Konten dari Pengguna

Pengaruh Propaganda Terhadap Persepsi Publik di Korea Utara dan Korea Selatan

Siti Afridatul Hafiyah
Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
17 November 2024 17:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Afridatul Hafiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Iliustrasi dibuat dengan AI Dreamina AI
zoom-in-whitePerbesar
Iliustrasi dibuat dengan AI Dreamina AI
ADVERTISEMENT
Sudah tidak asing bukan jika mendengar Korea Utara dan Korea Selatan, dua negara yang berada di satu semenanjung, tetapi memiliki sistem politik serta ideologi yang berbeda. Hal ini muncul akibat perbedaan ideologi antara dua negara tersebut yang mengakibatkan adanya propaganda. Propaganda merupakan suatu alat yang sering digunakan oleh pemerintah dalam mempengaruhi opini serta persepsi masyarakat, dengan cara mengarahkan atau memanipulasi suatu informasi yang membuat masyarakat menerima serta mendukung pandangan atau tidakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Propaganda di Korea Utara
Ilustrasi dibuat dengan AI Dreamina AI
Korea Utara sangat dikenal dalam penggunaan propaganda yang ekstream, yang dilakukan oleh pemerintah. Tidak hanya itu Korea Utara juga menggunakan sistem dinasti dalam kepemimpinan, yang dikenal dengan Dinasti Kim. Dimulai dengan kepemimpinan Kim Il-Sung yang merupakan pendiri dari negara tersebut, lalu dilanjutkan oleh sang putra yang bernama Kim Jong-Il, dan saat ini Korea Utara dipimpin oleh Kim Jong-Un.
Di Korea Utara, propaganda sudah menjadi bagian integral dalam kontrol negara terhadap rakyatnya. Pemeritah menggunakan berbagai metode dalam menyebarkan propaganda, mulai dari media massa, poster, pendidikan, hingga kegiatan publik yang terorganisir dalam membangun citra positif pemimpin serta negara. Tidak hanya itu, Korea Utara juga membangun narasi yang mengklaim bahwa negara mereka adalah benteng terakhir dalam melawan kapitalisme yang “kejam” serta “tidak bermoral” dari Barat, yang berpusat pada konsep Juche, atau kemandirian sosial. Dengan ini, propaganda di Korea Utara berfokus pada isolasi informasi, dikarnakan warganya yang tidak memiliki akses internet global bahkan saluran berita asing. Yang mengakibatkan mereka hanya dapat menerima informasi yang sudah diseleksi bahkan dimanipulasi oleh pemerintah guna membangun persepsi bahwa Korea Utara adalah negara yang paling unggul, serta menanamkan rasa takut akan ancaman dari musuh eksternal.
ADVERTISEMENT
Dampak dari propaganda ini sangat terlihat pada persepsi publik. Banyak warga Korea Utara yang berpikir pemimpinnya adalah seorang pahlawan dan pelindung bangsa yang tidak akan membiarkan negara tersebut terancam kehancuran. Keterbatasan informasi membuat orang-orang tidak mampu mencari pandangan alternatif, yang membuat mereka berkembang seiring dengan syak wasangka negara mereka bukanlah yang paling baik dan paling benar. Namun, di belakangan ini, mulai ada perubahan kecil akibat penyelundupan media asing, yang menggambarkan dunia kepada mereka secara berbeda.
Propaganda di Korea Selatan
Berbeda dengan Korea Utara, propaganda yang terjadi di Korea Selatan lebih halus dan kompleks. Pemerintah Korea Selatan menggunakan sistem propaganda yang tidak hanya digunakan dalam mempromosikan ideologi politik, tetapi juga digunakan untuk memperkuat citra positif negara di kalangan internasional. Pemerintah di Korea Selatan lebih terfokus pada promosi nilai-nilai seperti kebebasan, hak asasi manusia, serta kemakmuran ekonomi. Sejak periode perang dingin hingga modern, pemerintah menjadikan narasi anti-komunis sebagai dasar dari propaganda di Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan media Korea Selatan menggunakan kekuatan soft power melalui budaya populer seperti K-Pop, drama televisi, dan film untuk membangun citra negara yang modern, dinamis, dan terbuka. Selain itu, fenomena Hallyu atau Korean Wave sudah menjadi alat propaganda yang dipergunakan untuk memperkuat citra Korea Selatan sebagai pusat budaya dan inovasi di dunia. Dengan memanfaatkan media massa dan internet, Korea Selatan berhasil memposisikan dirinya sebagai negara yang inovatif, terbuka, dan memiliki soft power yang kuat di dunia internasional. Namun, narasi ini juga membentuk cara masyarakat memandang Korea Utara sebagai negara yang tertinggal dan berbahaya, memperkuat stereotip negatif tentang warga Korea Utara.
