Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sinetron vs Drakor
27 Mei 2022 12:27 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Afgiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mari kita mulai dengan definisi dari sinetron dan drakor. Keduanya sama-sama akronim atau singkatan. Sinetron akronim dari “sinema elektronik” sementara drakor singkatan dari “drama Korea”. Kedua istilah ini sebenarnya punya arti yang cukup luas.
Pengertian paling umum dari kedua jenis tayangan ini bisa merujuk pada “soap opera”. Istilah ini muncul dari drama radio yang disponsori oleh produsen sabun di Amerika Serikat (AS) mulai tahun 1930. Drama berjudul “Clara, Lu, n’ Em” bercerita seputar kehidupan rumah tangga dan konfliknya. Program ini disponsori oleh produk sabun “Super Suds”. Istilah “soap opera” atau opera sabun berasal dari sini. Drama dengan alur cerita seperti ini diminati para ibu rumah tangga. Mereka tentunya jadi target pemasaran paling pas buat produk sabun. Akhirnya istilah “soap opera” mewakili satu genre tayangan drama seputar kehidupan rumah tangga, hubungan percintaan, dan konflik moral dengan seting kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Sinetron memang identik dengan soap opera. Mendengar judul “Ikatan Cinta” atau “Cinta Fitri”, kita akan terbayang alur cerita percintaan, konflik moral, dan rumah tangga. Dan memang betul kedua sinetron itu mengangkat alur cerita soap opera. Namun jika mengacu pada definisi sinetron, maka tidak semuanya bisa dikategorikan sebagai soap opera.
Produksi tayangan audio visual pada masa lalu menggunakan kamera seluloid atau film sebagai media perekamannya. Secara umum sistemnya bersifat mekanik dan kimiawi untuk perekaman menggunakan media film. Bentuk ini kemudian tergantikan sejak ditemukannya media perekaman video dalam bentuk pita magnetik. Kita kenal dengan istilah “kaset video”.
Teknologi kamera yang digunakan pun berbeda. Menggunakan kamera televisi, maka sistemnya bersifat elektronik. Lalu dikenal dengan istilah kamera video sebagai pembeda dengan pendahulunya yaitu kamera film. Pembuatan film cerita atau drama menggunakan kamera video yang bersifat elektronik ini menjadi landasan istilah sinema elektronik atau sinetron.
ADVERTISEMENT
Jadi sinetron secara istilah pada dasarnya mengacu pada semua karya film cerita yang direkam menggunakan kamera video. Ini artinya sinetron tidak selalu soap opera. Lebih tepat jika sinetron disebut sebagai kata lain dari serial televisi. Di AS, dikenal dengan istilah TV series. Soap opera merupakan salah satu genre dari TV series. Selain soap opera, ada banyak ragam lain TV series seperti police procedural atau di Indonesia dikenal sebagai film detektif, kemudian science fiction atau serial TV berbentuk fiksi ilmiah seperti Star Trek, Star Wars, dsb, lalu ada juga situation comedy atau sitcom, bentuk serial drama yang lebih menekankan pada unsur komedi.
Dalam sejarah pertelevisian di Indonesia, kita bisa lihat bagaimana sinetron tidak selalu berbentuk soap opera. “Losmen”, salah satu judul sinetron paling awal yang tayang di TVRI pada tahun 80-an mengangkat cerita keluarga pengelola losmen di Yogyakarta yang sarat dengan pesan moral dan edukasi. Ini tentu berbeda dengan soap opera yang cenderung fokus kepada konflik moral dan percintaan. Memang, pada dekade 1980-an, televisi masih dikontrol pemerintah di bawah rezim orde baru. Tidak ada persaingan kala itu karena hanya ada satu stasiun telvisi yang mengudara. Pada masa yang sama, ada juga sinetron berbentuk drama remaja berjudul “Aku Cinta Indonesia” atau ACI. Isinya pun sama, pesan moral dan edukasi.
