Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Yang Dekat Dulu, Baru yang Jauh
20 Oktober 2021 8:44 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Hary Kresnawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Saya agak kecewa karena beberapa bulan ini tidak mendapat kiriman majalah sedekah dari suatu lembaga amal yang dikelola salah seorang ulama nasional. Saya ingat dulu pertama saya bergabung, karena mendapat masukan seorang pelanggan toko saya yang kasihan melihat saya memiliki anak ADHD.
ADVERTISEMENT
Beliau menyarankan saya mengisi formulir di majalah tersebut untuk kemudian rutin bersedekah. Diniatkan mohon kepada Allah supaya memberi kemudahan jalan keluar bagi anak saya, dengan syarat ikhlas dan percaya pada Allah. Dulu semangat ghiroh saya naik setiap mendapat majalah tersebut. Barokallah, ustadz.
Seiring berjalannya waktu saya semakin jarang mentransferkan sebagian rezeki ke yayasan tersebut, pertama karena malu nominal kecil (mestinya rasa ini tidak perlu). Kedua karena banyak orang di sekitar saya dan kerabat serta saudara lebih membutuhkan bantuan.
Cukup lama saya absen bersedekah kepada yayasan tersebut, sampai akhirnya majalah tersebut tidak hadir lagi. Saya menyadari sudah sewajarnya orang yang mendapatkannya adalah beliau-beliau yang sudah bersedekah rutin setiap bulan sebagai laporan atas transferannya.
ADVERTISEMENT
***
Bersedekah yang utama diberikan adalah kepada sanak keluarga, orang terdekat baru kepada orang lain. Tidak sampai hati juga jika mengetahui ada saudara lebih membutuhkan tetapi kita malah transfer kepada pihak lain. Kecuali jika orang di sekitar kita sudah tidak kekurangan. Ini hanya pembelaan saya saja yang pas-pas an.
Akhirnya diputuskan daripada transfer banyak pihak tetapi sedikit-sedikit lebih baik transfer ke satu atau dua orang tetapi mampu sedikit mengentaskannya dari kesulitan.
Ingat Om Charles yang dalam usia lanjut sudah sakit-sakitan, tidak memiliki anak isteri yang merawat, sementara hidupnya menumpang di salah satu saudara. Matanya katarak tidak bisa melihat, saya tidak dapat membayangkan bagaimana nelangsanya semua sendiri sementara tubuh sudah tidak kuat untuk bekerja.
ADVERTISEMENT
Ingat Tante Marni yang seorang diri menghidupi keluarga. Ingat Pakde-bude Romdah yang tidak memiliki siapa-siapa karena keunikannya, termasuk keluarga tetangga ataupun teman. Sementara anak satu-satunya tidak tinggal satu rumah, bahkan menantunya pun tidak akur dengan Pakde Romdah.
Betapa banyak yang harus diberi, belum sanak keluarga yang melahirkan, membantu membeli dagangan teman yang membutuhkan dan masih banyak lagi yang harus dibantu.
***
Pagi ini saya mendapat dua boks kiriman roti dari tetangga. Sementara di rumah, baru saja mendapat kiriman saudara, padahal sebelumnya kami sempat beli juga untuk camilan sendiri. Intinya kaya makanan sebutannya saat itu. Makanan numpuk, harus segera didistribusikan ke orang lain.
Suami membawa Roti yang berlimpah tersebut, tampaknya dia punya rencana entah mau diberikan kepada siapa. Ternyata dia berencana hendak memberikan kepada adik ipar (orang mampu) saat kami temui di jalan.
ADVERTISEMENT
Saya tahu suami sangat care kepada keluarganya walau sudah menjadi orang yang berada. "Jangan Yah, aku yakin anak-anaknya tidak suka makanan seperti itu. Sayang hanya digeletakkan saja, mubazir. Lebih baik diberikan kepada orang yang membutuhkan. Nanti coba dicari semoga ketemu yang tepat.”
Tidak lama kemudian, kami melewati seorang tukang pemungut sampah menggunakan gerobak. Tangannya yang keriput mengambil sampah dengan lemasnya. “Nah ini saja Yah” kata saya.Suami menurut, dibukanya kaca mobil dan berkata “Ini ada roti untuk Bapak.”
Sang Bapak bingung, tidak menduga apa yang terjadi. Sejurus kemudian beliau menerima roti tersebut dan berkata dengan penuh arti dengan tatapan yang sulit diterjemahkan “Maturnuwun…”
Bergemuruh rasanya dada ini, melihat pemberian kami yang begitu bermakna bagi seseorang yang sangat membutuhkan. Untung saja suami mau mendengar perkataan saya.
ADVERTISEMENT
Hal ini sama dengan yang terjadi beberapa bulan lalu, ketika saya yang baru mendapat tambahan penghasilan, menerapkan kebiasaan baru memberi kepada orang yang membutuhkan. Ketika itu saya naik motor dan mendapati seorang Bapak tua pencari rongsok berjalan menuntun sepedanya.
Bapak tersebut kelihatan orang baik yang tidak punya. Spontan motor dihentikan dan mengejar bapak yang sudah berjalan melewati saya. “Pak, ini kagem Bapak,” kata saya dengan logat Jawa.
Bapak tersebut memandang haru, tidak dapat berkata-kata. Hanya tatapan haru dan senyum lembut yang tersungging di balik kerutan wajahnya. Sambil membungkukkan badan dia berkata, “Maturnuwun….”
Cess.. rasanya hari itu saya mendapat durian runtuh, bahagia tak terkira. Sambil menahan air mata haru, ada rasa damai dan sangat haru menyelinap dalam hati. Tuhan… bahagianya hati ini, sekadar untuk berbagi.
ADVERTISEMENT
Sedekah sangat membantu orang lain, tetapi yang utama untuk orang-orang terdekat kita. Apalagi jika diberikan kepada orang yang sangat membutuhkan akan lebih berharga. Sedekah diukur dari seberapa besar manfaat bantuan kita kepada orang lain serta keikhlasan yang kita berikan.
Teruslah berbuat baik karena kebaikan itu menular.