Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Cultural Branding Mengajariku Banyak Hal
1 Maret 2021 11:25 WIB
Tulisan dari I Aeni Muharromah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setibanya di bandara Narita, saya semakin menyadari bahwa tugas yang diberikan atasan untuk mengikuti workshop di Jepang bukan tanpa alasan. Saya akan menjadi agen institusi, bahkan negara, saat saya berada di Jepang.
ADVERTISEMENT
Ketika saya perhatikan tiket yang berlogo sangat mencolok dengan tulisan JAL di tangan, saya paham bahwa Jepang dengan program MEXT memberikan kepercayaan nasional Jepang pada JAL. Jelas ini simbol nasionalis yang perlu digarisbawahi. Makna branding Jepang telah hadir menyelimuti kebahagiaan saya yang segera bertandang kesana.
Dari awal pemberangkatan, saya diminta melihat bagaimana national awareness orang Jepang. Dari Soetta, dalam bilik kabin JAL, kami sudah disuguhi aroma Jepang melalui sapaan santun para pramugari.
Dari Narita, saya naik bus menuju Tokai. Sepanjang jalan menuju Tokaimura, Prefektur Ibaraki, harapan saya mampu mengemban tugas sebaik mungkin. Buka HP sepanjang jalan scrolling mengingat kembali apa yang ingin saya sampaikan di sana sebagai duta organisasi dan simbol Indonesia. Tidak sulit akhirnya saya sampai di stasiun terakhir sesuai instruksi dari JAEA (Japan Atomic Energy Agency), Lembaga litbang iptek nuklir Jepang, lokasi workshop.
ADVERTISEMENT
Baru saja mengamati shelter halte yang begitu bersih dan asri jelas menunjukkan bahwa kota kecil ini sehat dan terawat. Baru 3 menit menunggu di bangku shelter, datanglah 2 orang pegawai JAEA dengan santun memperkenalkan diri dengan bahasa Inggris yang tidak begitu lancar dengan logat medok Jepang.
Stasiun terintegrasi antara moda bus antarkota dan stasiun kereta api nampak asri. Penumpang tidak begitu ramai namun parkiran sepeda ontel sepanjang mata memandang jauh lebih banyak dari mobil.
Sebagai tamu dan duta bangsa, segera saya memperkenalkan diri dan sebisa mungkin berinteraksi. Kami disuruh menunggu dan tidak lama kemudian, bus Narita lain datang dan turunlah 2 wanita dari Thailand yang juga peserta workshop. Spontan saya memperkenalkan diri dan Indonesia sebagai jatidiri.
ADVERTISEMENT
Cultural Branding
Lagi-lagi kami melihat branding Jepang pada official yang menjemput dan mengantar kami hingga tiba di JAEA. Dengan sangat cepat namun santun mereka membagikan rundown acara apa-apa yang harus dilakukan di hari pertama dan besok hari. Kami diberikan Laptop, kunci sepeda, dan payung bernomor.
Mereka sangat rapi menata dan mengajari kami tertib. Cultural Branding dengan kerja cepat dan team work yang sangat sinergis sudah diperlihatkan. Diam-diam saya mengagumi dan merasakan nyata manfaatnya. Cultural branding sebagaimana diungkapkan Kotler merupakan upaya pemberian identitas atau merek yang disesuaikan dengan keadaan reputasi, budaya, kebiasaan suatu bangsa, lokasi, atau orang-orang dari daerah tertentu.
Bulan Oktober-November di Tokai, meskipun banyak hujan, namun sebagian hari cerah, suhu 13-15 derajat celsius namun terkadang hingga 7. Setiap hari kami selalu mengecek prakiraan cuaca dan apa yang diinfokan sangat nyata. Akurasinya sangat baik.
ADVERTISEMENT
Pagi itu turun hujan dan angin kencang. Pukul 7 waktu Jepang, kami diingatkan untuk tidak menggunakan sepeda dan lebih aman untuk jalan kaki. Dengan mantel dan jas hujan juga payung hitam ditenteng di tangan, kami berjalan cepat menyusuri trotoar menuju tempat workshop. Terpaan angin kencang membuat saya terhuyung; bila tidak pake power, pasti terjatuh. Setengah berlari, akhirnya sampai juga di depan pintu.
Pagi yang diguyur hujan dan angin dahsyat tidak mengurangi ritmik karyawan JAEA bekerja. Alam sudah menyatu, tidak ada keluh kesah terlontar.
Berbeda dengan kami para peserta sudah mulai ramai menceritakan berbagai hal, mulai dari kesulitan tidur dengan nyenyak, rindu dengan keluarga dan tanah air, hingga soal gempa bumi yang kami rasakan tadi malam di International Massago Dorm tempat kami tinggal.
ADVERTISEMENT
Kesempatan mengenalkan Indonesia
Sesampainya di ruangan, seperti biasa ada seorang staf yang mengecek perlengkapan dan kelengkapan agenda hari itu. Kini, giliran saya presentasi tentang kegiatan dan rutinitas sebagai humas di BATAN.
Waktu yang diberikan 15 menit terasa kurang. Pada kesempatan berikutnya tekad kuat saya ingin lebih baik lagi memaparkan lingkungan dan budaya Indonesia semenarik mungkin. Ini kesempatan emas saya bicara depan peserta dari berbagai negara.
Bak membawa dan menebar branding Indonesia. Saya dianggap yang paling tahu tradisi dan budaya, destinasi indah, dan pertanyaan seputar hot issues di Indonesia. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini yang mungkin hanya datang sekali dalam hidup saya.
