Konten dari Pengguna

Siaran TV Jadi Digital, Apa Perlunya?

Afgiansyah
Praktisi dan Akademisi Komunikasi Media Digital dan Penyiaran. Co-Founder Proxymedia.id // Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana, Universitas Indonesia, dan Universitas Paramadina.
29 Mei 2022 13:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Afgiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tayangan siaran TV digital. Sumber: Pribadi/Kominfo
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tayangan siaran TV digital. Sumber: Pribadi/Kominfo
ADVERTISEMENT
TV Indonesia bakal Analog switch-off (ASO). Istilah ASO jadi lazim beredar beberapa waktu sejak pertengahan 2021 lalu. Semua stasiun TV di Indonesia memunculkan ikon "Modi" di layar TV mempromosikan TV digital, bersih, jernih, dan canggih. Sosialisasi besar-besaran digaungkan. Apa pentingnya?
ADVERTISEMENT
Siaran TV dengan sistem analog di Indonesia akan mati sepenuhnya pada bulan November 2022. Artinya, jika menonton TV dengan perangkat dan antena biasa, tidak ada lagi sinyal TV yang bisa ditangkap. Semua stasiun televisi di Indonesia menghentikan siarannya. Mati. Tidak ada lagi siaran TV. Kenapa? Karena seluruh siaran TV beralih ke sistem digital. Menontonnya pun harus menggunakan perangkat TV digital atau setidaknya menggunakan alat pengkonversi yang disebut “setup box” atau STB. Antena TV juga harus dipastikan bisa menangkap siaran digital.
Apa pentingnya beralih ke siaran TV digital? Pertama, ini jadi kesepakatan penyelenggara siaran TV di seluruh dunia. Berdasarkan kesepakatan International Telecommunication Unit (ITU), negara di seluruh dunia wajib menghentikan siaran analog pada tahun 2015. Kedua, siaran digital memberikan kesempatan lebih besar kepada masyarakat jadi penyelenggara siaran TV. Frekuensi siaran TV merupakan sumber daya alam terbatas sehingga hanya sekelompok orang bisa menyelenggarakan siaran TV. Dengan siaran digital, kesempatan ini diperluas. Lalu ketiga tentunya untuk kenyamanan pemirsa TV menikmati siaran bersih, jernih, dan canggih seperti slogan kampanye siaran digital dari Kominfo.
ADVERTISEMENT

