerto menjadi kota koperasi.
kota koperasi ada banyak sekali, di Amerika ada kota Bronx. Kota yang kerap menjadi latar syuting film Holliwood. Geser ke Eropa, kota seperti Bucharest dan Berlin di Rumania dan Jerman, mengindentifikasi diri sebagai kota koperasi.
Penggerak koperasi disana menjadikan koperasi sebagai metode penyelesaian masalah. Entah itu dalam lingkup ekonomi maupun sosial. Misal menggunakan kembali aset-aset mangkrak milik pemerintah agar punya nilai ekonomi. Jika masalah sosial muncul, semisal kemiskinan, maka penyelesaianpun dengan koperasi.
ADVERTISEMENT
Adanya kota-kota itu menjadi preseden positif, bagi upaya menggas Purwokerto kota koperasi. Namun untuk mewujudkan ini tentu butuh waktu panjang. Salah satu caranya adalah, apa keresahan yang membuat orang sepakat menggunakan koperasi sebagai metode. Pertanyaan ini dipantik oleh Budi Angkoso, seorang praktisi retail.
Mencari akar keresahan ini tentu saja penting. Mengingat ini bukan proyek segelintir orang, tapi melibatkan semua elemen dalam kota itu. Sementara sendiri di Purwokerto elemen ekosistem masih kecil. Untuk memberi penjelasan ini, Novita Puspasari memamaprkan dua teori. Network Goverment dan Urban Branding.
Dalam teori pertama lebih mengutamakan keterlibatan banyak aktor yang berjejaring satu sama lain membentuk proses tertentu. Dalam model ini tidak ada struktur formal, bersifat fleksibel, dan sangat mengandal proses. Proses ini memiliki kekurangan karena jika ada safu aktor lepas, ia akan mempenagruhu yangain. Dan maslaahain adlaah legalitas.
ADVERTISEMENT
Teori kedua place branding. Ini adalah model branding dalam upaya menaikan Citra tempat, senarai dengan product branding. Hal ini seperti yng di dilakukan oelh kota seperti Bandung dan Jogja. New york juga Belanda. Dalam proses branding ini melibatkan banyak aktor, selain aktor lokal, regional juga pemerintahan. Meskipun ini kerap lebih pada euforia singakat, terjebak Citra visual.
Tanggapan.
Menurut Aldo, keresehan sudah ada di masyarkat. Terutama menyangkut jaringan rotel modern yang begitu menyingkirkan pelaku ritel kecil dan tradisional. Karena pertumbuhan mereka yang tak terkmedali membunuh mereka yang bermodal kecil. Sehingga perlu ada penyatuan berbagai aktor multi pihak untuk bersatu disadari keresahan yang sama.
Anggit, masalah di Purwokerto hari ini narasi primordialnya masih begitu kuat. Dalam Banyumas kreatif sendiri berupaya menghilangkan primordialisme sendiri. Untuk mencari itu adalah mencari krisisi dan mengkyadkan semua masalah sendiri. Setelah itu cari benang merahnya. Sehingga masyarakat bisa bersatu berdasarkan maslaah itu.
ADVERTISEMENT
Satrio, dari media. Purwokerto itu seperti mata air tapi tanpa muara. Mendorong masyadkat untuk menggunakan berbagai varian produk teknologi di Purwokerto agar mereka lebih percaya diri. Jadi kita fokus sebagai pemantik bagi masyarakat agar mereka menggunakan ruang agar digunakan oleh orang lain. Diluar masyarakat soal identitas tidak perlu pakai Purwokerto kota koperasi.
Budi angkoso. Terlepas dari apapun brandnya kita fokus pada substansi. Jadi ada aksi real di Masyarakat.
Sarwono. Pada titiknya Banyumas akan terjadi ledakan ekonomi seperti Solo dan lain sebagainya. Masuknya teknologi tanpa diiring pra sayarat sosial ke desa juga punya dampak negatif. Selain itu Banyumas sulit bersatu, termasuk koperasinya.
Firdaus. Nanti semua ini ketemu akan ketemu pada taktikal issue. Jika rentenir itu jahat maka hajar pakai koperasi. Jika riba itu jahat, pukul pakai koperasi yang benar. Yang katolik, jika yakin CU yajg ternaik, hajar pakai itu. Tapi itu semua itu adalah taktis, jalan menuju demokrasi ekonomi. Karena jika itu disampaikan terlalu tinggi, banyak yang tidak ngerti. Jadi ini soal dimensi taktis.
ADVERTISEMENT
Nyaman : Selain itu masalahnya Purwokerto secara hukum, bukan kota.
Firdaus : memang secara legal koperasi tidak ada, tapi saya melihatnya sebagai gimmick dahulu. Tapi yang penting adalah kerja real untuk mewujudkan demokrasi ekonomi. Dan soal legal adalah pada tahun ke 5, 2022. Tahun ini adalah membangun jaringan dahulu.
Nyaman : jadi firsaus milih Network admin