Persepsi publik di Korea Selatan cenderung lebih kritis dan terbuka, terutama di kalangan generasi muda yang memiliki akses tak terbatas ke internet dan media sosial. Namun, ini tidak berarti mereka bebas dari pengaruh propaganda. Misalnya, persepsi tentang Korea Utara sering kali didasarkan pada informasi yang diberikan oleh pemerintah dan media, yang menggambarkan negara tersebut sebagai ancaman besar dan pemerintahan yang represif. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terbuka, opini publik masih dapat dipengaruhi oleh narasi tertentu yang diciptakan oleh media.
ADVERTISEMENT
Dampak Jangka Panjang terhadap Persepsi Publik
Salah satu konsekuensi jangka panjang dari propaganda di kedua negara adalah persepsi yang muncul antara orang Korea Utara dan Korea Selatan. Di Korea Utara, orang-orang berusaha untuk melihat Korea Selatan sebagai boneka Amerika, penuh dengan ketidakadilan sosial dan pengkhianatan terhadap idealisme nasionalisme Korea. Sebaliknya, Korea Utara dianggap oleh orang-orang di Korea Selatan sebagai negara yang terbelakang, tertindas, dan terancam secara militer.
Tak terhindarkan, hal ini menyebabkan orang-orang di kedua negara memiliki sikap negatif terhadap satu sama lain. Bagi orang-orang Korea Selatan yang masih muda yang telah dibesarkan dalam media invasi dan budaya barat, Korea Utara mungkin dianggap sebagai tempat yang terasing dan tertutup, tetapi bagi orang-orang Korea Utara, Korea Selatan adalah musuh yang dibuang yang berkolusi dengan Amerika untuk menjadi anggota mereka.
ADVERTISEMENT
Perbandingan antara Dua Negara
Meskipun Korea Utara dan Korea Selatan menggunakan propaganda, tujuan dan strateginya berbeda. Korea Utara menggunakan propaganda untuk mengontrol warganya dan menjaga stabilitas rezim. Di sisi lain, Korea Selatan menggunakan propaganda untuk memperkuat citra positifnya di mata dunia dan memperkuat soft powernya melalui ekspor budaya (Hallyu/K-Wave).
Perbedaan ini menciptakan kesenjangan informasi yang signifikan. Masyarakat Korea Utara memiliki akses terbatas terhadap informasi dari luar negeri, sementara masyarakat Korea Selatan memiliki akses yang lebih luas ke berbagai sumber informasi. Hal ini memungkinkan masyarakat Korea Selatan memiliki pandangan yang lebih beragam meskipun terdapat unsur propaganda yang membentuk pandangan mereka terhadap isu-isu tertentu, terutama terkait Korea Utara.
Kesimpulan
Propaganda berperan penting dalam memengaruhi opini publik di Korea Utara dan Korea Selatan. Di Korea Utara, propaganda digunakan untuk menjaga kekuasaan dan stabilitas rezim. Di Korea Selatan, propaganda masih digunakan untuk mempengaruhi opini publik melalui soft power dan budaya populer. Meskipun lebih halus, pengaruh propaganda tetap terasa di sana. Di zaman informasi dan globalisasi sekarang, tantangannya bagi negara-negara adalah bagaimana mereka bisa menyesuaikan diri dengan perubahan akses informasi dan bagaimana warganya belajar untuk memilah informasi dengan bijak. Secara keseluruhan, pendidikan media dan transparansi informasi adalah kunci untuk memerdekakan masyarakat dari pengaruh propaganda negatif yang berlebihan. Oleh sebab itu, orang-orang dapat memiliki pandangan yang lebih obyektif dan kritis tentang dunia di sekitar mereka.
ADVERTISEMENT
*penulis adalah Mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Kom, FISIP UNTIRTA