Konten dari Pengguna

Amati, Tiru, dan Modifikasi

Hary Kresnawati
Praktisi Concern in Health Economic
3 Oktober 2021 21:34 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hary Kresnawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siang ini saya mendengarkan keluhan beberapa teman generasi Z mengenai postingan media sosial. Saya ingat salah satu teman saya menyebutkan, sungkan dan malas masuk grup karena adanya kesenjangan sosial. Ada juga yang menyebutkan karena banyak perbedaan cara pandang politik, sosiologi, dan lain-lain, termasuk sungkan melihat media sosial sebagai ajang pamer terselubung dalam bentuk postingan.
ADVERTISEMENT
Saya sendiri sudah lama tidak aktif berinteraksi di grup WhatsApp dengan teman-teman SMP maupun SMA. Kurang lebih sejak terseret pusaran pekerjaan berat, semua bentuk media sosial saya lepas walau saya tahu besar daya ungkitnya bagi ekskresi endorfin buat saya. Untuk itu untuk coping, saya bermain Facebook literasi maupun Instagram serta hobi lainnya sebagai moodbooster.
Mengenai status media sosial, sebenarnya sudah banyak artikel yang membahas mengenai hal ini sehingga tidak menjadi mainstream lagi. Tetapi, saya masih merasa gatal untuk kemudian tetap merasa perlu menganalisinya meskipun ala-ala pendapat saya.
Sepemahaman saya, memandang postingan para netizen di dunia maya itu tergantung persepsi kita masing-masing. Beberapa teori motivasi mengatakan, bahwa bagaimana orang lain bersikap kepada kita adalah tergantung bagaimana kita memandangnya. Sehingga dari suguhan status para netizen yang multikultural itu bisa diambil hikmahnya saja. Berpikir positif sehingga akan bermanfaat bagi para pembaca sesuai dengan hukum Law of attraction.
ADVERTISEMENT
***
Baiklah, mari kita dalami lebih luas fenomena status sharing keadaan/peristiwa di dunia maya. Secara hakikat mengunggah status belum tentu bermaksud pamer ingin menunjukkan posisi sosial ekonomi para pelaku dunia maya untuk mendapat penghargaan orang. Mengunggah status bisa jadi untuk curcol, sharing, berbagi pengetahuan kepada orang lain, apa pun risiko yang dapat diterima.
Beberapa hal yang menjadi latar belakang status terlihat beda tipis antara pamer dengan sharing, tetapi kembali kepada niat orang yang mengunggah status, atau bahkan persepsi netizen yang membaca. Memasang status untuk sekadar menunjukkan strata ekonomi sekarang (ini loh saya yang sudah menjadi hebat, ekonomi meningkat dsb), menunjukkan pola konsumsi menengah ke atas, barang-barang yang mewah dan mahal bahkan berfoto; menunjukkan kedekatan dengan tokoh ternama merupakan salah satu teori selling diri (personal branding) yang cukup jitu.
ADVERTISEMENT
***
Hikmah status yang berikutnya yaitu mengandung makna persuasif. Persuasif, promotif dan kalau skala besar dikenal dengan buzzer. Status yang memiliki makna menyuruh dan meneladani akan terasa lebih mengajak karena tidak bermakna menggurui. Bahkan dalam kepercayaan muslim direkomendasikan untuk saling berlomba lomba dalam kebaikan, dan nasihat menasihati dalam kebenaran.
Barangkali akan lebih mengena ketika pada postingan disebutkan, "Seperti biasa saya bangun pagi, mengambil air wudu untuk bersholat dan kemudian membaca Al-quran walau beberapa halaman. Juga tidak lupa mulai semua hal terkait ide ketika pagi hari, karena udara pagi lebih menginspirasi dengan jernihnya suasana." Akan terasa lebih tidak menggurui daripada mari kita bangun pagi, karena bangun pagi ditengarai akan membuka pintu rizki semakin besar bagi yang mempercayai.
ADVERTISEMENT
Atau pesan tentang sampah plastik, akan lebih mengena di hati ketika kita menunjukkan foto atau aktivitas orang sedang reuse, reduce dan recycle sampah plastik daripada sekadar informasi "Minimalkan atau bahkan jauhkan sampah plastik dalam kehidupan sehari-hari" seperti pesan voice di toko Gramedia yang digaungkan berulang.
Betul jika akan banyak persepsi yang muncul pula manakala ada teman kita yang menyetatus keberhasilan. Sebagai contoh: "Setelah berjuang berdarah-darah serta bercucuran peluh dan air mata, akhirnya dapat juga kukenakan toga ini. Bersama ayah dan ibuku yang sudah bersusah payah membiayaiku dengan segala daya upaya yang begitu berat bagi seorang tukang" atau "Setelah merintis usaha kue dari mulai berjualan eceran, dan menjajakannya di jalanan Alhamdulillah akhirnya saya menjadi seorang owner dari bisnis kuliner yang dikenal di sebuah kota besar", dan lain-lainnya.
ADVERTISEMENT
***
Bravo dan Alhamdulillah, Puji Tuhan… Tentunya kita menjadi kagum dan kepanasan dengan status atau postingan teman, kerabat atau saudara kita. Kalau kita panas dan iri berarti Anda normal. Secara psikologis melihat status dan postingan seperti itu kontan menaikkan hormon noradrenalin (hormon emosi karena merespons sesuatu). Hal ini yang sering menjadi salah satu pencetus sebutan stress melihat keberhasilan orang lain, padahal sebenarnya perasaan emosi karena menjadi iri dan kagum.
Di samping itu juga memunculkan hormon semangat seperti serotonin dan hormon bahagia yang lain, karena siapa pun orang yang membaca status positif secara manusiawi pasti ingin menjadi seperti orang itu atau berbuat seperti yang ada pada status tersebut, dan itu bagus. Itulah sisi positif yang harus kita ambil. Bukan iri kemudian menjadi sirik dan julid, ya.
ADVERTISEMENT
Coba kalau melihat status teman, sekolah lagi kemudian meraih prestasi, mendapatkan pekerjaan yang sesuai ekspektasi. Lalu kita ingin sekolah lagi, bagus bukan? Ada juga yang menyetatus sudah memberikan donasi atau bantuan kepada pihak lain baik perorangan maupun kelompok, lalu orang baca menjadi iri dan mencontoh, khoir juga bukan?
Atau teman kita menyetatus keberhasilan sudah berhasil menulis buku beberapa, menulis artikel yang ditayangkan pada berbagai media sosial, lalu orang baca kemudian iri, lalu mencontoh, itu bernilai amal bukan?
Sepanjang itu murni kebaikan yang dikerjakan lepas dari apa pun niat penyetatus. Bagi kita yang penting hikmah yang diambil, bukan julid status ekonomi/ sosial teman. Toh kesuksesan seseorang bukan dihitung dari pendapatan tetapi pendapatan setelah dikurangi dengan utang (versi akuntan).
ADVERTISEMENT
Maka berhentilah berpikir buruk, atau julid. Di situlah plagiarisme yang dilegalkan dan direkomendasikan. ATM (amati tiru dan modifikasi) yang dianjurkan bahkan diseyogyakan bagi kita yang meneladani teman kita sedangkan penyetatus yang menyebarkan kebaikan tentunya mendapat pahala.
Jika Anda pelakunya maka teruslah menyetatus dengan tujuan untuk menyebarluaskan kebaikan dan jika saya adalah yang baca saya akan meniru kebaikan yang sudah ditularkan teman saya serta berterima kasih kepadanya. Teruslah berbuat baik karena kebaikan itu menular.