Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Koperasi pekerja multi-pihak dalam arus evolusi
15 November 2017 16:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari Anis Saadah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Prolog
Suatu kehormatan bagi saya saat mendapat undangan mendiskusikan koperasi di hadapan kawan-kawan Pondok Berhimpun. Pondok berisi kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang tetap progresif ditengah kelesuan gerakan. Kesediaan mereka mendiskukan wacana perkoperasian menunjukan semangat belajar pada apa saja untuk menambah pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Obrolan kita kita nanti tidak membincang koperasi secara teknis-manajerial. Jadi kita tidak bicara bagaimana mendirikan koperasi, bagaimana mengelola keuangan, juga pemasaran dan lain sebagainya. Hal teknis semacam itu bisa Anda pelajari secara simultan, sambil jalan jika Anda mau. Kesempatan kali ini, kita bincang koperasi dalam lanskap wacana yang lebih luas, yaitu menyoal isu-isu kemanusiaan terkini.
Membicarakan manusia memang tidak ada habisnya. Mulai dari segi ekonomi, sosial, politik hingga masalah moral. Tapi Karena waktu diskusi sesingkat sesapan kopi, maka pembahasan juga perlu kita batasi. Saya kan mulai membicarakan soal evolusi manusia dimasa depan dipermulaan. Soal evolusi ini, saya rasa, penting untuk dipelajari untuk memahami manusia juga sejarahnya. Pada bagian kedua saya akan mengulas soal sharing ekonomi di era digital. Dimana perusahan-perusahan berbasis teknologi begitu mendisrupsi. Pada bagian akhir saya mendiskusikan soal koperasi pekerja multi-pihak yang menjadi pokok diskusi kita malam ini.
ADVERTISEMENT
Evolusi Manusia dan Teknologi
Anda boleh percaya boleh juga tidak pada teori evolusi. Tapi berdasarkan penelitian, evolusi manusia terus berjalan. Bahkan evolusi hari ini tidak hanya evolusi biologis tapi juga evolusi non-biologis.
Salah satu diskusi termutakhir soal evolusi adalah adanya kemungkinan unnatural evolution. Evolusi yang tidak alamiah. Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, perubahan pada species tidak lagi terjadi secara perlahan-lahan, lamat-lamat. Tapi bisa lebih cepat. Caranya entah melalui kloning, rekayasa genetik hingga teknologi nano.
Film-film sains fiksi adalah cara sederhana untuk membayangkan bagaiaman manusia hidup di masa depan. Misalnya film terminator, model tentara yang sukar mampus. Meski tubuh sudah terpotong-potong tapi bisa nyambung dan hidup lagi. Semacam ajian rawa rontek versi ilmiah.
ADVERTISEMENT
Anda boleh menganggap itu cuma hayalan orang barat yang keracunan fantasi ilmiah. Setiap adegan di film tidak mungkin terjadi di dunia nyata. Tapi faktanya, ada sekelompok manusia yang meyakini itu bisa diwujudkan. Mereka adalah para transhumanis yang meyakini bahwa di masa depan teknologi bisa mengambil alih keterbatasan manusia, baik secara biologis maupun non-biologis.
Para transhumanis percaya bahwa kercerdasan biologis manusia bersifat paralel dengan kecerdasan non-biologis. Jika keduanya ditautkan maka manusia akan cerdas luar biasa. Sekarang sudah ada wacana, dimana kesadaran manusia bisa dipindahkan ke sistem komputer. Jadi jika ada orang jenius mati, isi kepalanya bisa diselamatkan. Bahkan dengan teknologi, umur manusia bisa direkayasa agar lebih panjang.
Contoh diatas mungkin masih diteliti dan dikembangkan. Tapi hari ini sudah ada teknologi microchip, yang bisa ditanam pada bagian tubuh. Sehingga Anda bisa menghidupkan mobil, mematikan lampu, dan membuka pintu hanya dengan melambaikan tangan. Canggih betul.