Menonton Siaran TV Digital

Sebelum masuk ke penjelasan teknis, mari kita simak cerita film animasi “Nonton Siaran TV Digital, Biyani Sangat Senang”. Diceritakan Biyani, gadis kecil yang tinggal di daerah pedesaan berkunjung ke rumah kawannya. Di sana Ia menghidupkan TV. Lalu muncul tayangan berbayang. “TV-mu kok banyak semutnya sih?” ujar Biyani. Lalu gadis kecil kawannya itu meminta Bapaknya untuk membenarkan posisi antena. Digambarkan Sang Bapak naik ke atap rumah sambil mengutak-atik antena luar. “Sudah belum?” ujar Sang Bapak. “Belum, belum Pak,” ujar Sang Anak.
Akhirnya Biyani langsung mengajak kawannya untuk nonton TV di rumahnya saja. “Wah, bening banget,” ujar kawan Biyani menonton film animasi di TV rumahnya. Lalu hujan turun diiringi petir. Kawan Biyani pun teringat, “wah Bapakku masih di atas genteng,” ujarnya. Kemudian digambarkan Pak Jaya, Bapak kawan Biyani terjatuh dari atap rumah karena membetulkan antena di tengah petir. Tetangganya pun menyarankan, “makanya Pak pakai TV digital dong.” Lalu ditambahkan oleh kawan Biyani, “iya Pak kayak yang di rumah Biyani.” Lalu Pak Jaya menyahut, “Hah, TV digital? Mahal nggak?” Tetangganya pun menjelaskan. “Cukup sediakan setup box, murah. Banyak itu di market place.” Video berdurasi hampir 4 menit ini dirilis oleh kanal Youtube “Siaran TV Digital” inisiasi Kominfo dalam rangka sosialisasi migrasi ke TV digital.
ADVERTISEMENT
Cerita ini cukup mudah dimengerti. Masalah-masalah siaran TV seperti posisi antena, siaran berbayang, hingga gangguan cuaca digambarkan teratasi dengan siaran TV digital. Untuk beralih ke siaran digital juga digambarkan sangat mudah. Hanya dengan membeli “setup box” yang banyak dijual di internet, kita bisa menangkap siaran digital. Ini faedah nyata buat masyarakat perlunya beralih ke siaran TV digital. Semua masalah siaran TV analog teratasi.
Seperti kita ulas sebelumnya, pertimbangan peralihan ke siaran TV digital bukan hanya soal teknis. Ada soal kesempatan penyelenggara siaran TV terbuka semakin luas. Ini terkait dengan hal teknis dan penggunaan sumber daya alam terbatas.
Siaran TV analog secara teknis digunakan sejak masa awal TV mengudara sekitar dekade 1930-an di Amerika Serikat. Di Indonesia, siaran televisi bermula pada tahun 1962 bersamaan dengan perhelatan Asian Games pertama kalinya di Jakarta. Sistem siaran baik TV maupun radio menggunakan gelombang elektromagnet di udara. Rentang gelombang ini terbatas. Artinya, hanya beberapa siaran yang bisa dipancarkan. Kita bisa perhatikan keterbatasan ini ketika mencari sinyal radio atau televisi.
ADVERTISEMENT
Contoh paling mudah ketika kita menggunakan radio di mobil. Umumnya sekarang menggunakan sistem pencarian otomatis. Jika diperhatikan, ketika mencari siaran di frekuensi FM, akan muncul angka mulai dari 88 lalu meningkat terus hingga angka 108. Setelah angka itu, pencarian akan kembali lagi mulai angka 88. Inilah rentang frekuensi radio FM. Antara 88 s.d. 108 Mhz. Hal ini juga sama dengan frekuensi televisi.
Saat ini siaran TV analog menggunakan pita selebar 700 Mhz menggunakan frekuensi UHF. Siaran ini hanya bisa menampung sekitar 20-an siaran. Di Jakarta misalnya, tercatat ada 22 siaran TV analog pada frekuensi UHF. Ini berarti di Jakarta hanya ada kesempatan bagi 22 penyelenggara siaran TV. Bandingkan dengan Youtube di mana semua orang bisa membuka kanal sendiri. Dalam hal siaran TV hanya sekelompok orang terpilih yang bisa membuka kanal. Inilah yang disebut sebagai sumber daya alam terbatas.
ADVERTISEMENT
Keterbatasan penyelenggara siaran TV ini semakin terbuka dengan adanya sistem digital. Satu kanal siaran TV analog bisa menampung 12 kanal siaran digital. Jadi, kalau dengan sistem analog hanya bisa memancarkan 22 siaran TV, kesempatan bersiaran bertambah menjadi 12 kali lipat dengan sistem standard definition atau SD. Artinya, dengan siaran digital dimungkinkan setidaknya 264 channel TV. Mengutip wawancara anggota KPID DKI Jakarta, Rizky Wahyuni dengan Republika, saat ini di Jakarta sudah ditunjuk delapan pengelola infrastruktur siaran digital atau multiplexing (mux). Jadi, di Jakarta saja, jika satu penyelenggara bisa menyiarkan 12 siaran SD, itu berarti dengan 8 penyelenggara bisa menyiarkan hingga 100 siaran TV berkualitas SD. Sementara untuk siaran high definition (HD), satu penyelenggara bisa memancarkan hingga 5 siaran digital atau sekitar 40 siaran berkualitas HD.
ADVERTISEMENT
Dengan kesempatan 100 stasiun televisi bersiaran di wilayah Jakarta saja, ini sudah menambah kesempatan penyelenggara siaran hingga 5 kali lipat dibandingkan siaran analog. Harapannya masyarakat memperoleh keragaman informasi lebih tinggi. Informasi pun tidak hanya dikuasai sekelompok kecil orang dengan bertambahnya kesempatan penyelenggara siaran TV. Ini salah satu pertimbangan dari penyelenggara televisi di seluruh dunia untuk beralih ke siaran digital.
Indonesia seperti negara-negara lain di Asia Tenggara sebenarnya cukup terlambat beralih ke siaran digital. Seperti kesepakatan ITU, batas analog switch-off (ASO) ditetapkan pada tahun 2015. Negara-negara di Eropa sudah jauh lebih dulu menyelenggarakan ASO. Luxemburg misalnya jadi negara pertama menerapkan siaran TV digital pada tahun 2006. Keseluruhan negara Eropa Barat atau yang tergabung dalam Uni Eropa mengakhiri siaran analog pada tahun 2012.
ADVERTISEMENT
Siaran TV digital atau disebut digital terestrial television (DTT) merupakan siaran TV menggunakan antena biasa dengan sistem digital. Inilah yang sedang dihadapi masyarakat Indonesia. Terlambat sekitar 7 tahun dari kesepakatan internasional, pemirsa TV harus segera bersiap berpindah ke sistem baru jika masih ingin menonton TV.