Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pilkada 2024 dan Calon yang Comeback
10 Juli 2024 19:06 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Afe Erma Telaumbanua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Tengah hiruk pikuk politik yang dinamis, sosial media sudah mulai diramaikan beberapa postingan dan unggahan seputar isu politik Pilkada yang digelar pada 27 November 2024.
ADVERTISEMENT
Setelah ada partai politik yang merekomendasikan bakal calon yang fight di Pilkada lukada 2024, masyarakat ikut merespons dengan menggiring beberapa opini tentang itu.
Sebagian orang sudah mulai aktif memperkenalkan figur politiknya, walaupun masih belum saatnya pendaftaran dan penetapan bakal calon.
Figur politik yang diperkenalkan memiliki track record yang berbeda-beda. Ada yang sudah pernah jadi anggota Legislatif, pensiunan Aparatur Sipil Negara, pengusaha dan pebisnis, mantan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang sedang menjabat dan sering disebut sebagai comeback.
Dengan itu, ada yang pro dan ada juga yang kontra terkait figur politik yang diperkenalkan di media sosial. Namanya saja politik, sudah hal yang lumrah jika itu terjadi.
ADVERTISEMENT
Pemilihan kepala daerah salah satu aspek penting dalam pemerintahan lokal. Ketika seorang mantan kepala daerah mencoba fight untuk merebut kembali kepemimpinan di daerahnya, penting bagi kita untuk mewaspadai dan mengevaluasi kembali kualitas kepemimpinannya. Ada apa dan mengapa?
Menentukan dan memberikan dukungan pada figur politik adalah hak yang sama bagi semua orang. Namun, apa benar ia orang yang tepat untuk jadi pemimpin di daerah kita selama lima tahun ke depan?
Dalam konteks perpolitikan, sebagian orang memberikan dukungan kepada figur politik tertentu karena ada janji politik yang di iming-imingkan. Ada juga yang menurut hematnya, figur politik tersebut layak jadi pemimpin daerahnya. Walaupun nanti pada realitanya, tidak seperti apa yang diharapkan.
Menurut hemat saya, orang yang menginginkan kemajuan daerahnya, memiliki kemampuan dan kecerdasan dalam memberikan dukungan bagi figur politiknya. Tidak hanya sebatas mendukung dan menyuarakan saja.
ADVERTISEMENT
Jika ada pasangan calon, baik calon Kepala daerah maupun calon wakil kepala daerah yang sudah pernah menjabat dan comeback di pilkada nanti, visi misi yang ia tawarkan kepada masyarakat perlu dipertimbangkan.
Kepemimpinan yang ia jalankan selama satu periode sebelumnya, dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pendukung dan juga bagi masyarakat banyak. Apakah dia sudah menjalankan kepemimpinan yang baik, merealisasikan pembangunan infrastruktur, memperhatikan kesenjangan ekonomi masyarakat dan apakah mampu menjawab semua apa yang telah menjadi keluhan masyarakat?
Tidak hanya itu, masih banyak hal lain yang menjadi bahan pertimbangan bagi kita untuk mengevaluasinya. Apakah dia bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme dan gravitasi.
Begitu juga perdana calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang ikut kontestasi Pilkada 2024 nanti. Kita harus mampu memahami tujuannya dalam memimpin daerah dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Kita harus mampu memahami visi misinya, apakah sesuai dengan yang diharapkan seluruh masyarakat? Dan apakah visi misi itu dapat terwujud dalam satu periode setelah terpilih?
ADVERTISEMENT
Benar kata orang yang mengatakan “sulit mendapatkan pemimpin yang sempurna. Namun, mendapatkan pemimpin yang baik dan bertanggung jawab masih bisa ditemukan”.
Dengan itu, jangan salah memilih dan memilah dalam memberikan dukungan politik. Tetapi, berkacalah pada fenomena politik pilkada sebelum-sebelumnya, supaya dukungan yang diberikan tidaklah sia-sia.
Terwujudnya kemajuan suatu daerah, harus dipimpin oleh pemimpin daerah yang profesional dan bijak, yang terlahir dari pilihan-pilihan orang yang cerdas dan bijaksana.
Selanjutnya, orang bijak dalam memberikan dukungan politik tidak terpengaruh dengan money politik (politik uang). Akan tetapi, ia sadar bahwa itu tidak baik bagi sistem politik yang demokratis.
Dengan memiliki pemahaman yang baik dalam merawat demokrasi, money politik baginya adalah cara kotor dalam politik dan perpolitikan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, jadilah masyarakat yang bijak dalam memberikan dukungan, bukan justru dukungan ditawarkan apabila ada janji politik dari figur politik tertentu.
Menurut hemat saya, “jika yang memenangkan Pilkada adalah orang yang saya dukung dan lupa dengan saya setelah ia memenangkan kontestan Pilkada, itu tidak masalah. Mungkin dia sibuk dengan tugas nya. Tetapi jika ia melupakan daerahnya selama lima tahun maka perlu di pertanyakan”.
Sejatinya pemilih dalam memberikan dukungan politik, harus berdasarkan hati nurani yang tidak digoyahkan oleh pengaruh politik seperti money politik, janji politik dan sebagainya. Namun, ia mengutamakan janji politik yang dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat di daerahnya.
Dengan itu, supaya daerah kita selalu di kenang oleh pemimpin daerah yang terpilih dan tersentuh pembangunan, jadilah pembanding yang independen, konsisten dan ikut berpartisipasi tanpa ada janji politik antara individu dan kontestasi tertentu.
ADVERTISEMENT