Konten dari Pengguna

Belajar Menyukai Buku

Anis Saadah
Founder of Innocircle Initiative
22 Agustus 2017 17:54 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anis Saadah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Belajar Menyukai Buku
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Sumber : Pexels.com
Jarak Purwokerto-Pasar Senen ditempuh selama 9 jam dengan kereta serayu malam. Perjalanan panjang yang sangat membosankan. Karena di kereta, tak ada dangdut koplo, televisi dan wifi. Maka, membaca buku adalah jurus ampuh mengusir rasa bosan. Di kereta kamu bisa baca buku apa saja, selain buku gambar dan buku tulis.
ADVERTISEMENT
Malam itu saya membaca “Anggukan Ritmis Sepatu Pak Kyai”-nya Cak Nun. Sebuah buku kumpulan esei yang ia tulis pada era tahun 70-an, saat dia seusia saya. Konon hingga masa tuanya, ia sanggup menulis lima esei dalam sehari, luar biasa. Beliau adalah idola saya, selain Via vallen tentu saja.
Di hadapan saya, seorang perempuan cengar –cengir dan asyik sendiri dengan gawainya. Barangkali dia sedang chatingan dengan kekasihnya. Saya paham, dulu, pas masih punya pacar, juga begitu. Di kereta kami tidak saling bertegur sapa. Ia asyik dengan gawainya, saya masih membaca. Lagipula, dihadapan perempuan, apalagi yang cantik, saya sering kehilangan percaya diri. Jangankan mengajak kenalan, sekadar bunyi saja susah.
ADVERTISEMENT
Kereta terus melaju menembus malam. Stasiun Banjar, Ciamis, Tasik sudah dilewati. Dan, kami masih tidak saling sapa. Suasana di kereta makin sepi, penumpang mulai lelap. Kecuali sekelompok perempuan di kursi belakang yang menggosipkan drama korea dengan kegaduhan. Tapi tidak apa-apa, saya tidak bisa melarang.
“Masnya, suka baca buku ya?,” kata perempuan itu sembari men-charger gawainya pada colokan listrik. Wajahnya tak seayu Raisa, tapi cara dia berbusana, saya suka. Berjilbab lebar, baju kurung putih dan rok hitam panjang.
“enggak juga, kebetulan lagi pingin aja.” Saya menutup buku dan memberi senyum terbaik yang saya bisa. Karena kata kanjeng nabi, senyum adalah bagian dari ibadah.
ADVERTISEMENT
“mba suka baca buku juga?,” saya balik bertanya.
“ndak mas, saya malas banget kalau baca buku. Gimana sih caranya biar suka baca?”.
Dari logatnya saya tau dia bukan orang eropa, amerika atau anglo-saxon. Dia wanita jawa, mungkin dari daerah solo dan sekitarnya. Mimik wajahnya menunjukan dia serius dalam bertanya. Tentu saya senang, meski pada mulanya saya merasa kikuk. Semacam demam panggung.
“mungkin bisa dengan membawa buku setiap kali bepergian, mba.” Saya mencoba memberi tips terbaik yang saya ingat dari internet.
Suka membaca itu adalah sebuah proses. Dua sejoli bisa saling menyukai lantaran kerap main bersama, berburu bersama dan meramu bersama. Pendeknya, seperti pepatah jawa : witing tresno jalaran soko kulino. Hal serupa juga berlaku pada buku. Untuk suka dengan buku, kamu harus sering membacanya, sering melihatnya dan membelinya.
ADVERTISEMENT
Dari situs lain yang saya baca, proses kedekatan pada buku bisa dengan menebarnya di tempat tidur. Andai kamu punya 10 buku, jadikan ia sebagai teman tidur. Tapi cara ini beresiko merusak buku karena bisa lecek dan, tidak bisa bikin kamu pintar. Tapi tujuan ritual ini memang bukan untuk segera pandai, tapi proses untuk membangun kedekatan dengan buku dulu. Dalam bahasa abege, kita menyebutnya PDKT. Dan, kata situs itu, cara ini efektif untuk pemula.
Tips terakhir adalah berkumpul dengan orang yang suka baca buku. Kalau kumpul dengan mereka setidaknya kamu terangsang untuk baca buku dan malu jika tidak pandai. Cara yang sama juga berlaku jika kamu bercita-cita ingin jadi orang pandir. Kamu cukup berteman dengan mereka yang menganggap komunis kembali bangkit dan bentuk bumi itu datar. Dalam tempo tidak satu bulan, kecerdasanmu akan menukik. Karena sama seperti berbohong, menjadi bodoh tidak perlu berbakat.
ADVERTISEMENT
Semua tips google yang saya tahu, sudah saya ceritakan semua. Dia mendengarkan dengan mimik antusias. Entah terpukau karena tips suka membaca, atau karena melihat tampang saya yang cool, saya tidak tahu. Saya tidak punya keterampilan untuk menebak pikiran perempuan.
Membaca buku memang tidak bisa bikin orang kaya, tapi buku adalah jalan untuk menjadi cerdas dan terampil. Memang, untuk terampil orang tidak harus selalu baca buku. Korupsi, berkelahi dan berpoligami, misalnya, bisa kamu kuasai tanpa perlu membaca. Tapi untuk memahami teori evolusi kamu harus banyak membaca, agar tidak bingung manusia itu asalnya dari kera atau tanah lempung. Dan, kita ini lebih mirip siapa, monyet atau tembikar.
Malam telah larut, saya mulai mengantuk. Esok pagi saya harus menghadiri acara koperasi di Bogor, jadi harus istirahat yang cukup. Sebelum saya menyudahi aksi monolog malam itu, saya berwasiat padanya dan diri saya sendiri. “Selagi muda, kita harus membaca sebanyak-banyaknya. Karena bila sudah membaca buku nikah, kita akan disibukan membaca tagihan angsuran Aplhard, cicilan rumah di Meikarta dan Ongkos Naik Haji.
ADVERTISEMENT
Setelah itu kami bersepakat menyudahi percakapan. Saya dan dia terlelap di kursi masing-masing. Ketika sampai di stasiun senen, pukul empat dini hari, dia sudah tidak ada. Dan saya menyesal, lupa bertanya namanya dan nomor wasapnya.