Konten dari Pengguna

Kebijakan Kenaikan PPN: Langkah Tepat atau Beban Baru bagi Masyarakat?

Muhammad Afdal Juliansyah
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
4 Oktober 2024 16:45 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Afdal Juliansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan negara, salah satunya melalui kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kenaikan ini memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama di kelas menengah ke bawah, yang khawatir kebijakan ini akan memperberat beban hidup di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Tarif PPN Berdasarkan Kementrian Keuangan
ADVERTISEMENT
Tarif PPN sendiri telah ditetapkan pemerintah Indonesia menjadi 11 persen sejak 1 April 2022 lalu dan akan dinaikkan secara bertahap hingga mencapai 12 persen pada tahun 2025, sebagaimana disebutkan dalam laman resmi Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Kebijakan ini dianggap pemerintah sebagai solusi jangka panjang untuk menutup defisit anggaran negara. Penerimaan pajak dari kenaikan ini diharapkan mampu meningkatkan pelayanan publik, mulai dari infrastruktur hingga subsidi kesehatan dan pendidikan.
Kenaikan PPN Apakah Langkah yang Tepat?
Namun, apakah kenaikan PPN ini merupakan langkah yang tepat di waktu yang penuh tantangan ekonomi seperti sekarang? Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, kenaikan PPN bisa berdampak langsung terhadap daya beli mereka. Harga barang dan jasa yang dikenakan PPN otomatis mengalami kenaikan, sementara pendapatan mereka belum tentu meningkat sebanding. Hal ini menimbulkan ketidakadilan, karena pada akhirnya, beban kenaikan pajak lebih dirasakan oleh kelompok masyarakat yang paling rentan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, efektivitas pengelolaan pajak oleh pemerintah juga perlu diperhatikan. Tidak sedikit masyarakat yang meragukan apakah dana hasil kenaikan PPN ini akan benar-benar digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, atau justru terserap oleh inefisiensi birokrasi. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak harus menjadi prioritas utama agar kebijakan ini tidak sekadar menjadi beban tambahan.
Sebagai solusi, mungkin pemerintah bisa mempertimbangkan kenaikan PPN secara bertahap dengan menargetkan barang-barang mewah terlebih dahulu, sehingga tidak langsung membebani masyarakat kecil. Selain itu, penerapan kebijakan subsidi bagi kelompok masyarakat rentan juga bisa membantu mengurangi dampak negatif dari kebijakan ini.
Pada akhirnya, kebijakan kenaikan PPN seharusnya tidak hanya dipandang dari sudut pandang fiskal semata, melainkan juga dari sisi keadilan sosial. Apakah kebijakan ini benar-benar bermanfaat untuk semua lapisan masyarakat, atau justru memperlebar kesenjangan sosial?
ADVERTISEMENT