Kekeliruan Pada Pengaplikasian Gamification

Agate Level Up
Gamification and learning solutions provider company based in Bandung. #GameYourWork
Konten dari Pengguna
30 Mei 2018 15:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agate Level Up tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gamification adalah fenomena besar-besaran yang mengakibatkan kelajuan pesat sistematis banyak perusahaan dalam bermacam-macam bidang. Namun, tahukah Anda bahwa sebenarnya terdapat lebih banyak percobaan gamification yang gagal daripada percobaan yang berhasil?
ADVERTISEMENT
Apa yang dikatakan Gartner?
Pada 2011 hingga 2012, gamification--baik di Amerika Serikat maupun seluruh dunia--terjadi sebuah ledakan tren bagi area marketing di berbagai bidang perusahaan. Gamification diakui berhasil membantu meningkatkan angka keterlibatan secara drastis dari seluruh elemen yang bersangkutan. Namun, di tengah-tengah hebohnya tren tersebut, sebuah firma riset dan konsultasi asal Amerika Serikat bernama Gartner mengumumkan sebuah temuan:
Yang dimaksud Gartner dengan kegagalan desain ialah banyaknya perusahaan yang asal menempelkan point dan badge. Kedua elemen dasar gamification tersebut lalu dianggap cukup untuk mengasilkan pendapatan. Padahal nyatanya, ketika kita tidak memiliki rencana yang sudah matang saat mengaplikasikan gamification, hal tersebut bisa dengan mudah menjadi senjata pemakan tuan.
ADVERTISEMENT
Hal-Hal yang Wajib Dihindari
Pada dasarnya, gamification tidak pernah gagal dalam hal pengaplikasian, melainkan gagal dimengerti. Jadi mari simak sejenak beberapa kekeliruan yang awam dilakukan perusahaan-perusahaan yang wajib Anda hindari.
Menganggap badge atau achievement sebagai reward
“It is not just throwing some badges on your website. Although badges are important, they are not the only thing we need.” -Gabe Zichermann
Seringnya, perusahaan melupakan bahwa inti dari badge adalah sebagai bentuk penghargaan bagi pengguna ketika mereka berhasil menjalankan atau menyelesaikan sesuatu yang penting. Para pengguna biasanya tidak memedulikan banyaknya badge yang mereka dapatkan, melainkan apa saja yang direpresentasikan oleh badge tersebut.
Contoh baik atas kegagalan seperti ini adalah perusahaan raksasa yang jangkauannya ke seluruh dunia, Google.
Dari yang diceritakan oleh Adam Kleinberg di iMediaConnection, kita dapat mengetahui bahwa Google sangat ingin memotivasi pengguna Google+ untuk membaca artikel-artikel mereka. Tentunya untuk alasan seperti pemasukkan yang mereka dapatkan dari iklan. Tetapi tahukah apa yang Google tawarkan sebagai insentif agar kita membaca artikel? Badge.
ADVERTISEMENT
Badge yang didapatkan para pengguna hanya untuk dipasang di profil Google+ tanpa maksud lebih apapun. Badge tersebut tidak bisa ditukarkan sebuah diskon, tidak dapat gunakan untuk apapun, selain Anda pajang. Dalam hal ini, apakah Anda akan merasa termotivasi untuk membaca banyak-banyak artikel karenanya? Kemungkinan besar tidak. Dan kesalahan yang terdapat di sini adalah mengira badge sebagai reward yang diinginkan oleh pengguna.
• Membuat gim yang terlalu ambisius atau tidak sesuai tujuan
Pada 2013, Marriott Hotel membuat sebuah gim yang sangat besar dan cukup rumit--seperti yang bisa dilihat di trailernya--untuk menarik perhatian dari calon tenaga kerja untuk inisiatif perekrutannya. Bisakah Anda bayangkan anggaran yang harus digunakan untuk mengembangkan gim tersebut? Dan apakah mereka bahkan bisa yakin semua pengeluaran tersebut bisa mendapatkan hasil yang imbang?
Sayangnya, Marriott Hotel mengingkari janji untuk merilis babak-babak baru untuk gim ini. Apa penyebabnya? Ya, sesederhana karena seluruh anggaran mereka hangus yang kemudian menghambat berlanjutnya pengembangan gim tersebut. Padahal, secara mekanik, gim yang dikembangkan layak untuk disebut bagus. Namun, ternyata masalahnya terletak pada kesalahan sasaran target audiens.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, agaknya Marriott Hotel lupa bahwa gim ini dirancang bukan untuk mencari keuntungan. Gim ini bukanlah gim-gim semacam produksi Zynga yang dapat menarik pendapatan melalui pemainnya. Gim ini tidak dilandasi bisnis sebagai objektifnya, melainkan murni dan gratis sepenuhnya demi merekrut tenaga kerja. Di sisi lain, para pengguna tidak mendapatkan pesan ajakan untuk bergabung dengan Marriott Hotel yang membuat proses rekrutmennya stagnan. Tidak heran jika langkah ini justru menyebabkan kerugian, bukan?
• Menggunakan gamification tanpa mengetahui alasan dan objektifnya
Kesalahan lain yang sering terjadi adalah bahwa perusahaan akan mencoba untuk mengaplikasikan gamification hanya karena hal tersebut merupakan strategi yang sedang tren dengan kemudahannya menghasilkan keuntungan. Padahal, akan lebih bijaksana bila Anda menggunakan gamification kalau jika Anda memiliki sebuah masalah dan yakin bahwa gamification-lah solusinya.
ADVERTISEMENT
Hindari penggunaan gamification sebelum bertanya ‘kenapa’.
• Kenapa harus menggunakan gamification?
• Kenapa konsumen akan memedulikan gamification tersebut?
• Kenapa strategi ini dapat menyelesaikan masalah?
Mundur sejenak dan cerna perlahan objektif dari pengaplikasian gamification. Karena kalau tidak, bisa saja perusahaan Anda menjadi salah satu angka dalam statistik perusahaan yang gagal mencoba gamification.
Untuk beragam informasi dan pembaharuan mengenai gamification, kunjungi blog Agate dan temukan seluk-beluk dan trik dalam pengaplikasian gamification yang lebih lengkap lagi!