news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bincang 'Santuy' dengan Pak Prabu soal KKN Desa Penari

Agaton Kenshanahan
Jurnalis Liputan Khusus kumparan
Konten dari Pengguna
2 September 2019 12:22 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agaton Kenshanahan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cerita 'KKN di Desa Penari' yang ramai di Twitter. (Foto: Twitter @SimpleM81378523)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita 'KKN di Desa Penari' yang ramai di Twitter. (Foto: Twitter @SimpleM81378523)
ADVERTISEMENT
Cerita KKN Desa Penari semakin melebar ke mana-mana. Dari sebatas utas di dunia maya, lalu jadi publikasi di media massa. Dua versi cerita utama, Widya dan Nur, berkembang sedemikian rupa.
ADVERTISEMENT
Versi Ilham pun mencuat, mengungkap keterangan yang bikin geleng-geleng kepala. Menurut versi kakak Ayu ini, desa KKN itu merupakan 'desa siluman' yang tak bisa dilihat manusia.
Menurut analisis semiotik penulisnya dalam cerita versi Ilham, kuncinya adalah tokoh tukang cilok yang ditemui Wahyu dan Widya saat mereka pergi ke kota. Tukang cilok itu dianggap tahu seluk-beluk hutan tempat KKN Desa Penari dihelat.
Belakangan, dedemit berwujud ular penunggu hutan tempat peserta KKN tinggal juga angkat bicara. Yap, Badarawuhi tak terima kalau dirinya dianggap sumber petaka.
Namun, tak lengkap rasanya kalau kita tak memberi kesempatan Pak Prabu, sang Kepala Desa Penari, untuk bicara. Sebab, salah satu tuduhan serius mengarah kepadanya.
Tak hanya itu, sarjana pertanian ini juga merupakan sosok kunci yang dianggap tahu segalanya, dari soal seluk beluk Desa Penari, dedemit hutan, hingga teori hiperrealitas Jean Baudrillard, lho. Penasaran?
ADVERTISEMENT
Berbekal kemampuan mengkhayal, saya menemui Pak Prabu lewat alam pikiran. Kami mengobrol sambil minum kopi 'lelembut' ala Mbah Buyut yang resepnya diturunkan kepadanya. Menurut sang kades, karena kopi itu laku di kalangan dedemit, Mbah Buyut kini membuka warung kopi di tengah hutan.
Mengetahui akan diwawancara malam itu, Pak Prabu tampil hypebeast dengan kemeja batik merek 'BaPe' (Baluran Ape). Kacamata 'Adidos' hitam bertengger di depan matanya. Tak lupa semua jarinya dipasangi cincin batu akik.
Tampil berwibawa dengan kumis yang agak mengintimidasi, Pak Prabu menjawab pertanyaan demi pertanyaan bincang fiktif ini. Tak ingin seperti Wahyu dan Anton yang nyeletuk sembrono di depannya, saya berhati-hati mengajukan pertanyaan pertama pada pria paruh baya ini.
ADVERTISEMENT

Beredar isu Bapak hoho-hihe dengan Ayu, apakah benar?

Astaga. Iya, benar. Beberapa kali Ayu memang datang ke rumah Bapak untuk konsultasi mengenai prokernya. Kadang-kadang ia datang dengan Bima, bocah sembrono yang ada main dengan dedemit hutan kae.
Sesekali kami hoho-hihe bertiga. Soalnya orang di desa ini 'kan suka bercanda. Jadi kalau lagi bertamu ke sini, saya, Ayu, dan Bima kadang-kadang hoho-hihe bersama.
Maksud sampean, hoho-hihe itu ketawa-ketawa bareng, 'kan?

Kabarnya sukma Bapak terjebak tinggal di sini dan ingin menggunakan Widya sebagai penggantinya. Karena itulah, katanya, Bapak mengizinkan mereka KKN di Desa Penari ini. Bapak bisa jelaskan?

Ini adalah tuduhan serius, ya. Saya tidak pernah merasa terjebak di desa ini dan tak pernah ada niatan menjebak Widya untuk tinggal menggantikan saya di sini.
ADVERTISEMENT
Saya tinggal di sini karena passion, ya. Saya kira perlu dipahami bahwa, sebagai warga dunia, kita harus hidup ramah lingkungan. Lihat, di sini warganya tidak ada yang pakai listrik yang berasal dari batubara. Kamu tahu batubara itu ngambilnya gimana? Kamu udah lihat dokumenter Sexy Killers belum, sih? Nonton dulu coba baru ngobrol-ngobrol soal ini.
Perihal mengizinkan KKN di sini, sebenarnya dari awal 'kan sudah diceritakan kalau mereka saya tolak. Tapi bocah-bocah bau kencur itu ngeyel. Eh, ke sini malah bikin masalah. Ya, mau bagaimana lagi?

Apakah betul desa ini tidak ada sebagaimana penuturan tukang cilok di kota?

Lho, Nak Mas, ini piye, tho. Lha, ini coba Mas lihat sendiri ke sekeliling ada enggak wujud desanya? Ini saya juga ada, tho, sebagai kepala desanya. Ibarat kata, mosok ada kepala tapi enggak ada wujud badannya. 'Kan ngeri, tho, Mas.
ADVERTISEMENT
Malah, desa ini viral di media sosial, 'kan?

Nah, justru itu, Pak. Apakah karena viral justru kenyataan desa ini cuma ada di medsos saja, Pak?

Nah, itu namanya hiperrealitas. Kalau Nak Mas pernah baca bukunya Jean Baudrillard mungkin paham.
Apa itu nyata? Apakah hanya semua kejadian yang terjadi di dunia yang Nak Mas alami sekarang? Atau juga sudah merambah ke narasi-narasi dunia maya yang telah bertengger di benak para pemercayanya? Semakin kita memproduksi narasi tersebut, semakin nyata itu ada di benak kita.
Contoh, apakah peta buatan para kartograf itu sesuatu yang nyata? Nyatanya, peta itu jadi kenyataan tersendiri. Ia tidak lagi menggambarkan bumi yang bentuknya bulat, justru peta itu ada, 'kan, dibikin datar biar mudah dibaca.
ADVERTISEMENT
Sama seperti cerita desa ini, sama seperti wawancara ini. Apakah wawancara ini nyata? Mungkin saja wawancara ini jadi realitas tersendiri, jadi narasi sendiri, walau tidak pernah benar-benar terjadi.
Sudah paham? Walaupun desa ini ada di pelosok timur dan saya lulusan sarjana pertanian, tapi saya juga ngerti filsafat dan pegiat literasi, lho. Biar kelihatan edgy, Mas.

Terakhir, Pak, adakah pesan untuk para remaja saat ini, terutama yang mau KKN di sini lagi?

Ya, pesannya sih satu, ojo kakean kencan total (jangan kebanyakan kencan total) lah kalau masih pacaran. Apalagi kalau sampai kencannya di sembarang tempat 'kan bahaya. Kita tidak ingin ada Ayu dan Bima lain di desa ini. Lebih baik menikah muda. Kayak saya dulu.
ADVERTISEMENT
---
Disclaimer: ini adalah wawancara fiktif yang bertujuan untuk menghibur.