ADVERTISEMENT
Nick Bostrom jauh-jauh hari sudah mengingatkan tentang adanya kemungkinan penggunakan teknologi secara komparatif di masa depan. Manusia dituntut untuk bisa beradaptasi dalam evolusi ini. Karena dalam hukum evolusi, bukan mereka yang kuat yang bisa bertahan tapi mereka yang mampu beradaptasi.
Tapi di masyarakat tidak semua manusia bisa beradaptasi dengan perubahan. Mereka yang memperoleh akses pendidikan juga ekonomi yang baik, mungkin bisa. Tapi mereka dengan pendidikan rendah dan hidup dalam nestapa kemiskinan, kemungkinan beradaptasi rendah sekali. Karena kemampuan ekonomi juga tingkat pendidikan mempengaruhi daya adaptasi.
Dan di dunia pada umumnya, serta Indonesia khususnya, jumlah manusia yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah mayoritas. Jika keadaan ini tidak kunjung diperbaiki, maka apa yang ditulis oleh sejarawan Israel, Noah Yoval Harari bisa menjadi kenyataan. Dimasa depan, kata Harari, mayoritas manusia terancam menjadi usang, karena sistem ekonomi dan politik menggunakan kecerdasan buatan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang tidak melek teknologi, dan payah secara ilmu pengetahuan akan sulit mengakses program ekonomi ataupun politik yang diselengarakan negara maupun swasta. Sementara untuk menopang sistem ekonomi dan politik dimasa depan, tipe manusia yang dibutuhkan adalah yang sehat, kuat dan terdidik.
Maka yang ditakutkan dikemudian hari, masih kata Harari, para elite mulai berpikir tidak ada gunanya menyediakan layanan kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang baik bagi orang miskin yang tidak berguna (uselessman). Akan lebih masuk akal pelayanan diberikan pada kelas kaya atau menengah (superhuman) karena lebih menguntungkan.
Sehingga dalam perjalanan manusia di masa depan, akan ada jenis manusia super (superhuman) dan manusia tidak berguna (uselessman).
Evolusi Ekonomi
Model sharing economy, atau colaborative economy menjadi trend akhir-akhir ini. Ia mengandalkan teknologi digital berbasis aplikasi dalam menjalankan rutinitas ekonominya. Dengan adanya sistem aplikasi, maka untuk bisa mengaksesnya orang harus melek teknologi juga.
ADVERTISEMENT
Model ini sebenarnya hanya melibatkan sekelompok kelas tertentu di masyarakat. Mereka umumnya kelas menengah yang bekerja pada sektor formal, dengan taraf ekonomi dan pendidikan relatif baik. Kelompok ini, meminjam istilah Harari, saya sebut sebagai Superhuman. Kelompok manusia yang mudah beradaptasi.
Dan mayoritas pengguna transportasi online, semisal Uber dan Go-jek sebenarnya adalah kelompok superhuman. Mereka menikmati pelayanan nyaman plus harga murah. Marketplace semacam Lazada dan Tokopedia juga, banyak diakses oleh kelompok manusia kelas ini.
Superhuman memang lebih luwes terhadap perubahan zaman, termasuk dalam perubahan sistem ekonomi bahkan sistem politik. Karena mereka punya daya adaptif yang tinggi.
Sementara masyarakat dari kelas bawah, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, yang mengandalkan hidup dari sektor informal relatif sulit berpartisipasi dalam sharing economy yang berbasis teknologi. Kapasitas ekonomi dan pendidikan yang relatif rendah, membuat mereka sulit berpartisipasi dalam sistem ekonomi digital.
ADVERTISEMENT
Banyaknya penolakan pada transporatasi online oleh pengemudi taksi konvensional, adalah contoh lemahnya daya adaptasi. Yang mereka lakukan bukan bersikap luwes, menyesuaikan diri pada laju perubahan. Tapi mereka mengumpulkan kekuatan untuk melakukan perlawanan. Jika kita bersandar pada teori evolusi, maka nasib kelompok ini sudah bisa ditebak.