Berbekal persiapan matang, tekad mengenalkan Indonesia melalui sosok saya terus saya jaga. Dari mulai basa-basi, canda-tawa dan keaktifan di kelas saya perhitungkan dengan cermat. Rasanya personal branding harus benar-benar diimplementasikan. Kompak dalam tim diskusi, aktif berinteraksi, kepribadian yang menyenangkan, jaga kebersihan dan perilaku saling menghormati selalu jadi perhatian.
ADVERTISEMENT
Sebagai Duta Batan dan Indonesia
Saya duta Batan, duta Indonesia pada forum ini. Welcome dinner berlangsung kami semakin akrab. Sebagai duta adalah istilah keren bagi saya untuk tetap bangga menjalankan tugas saya sebagai peserta workshop.
Di asrama tempat kami tinggal, banyak kegiatan formal dan informal dilakukan. Dengan kesadaran penuh saya punya misi membawa nama BATAN Lembaga tempat saya berdedikasi dan Indonesia sebagai tanah air. Lebih-lebih saya mengingat pesan atasan saya untuk selalu do your best semakin menguatkan spirit.
Negosiasi berhasil
Dalam bersosialisasi, saya mengingat kembali bagaimana teori komunikasi interpersonal. Kedepankan bertutur yang hangat, cair, ramah, menyenangkan dan sesekali canda tawa dan berseloroh. Aktif namun tidak over. Sebagai seorang muslim kami dipersilahkan melakukan ibadah pada jam istirahat sekitar jam 12 siang. Kami diberikan ruangan khusus yang sudah digelar sajadah. Hati kami terenyuh bahagia dan bangga. Namun mereka belum paham ada waktu salat asaar sekitar jam 15.00. Memang tidak mudah menembus rundown dan teamwork panitia untuk minta waktu salat. Sedikit butuh kesabaran dan usaha menerangkan bahwa ada waktu salat asar kurang lebih jam 15.00 kami peserta muslim harus melaksanakan salat asar yang waktunya sangat nanggung ada di jam pembelajaran. Dengan menuturkan bahwa hak beragama sangat dijunjung tinggi maka kami memohon waktu 5 menit untuk bergantian melaksanakan salat. Akhirnya negosiasi kami berhasil, salat asar 5 menit dipersilakan. Selama kami belajar aturan sangat strik dilarang keluar kelas kalau tidak emergensi. Makan minum hanya pada waktunya. Sungguh kebiasaan yang sangat baik.
ADVERTISEMENT
Hari kelima, agenda mengunjungi fakta fenomenal tahun 2011 tragedi gempa bumi dan tsunami yang menyebabkan bocornya reaktor nuklir daiici yang dioperasikan oleh TEPCO. Tragedi yang menewaskan lebih dari 20 ribu jiwa dan memporak porandakan Fukusima menjadi kota mati sebagaimana dilansir detiknews.com.
JAEA memberikan kesempatan peserta mengunjungi PLTN Fukusima dan reaktor daiici yang bocor dengan procedure yang sangat ketat, hingga harus meninggalkan paspor dinas peserta, dilarang memotret dan dilarang keluar dari kendaraan. Benar-benar tur yang menegangkan namun mendongkrak rasa ingin tahu.
Monumen Raksasa
Hal yang perlu dicermati adalah dibalik keseriusan Jepang melakukan dekontaminasi, recovery kota yang tercabik bencana menjadi monumen raksasa dan situs bersejarah. TEPCO sebagai korporasi yang mengoperasikan PLTN telah membeli wilayah yang terdampak dan penduduk dipindahkan ke tempat lain.
ADVERTISEMENT
Seolah menjadi saksi hidup kecelakaan dahsyat akibat gempa bumi dan tsunami menyisakan luka dalam bagi siapa pun yang menyaksikan. Sepanjang jalan terlihat toko swalayan berantakan dengan barang berceceran, rumah yang masih menganga rusak ditinggal penghuni. Bangunan separuh hancur atau ambruk Sebagian merupakan pemandangan yang mengisahkan banyak kedukaan penghuninya. Terlihat Cafe dengan meja kursi berantakan. Mobil terparkir tak berpenghuni, berdebu tak terjamah. Semua yang kulihat berkisah pada kepiluan karena gempa. Ke manakah mereka, penduduk yang selamat? Ini kota mati yang benar-benar ditinggalkan. Meraka diungsikan ke wilayah lain. Jepang membiarkan kota mati ini sebagai situs bencana dan tragedi kebocoran reaktor nuklir sehingga simbol pengingat manusia akan keselamatan dan keamanan itu unsur yang harus diupayakan dan menjadi prioritas. Diluar itu semua ada kekuatan yang lebih dahsyat merupakan peringatan kita harus senantiasa waspada.
ADVERTISEMENT
Mengikuti prosedur kerja, waspada bencana dan mitigasi bagaimana masyarakat harus berperan terhadap upaya keselamatan.
Bagiku sebagai salah satu karyawan Batan tentu banyak menyimpan catatan. Latihan kedaruratan nuklir yang setiap tahun digelar hendaklah menjadi warning alarm system bagi kita untuk senantiasa menyadari dan melatih kita menjadi tanggap dan menjadi lebih terampil dalam keadaan darurat. Tentu saja masih banyak catatan dan pembelajaran yang ingin saya sampaikan di kesempatan lain.
I Aeni Muharromah – Humas Batan