Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Panduan Menjadi Aktivis Mahasiswa Kekinian
26 Agustus 2017 4:36 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Tulisan dari Anis Saadah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber: pexels.com
Pada pertemuan Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo) di Bogor, saya mengkuti seminar yang menghadirkan pembicara seorang pejabat publik. Sebelumnya, saya sering malas-malasan kalau mendengarkan pejabat bicara.Termasuk presiden sekalipun. Karena isinya bicara soal kebijakan, rencana-rencana yang sering kali tidak terealisasi.
ADVERTISEMENT
Tapi kali ini topiknya sedikit beda, ia bicara soal sikap mahasiswa masa kini yang jauh dari ideal. Mahasiswa sekarang tidak kritis, tidak revolusioner dan tidak pemberani seperti mahasiswa tempo dulu, katanya. Barangkali ia sedang membayangkan Soe Hok Gie, yang tidak penakut dan tidak punya pacar. Atau bisa jadi mahasiswa era 98, yang akrab dengan demonstrasi dan tidak takut moncong bedil serdadu.
Konon, di masa mahasiswa, ia adalah demonstran yang militan dan kuliah selama 14 semester. Pantas saja pintar dan jadi pejabat, wong kuliahnya saja belasan semester. Saya ini jangankan sampai 14, kuliah 9 semester saja sudah malas-malasan. Akibatnya, meskipun rajin mencatat dan mendengarkan dosen, tapi saya tidak juga kunjung pintar dan masa depan terancam ancur-ancuran.
ADVERTISEMENT
Ia juga mengkritisi soal kebijakan pembatasan studi yang hanya 5 tahun. Pembatasan ini tentu saja bencana bagi aktivis kampus dan golongan pemalas seperti saya. Aktivis Koperasi Mahasiswa (Kopma) misalnya, harus mengubah sistem kaderisasi dan pola organisasi. Sehingga periode emas sebagai “pejuang Kopma,”semakin singkat. Bagi para pemalas, pembatasan adalah pemendekan masa bersenang-senang.
Soal kebijakan masa studi, menurut saya, tidak sepenuhnya buruk. Karena kuliah lama, berarti harus membayar ongkos yang tidak murah. Karena selain kuliah, kita juga harus bayar sewa kosan dan juga makan. Karena sebagai mahasiswa kekinian, tentu kita tidak mau tinggal di emperan toko dan makan kardus Indomie, bukan?
Meski biaya pendidikan mahal dan tidak bikin pintar, tapi banyak anak-anak dari desa rela membayar mahal demi mimpi mendapat kerja yang layak. Meskipun setelah usai, ia hanya mengulangi sejarah orangtuanya dalam bentuk lain. Ayahnya buruh tani, anaknya jadi kacung berdasi di korporasi kapitalis. Sama-sama tidak berdaulat ditempat kerjanya sendiri. Tapi ah, sudahlah, mau apalagi. Adanya begitu!
ADVERTISEMENT
Seperti super hero, mahasiswa harus berani membela kebenaran dan berani melawan tirani. Seperti Superman, Wonder Woman Captain Timnas Indonesia. Pokoknya harus berani, yang penting jangan berani pada orangtua dan Tuhan yang Maha Esa saja. Dan saat ini, keberanian harus diartikulasikan sesuai dengan wajah zaman.
Melakukan perlawanan tidak melulu harus dengan demo, demo dan demo, meski itu penting. Apalagi ditengah telinga para penguasa yang makin tuli. Cara yang lebih digital dan unik tentu harus dicoba. Membuat lagu atau video mars perjuangan lalu diputar setiap hari di TV seperti yang dilakukan Oom Hari Tanoe barangkali perlu dijajal, meskipun berat. Karena kamu harus kaya, bikin stasiun TV dan jadi politisi terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Namun dengan adanya Facebook, Instagram dan YouTube, kamu bisa unjuk keberanian dengan amat kekinian. Disitu kamu bisa menebar apapun, tulisan, meme dan video sampai viral. Tapi saran saya, jangan ikut menebar kebencian dan kebohongan di media sosial seperti sindikat saracen . Karena sesungguhnya, menebar kebencian sama bahayanya dengan menebar paku di jalanan.
Kebiasaan generasi millenial yang gemar menghabiskan hari dengan menunggu notifikasi dan menonton YouTube, adalah sebuah kekuatan sendiri. Tapi tantangannya tentu saja harus bisa nyetatus yang asyik dan video yang gambarnya bisa gerak. Kalau statusmu saja mirip skripsi dan isinya bikin spaneng, tentu tak ada yang mau baca. Video di youtube-pun begitu, kalau kualitasnya hanya 3gp, tentu bakal kalah oleh video Young Lex feat Awkarin fenomenal: bang, makan bang……
ADVERTISEMENT
Zaman terus bergerak dan terus menunjukan perubahan secara parsial maupun universal. Tapi keberanian, keberpihakan, dan idealisme tidak boleh hilang. Ia hanya perlu diartikulasikan sesuai dengan selera zaman. Karena menjadi manusia modern, konon, tidak hanya cukup menjadi kritis, tapi juga harus kreatif. Apalagi bagi kamu yang mengklaim diri jadi mahasiswa cum aktivis.