Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dinamika Stages of Grief: Riset Psikologis dan Neurologis
24 September 2024 18:03 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Attila Eka Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berduka adalah proses kompleks yang mencakup berbagai reaksi emosional , kognitif, dan fisiologis terhadap kehilangan yang signifikan. Pemahaman mendalam tentang tahapan berduka tidak hanya memperkaya perspektif kita tentang pengalaman manusia, tetapi juga memberikan landasan ilmiah untuk intervensi klinis yang efektif. Model lima tahap berduka oleh Elisabeth Kübler-Ross—penolakan, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan—menawarkan kerangka kerja yang komprehensif untuk mengeksplorasi perjalanan emosional ini. Namun, untuk memahami nuansa dan kompleksitasnya, kita harus menyelami aspek psikologis dan neurologis yang mendasari setiap tahap.
ADVERTISEMENT
1. Penolakan: Mekanisme Pertahanan Psikologis
Tahap penolakan berfungsi sebagai perlindungan awal dari dampak emosional yang menghancurkan akibat kehilangan. Secara neurologis, penolakan sering dikaitkan dengan pengurangan aktivitas di korteks prefrontal dorsolateral, yang berperan penting dalam pengaturan emosi dan pemrosesan kognitif. Pada tahap ini, individu mungkin menunjukkan ketidakmampuan untuk menerima kenyataan, menciptakan ketidakpastian yang dapat berlanjut ke fase-fase berikutnya. Dalam praktik klinis, penting untuk mendekati penolakan dengan empati, memungkinkan individu untuk secara bertahap mempersiapkan diri untuk menghadapi realitas yang menyakitkan.
2. Kemarahan: Eksplorasi Emosional yang Intens
Kemarahan sering muncul sebagai respons alami setelah penolakan. Ini adalah fase di mana individu merasa marah kepada diri sendiri, orang lain, atau situasi yang dianggap tidak adil. Dalam konteks neurologis, kemarahan melibatkan aktivasi sistem limbik dan amigdala, yang memicu respons stres dan ketegangan emosional. Penanganan kemarahan secara efektif memerlukan pendekatan terapeutik yang mengajarkan individu untuk mengekspresikan emosi ini dengan cara yang konstruktif, mencegah perilaku impulsif yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain. Terapi perilaku kognitif dan teknik pengelolaan stres menjadi alat yang penting dalam fase ini.
ADVERTISEMENT
3. Tawar-Menawar: Negosiasi Kognitif dalam Menghadapi Kehilangan
Tahap tawar-menawar ditandai oleh pemikiran reflektif dan negosiasi internal yang berfokus pada upaya untuk mengubah keadaan. Individu sering kali terjebak dalam pemikiran "seandainya" yang dapat memperlambat proses berduka. Dari sudut pandang neurologis, fase ini melibatkan aktivasi korteks prefrontal medial, yang mendukung proses pengambilan keputusan dan perencanaan. Memahami tawar-menawar sebagai bagian dari perjalanan berduka membantu dalam merumuskan intervensi yang sesuai, seperti terapi berbasis kesadaran yang mendorong individu untuk menghadapi realitas dan menerima keadaan dengan lebih baik.
4. Depresi: Dampak Psikologis yang Dalam
Depresi sering kali muncul sebagai respons terhadap pengakuan kehilangan yang permanen. Gejala yang dialami, seperti kesedihan mendalam, kehilangan minat, dan kelelahan, dapat berfungsi sebagai indikator psikologis yang menunjukkan kebutuhan untuk intervensi. Dari perspektif neurobiologis, ketidakseimbangan neurotransmitter seperti serotonin dan norepinefrin memainkan peran penting dalam fase ini. Intervensi terapeutik yang tepat, termasuk terapi perilaku kognitif dan terapi interpersonal, diperlukan untuk membantu individu mengatasi gejala depresi yang mendalam dan mencegah perkembangan masalah kesehatan mental jangka panjang.
ADVERTISEMENT
5. Penerimaan: Integrasi Kehilangan dalam Kesehatan Emosional
Penerimaan mencerminkan kemampuan individu untuk mengintegrasikan pengalaman kehilangan ke dalam identitas mereka dan melanjutkan hidup dengan cara yang bermakna. Ini bukan tentang menghapus rasa sakit, melainkan tentang menemukan cara untuk menghormati kenangan yang hilang sambil membangun kembali makna dalam kehidupan. Secara neurologis, fase ini melibatkan peningkatan konektivitas dalam jaringan mode default, yang mendukung refleksi diri dan pengolahan narasi pribadi. Pendekatan terapi yang berfokus pada penerimaan dan komitmen (ACT) dapat menjadi alat yang efektif dalam membantu individu mengembangkan ketahanan emosional dan kualitas hidup yang lebih baik.
Proses berduka adalah perjalanan yang tidak linier, melibatkan fluktuasi antara berbagai tahap yang saling terkait. Memahami tahapan ini melalui lensa psikologis dan neuroscientific memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana individu berjuang untuk mengatasi kehilangan. Dengan mengakui nilai dan pentingnya setiap tahap, kita dapat menawarkan dukungan yang lebih baik dan intervensi yang sesuai bagi mereka yang sedang berduka. Melalui empati dan pemahaman yang mendalam, kita dapat membantu individu menavigasi perjalanan emosional ini, memfasilitasi proses penyembuhan, serta menemukan harapan dan makna baru dalam kehidupan mereka.
ADVERTISEMENT