ADVERTISEMENT
Jika sekarang sinetron identik dengan soap opera, mungkin diawali dari dekade 1990-an ketika TV swasta mulai diperbolehkan sehingga persaingan industri memicu konten-konten yang berorientasi lebih komersial. Mengutip dari website “Kincir”, sinetron dengan orientasi soap opera mulai muncul di RCTI pada tahun 1993 lewat serial drama berjudul “Hati Seluas Samudera” dibintangi oleh Anjasmara, Paramitha Rusady, Elma Theana, dan Jeremy Thomas. Sinetron ini mulai mengangkat konsep “menjual mimpi” seorang gadis biasa berjodoh dengan pria kaya raya. Ditambah lagi setting kehidupan perkotaan yang glamor serta penekanan cerita asmara dan konflik yang rumit. Ini sesuai dengan gambaran umum sinetron pada masa sekarang.
Sekarang kita beralih ke drama Korea atau drakor. Sama seperti sinetron, drakor sebenarnya terdiri dari beragam bentuk. Namun tentunya ada sederet judul drakor yang sukses dengan model soap opera. Beberapa judul populer beberapa waktu terakhir di antaranya “World of The Marriage” atau dikenal dengan “drakor tentang pelakor” karena bercerita tentang “perebut laki orang”. Lalu ada juga drakor berjudul “The Penthouse” bercerita tentang konflik moral dan percintaan di kalangan konglomerat. Kedua judul ini tayang di Trans TV pada tahun 2020 dan 2021 lalu.
ADVERTISEMENT
Sebelum membahas lebih lanjut, drama Korea yang dimaksud di sini adalah serial televisi produksi studio asal Korea Selatan. Mengutip website “Elle” dalam artikel “Korean Drama Renaissance Explained”, popularitas drakor dipicu oleh bermulanya rezim demokratis di negara itu pada tahun 1993 seiring dengan pertumbuhan ekonomi Cina. Dalam wawancara dengan Elle, Dr. Jung-Bong Choi, profesor sinematografi dari New York University menyebutkan bagaimana masyarakat Cina memilih drakor yang sesuai dengan nilai-nilai mereka ketimbang serial dari AS.
Sederet drakor berkualitas di luar tema soap opera pun sukses di pasar internasional. Kita bisa sebut beberapa judul seperti “Goblin”, drama fiksi dengan latar masa kerajaan di akhir milenium pertama dan masa sekarang, “Reply 1988”, serial dengan setting dekade akhir 1980-an tentang kehidupan remaja di pinggiran kota, hingga “Mr. Sunshine”, tayangan produksi 2018 dengan latar cerita masa transisi Korea ke bawah pendudukan Jepang diselingi kisah romantis gadis keluarga bangsawan dengan prajurit AS asal Korea.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir kita bisa lihat bagaimana drama Korea mulai memadati platform OTT internasional termasuk Netflix. Sejak 2017, Netflix memulai original production drakor melalui serial “Love Alarm”. Selanjutnya pada 2018, platform OTT asal AS ini berinvestasi senilai 348 miliar rupiah dari total budget 465 miliar rupiah untuk produksi serial “Mr. Sunshine”. Hingga tahun 2021 lalu, semakin banyak original production Netflix dengan judul Korea. “Squid Game” dan “All of Us Are Dead” merupakan dua di antaranya yang meraih sukses internasional.
Tidak mau kalah dengan Netflix, platform OTT Disney+ asal AS juga ikut menampilkan drakor. Pada Februari 2022, Disney Plus merilis “Snowdrop”, serial drama dengan setting pergerakan mahasiswa melawan rezim otoriter Korea Selatan pada akhir 1980-an. Serial produksi JTBC ini dibintangi oleh salah seorang personel musik K-Pop, Jisoo dari Blackpink. Film ini ditonton oleh penonton Disney+ di seluruh dunia dan meraih sukses internasional.
ADVERTISEMENT
Jika drakor sudah meraih sukses di berbagai belahan dunia, bagaimana dengan sinetron? Munculnya platform OTT internasional dengan kebutuhan konten lokal menjadi angin segar bagi perkembangan sinetron menembus pasar internasional. Platform OTT regional seperti WeTV asal Cina dan Viu asal Hongkong cukup konsisten memasukkan sinetron ke dalam daftar tayangannya. Mengutip dari website AkuratCo, dalam wawancara dengan Lesley Simpson, Country manager WeTV & Iflix, sinetron “Cinta Fitri” yang diproduksi kembali sebagai WeTV original production sukses menjadi trending di Malaysia, AS, dan beberapa negara lainnya.