Mungkin tidak punah seperti dinosaurus, tapi lebih seperti kata Harari, yaitu menjadi usang. Menjadi manusia tidak berguna, uselessman. Yaitu manusia dengan daya adaptasi rendah akibat kelalaian negara dalam memberikan kesejahteraan dan pendidikan yang layak.
Evolusi Koperasi
Munculnya Superhuman dan Uselessman adalah fakta empiris di masyarakat. Karena saat ini ada manusia yang super sekali secara intelektual, finansial dan jaringan. Tapi disaat bersamaan ada orang yang payah sekali dalam urusan intelektual, jaringan apalagi keuangan. Tapi masalahnya, baik superhuman dan uselessman adalah sama-sama manusia.
ADVERTISEMENT
Dalam teori koperasi lawas, para uselessman ini diorganisir untuk mendirikan perusahaan bersama, entah dalam wujud koperasi produksi, konsumsi atau simpan pinjam. Tujuannya agar mereka sejahtera. Tapi karena baik anggota maupun pengurusnya adalah kaum uselessman, maka koperasinya juga menjadi useless. Cara kerja seperti ini, menurut saya sudah jadul dan perlu ditinggalkan. Model koperasi harus berevolusi.
Maka kita harus memikirkan sebuah model koperasi yang bisa mempertemukan antara superhuman dan uselesman ditempat yang sama. Mendirikan perusahaan bersama dalam semangat solidaritas. Mari kita coba bayangkan. Kita ajak kelas manusia superhuman disekitar kampus, misal para dosen, karyawan, akademisi, praktisi dan kelas menegah. Lalu kit ajak juga kelompok manusia uselessman, seperti penarik becak, tukang tambal ban, buruh bangunan atau pekerja informal lainnya. Kita ajak mereka semua mendirikan koperasi.
ADVERTISEMENT
Kelompok Superhuman, karena ia memiliki modal intelektual, jaringan juga finansial, maka perannya memaksimalkan modal yang mereka punya. Sementara kelompok uselessman berkontribusi dalam bentuk kerja berdasarkan keterampilan yang mereka bisa. Superhuman dalam koperasi menjadi user-owner, dan uselessman menjadi worker-owner.
User-owner mendapat mamfaat dari worker-owner berupa jasa pekerjaan semisal bersih toilet, halaman di rumahnya. Sementara worker-owner mendapat mamfaat dengan memiliki pekerjaan dengan upah yang layak. Jika berkembang, maka produk tidak hanya dinikmati oleh user-owner, tapi juga lempar ke pasar yang lebih luas.
Karena koperasi tidak hanya bermain dalam wilayah ekonomi, maka tugas user-owner adalah mendidik worker-owner agar mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Mengapa mereka perlu dididik, alasannya agar mereka tidak menjadi uselessman. Setiap orang dikoperasi harus mengangkat harkat dan setiap manusianya. Sehingga semua orang di koperasi adalah super human.
ADVERTISEMENT
Epilog
Risalah pendek ini masih menyentuh pada aspek gagasan, belum menyentuh pada masalah teknis bagaimana ia dioperasikan. Meskipun ada contoh baik, bagaimana koperasi pekerja multi-pihak dijalankan bisa, tapi untuk pengantar diskusi kita malam ini cukup pada bagian ini saja dulu.
Sebagai sebuah model, koperasi pekerja multi-pihak, menurut saya alat produksi yang efektif untuk memberdayakan masyarakat, tidak hanya soal mengetantaskan kemiskinan. Tapi ia juga bisa menolong sesama manusia agar selamat dari kepunahan akibat tak mampu beradaptasi dengan perubahan jaman.
* Disampaikan dalam diskusi Rabu Berburu Ilmu bersama HMI Komisariat Diponegoro, Pondok berhimpun, FISIP Unsoed. 15 November 2017.