Konten dari Pengguna

Keberhasilan Oppenheimer Didukung oleh Work-Life Balance

Afif Fadhlullah Azis
Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Jendral Soedirman
17 Agustus 2023 9:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Afif Fadhlullah Azis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Uji coba bom atom di Bikini Atoll, Kepulauan Marshall, AS pada 25 Juli 1946 Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Uji coba bom atom di Bikini Atoll, Kepulauan Marshall, AS pada 25 Juli 1946 Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Oppenheimer adalah seorang fisikawan teoritis dari New York Amerika Serikat yang mendapatkan gelar profesornya di Universitas California, Berkley pada tahun 1936. Kontirbusinya dalam mengembangkan ilmu fisika menelurkan karyanya yang diberi nama proses Born-Oppenheimer, Oppenheimer-Philips dan reaksi fusi nuklir.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1942 ia ditunjuk menjadi pemimpin riset Proyek Manhattan untuk mengembangkan senjata nuklir yang didanai oleh tiga negara gabungan yaitu Amerika Serikat, Britania Raya, dan Kanada.
Ia membangun fasilitas Los Alamos sebagai laboratorium riset dengan biaya lebih dari 7 juta dolar, di dalam fasilitas tersebut terdapat sekolah anak gratis, bar dan rumah untuk para ilmuwan beserta keluarganya.
Ia membangun fasilitas yang lengkap agar ilmuwan tidak memikirkan hal-hal di luar pekerjaan sehingga mampu memberikan 100% energinya untuk menunjang keberhasilan Proyek Manhattan.
Dalam sebuah percakapan bersama Leslie Groves, Oppenheimer mengatakan “Jika kita tidak mengizinkan para ilmuwan untuk membawa keluarga mereka, kita tidak pernah mendapatkan yang terbaik”.
Oppenheimer membangun kota kecil Los Alamos karena memahami konsep work-life balance atau keseimbangan dalam hidup dan bekerja yang berdampak pada semangat ilmuwan untuk mencapai target pekerjaan.
ADVERTISEMENT

Konsep Work-Life Balance

Ilustrasi kerja. Foto: Mallika Home Studio/Shutterstock
Konsep awal work-life balance muncul pada tahun 1800-an ketika ada hukum pembatasan jam kerja untuk buruh perempuan, lalu mulai berkembang pada tahun 1980-an karena serikat pekerja perempuan mengajukan petisi tentang jam kerja yang fleksibel dan cuti karena hamil.
Dewasa ini, konsep work-life balance tidak hanya untuk perempuan dan terbatas pada jam kerja yang fleksibel serta cuti hamil saja, namun diperluas ke area kesehatan jasmani, rohani dan keseimbangan dalam berkeluarga. Poin tersebut bertambah karena adanya kesadaran bahwa kondisi psikologi manusia perlu diperhatikan dengan baik.
Dalam jurnal yang berjudul Pengaruh Work-Life Balance, Burnout, dan Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan, diterangkan bahwa kehidupan yang seimbang dapat meningkatkan kualitas psikologi sehingga berpengaruh pada kualitas pekerjaan.
ADVERTISEMENT

Work-Life Balance Mampu Mengurangi Turnover Intention

Ilustrasi perempuan bekerja seharian di kantor Foto: Shutterstock
Studi yang dilakukan oleh Mahda Nurhabiba menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diberikan kepada pekerja mampu meningkatkan kualitas work-life balance sebanyak 24,5%. Dukungan sosial yang diberikan dapat berupa teman kerja yang support, organisasi yang support dan keluarga yang harmonis.
Pengaruh dukungan sosial terhadap kehidupan pribadi dapat meningkatkan kualitas kerja sebanyak 11,2%. Hal ini dikarenakan kehidupan pribadi yang menyenangkan dapat meningkatkan suasana hati sehingga mampu menjalani kegiatan sehari-hari dengan penuh semangat.
Selain itu fasilitas yang diberikan oleh perusahaan juga mampu meningkatkan motivasi sehingga dapat memaksimalkan potensi kerja. Dalam jurnal yang berjudul Pengaruh Fasilitas Kerja Terhadap Kinerja Karyawan fasilitas yang diberikan dapat berupa kelistrikan yang lancar, meja dan kursi kantor yang nyaman. Semakin lengkap fasilitas yang diberikan berbanding lurus dengan work-life balance, hal ini dikarenakan pekerja mampu menyalurkan kebutuhannya dengan baik sehingga memberikan kenyamanan terhadap tempat kerja.
ADVERTISEMENT
Dukungan-dukungan yang diberikan mampu mengurangi turnover intetion atau berpindah tempat kerja dikarenakan kelelahan psikis. Hal ini dapat menghemat cost perusahaan untuk merekrut kembali pekerja dan melatihnya agar mampu melaksanakan job desk-nya. Di samping itu, jika pekerja bertahan dan mampu mengembangkan dirinya maka akan menjadi keuntungan tersendiri bagi perusahaan dalam mencapai targetnya.

Keberhasilan Work-Life Balance

Ilustrasi kerja. Foto: Makistock/Shutterstock
Dengan melihat faktor PLIW (Personal Life Interference With Work) dan WIPL (Work Interference With Personal Life) masing-masing bersumbangsih terhadap peningkatan kerja sebanyak 43,9% dan 36,8% sehingga berdampak pada peningkatan keberhasilan perusahaan sebanyak 65,1%.
Dampak yang besar ini dipahami oleh Oppenheimer dengan membangun fasilitas Los Alamos di mana segala kebutuhan dipenuhi dengan baik. Ilmuwan dimanjakan dengan kedekatan keluarga, pendidikan anak gratis, dan taman hiburan sehingga mampu menyeimbangkan kebutuhan hidup dan meningkatkan performa kerja.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan kepemimpinan Oppenheimer dalam memahami konsep work-life balance dapat kita ketahui dengan terciptanya bom atom, di mana bom tersebut mampu mengakhiri perang dunia dua dengan lebih cepat.