Konten dari Pengguna

Diplomat Nigeria Memang Kebal Hukum, Tapi Tetap Bisa Kena Persona Non Grata

Agaton Kenshanahan
Jurnalis Liputan Khusus kumparan
12 Agustus 2021 17:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agaton Kenshanahan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Diplomat Nigeria berdamai dengan pihak imigrasi RI. Foto: Facebook Ditjen Imigrasi
zoom-in-whitePerbesar
Diplomat Nigeria berdamai dengan pihak imigrasi RI. Foto: Facebook Ditjen Imigrasi
ADVERTISEMENT
Kasus dugaan penganiayaan petugas imigrasi Indonesia terhadap diplomat Nigeria memang pelik. Kasus ini bisa menjadi preseden buruk dalam hubungan diplomatik apabila tidak ditangani dengan baik.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kita sebaiknya melihat kasus ini dari sisi hukum diplomatik dan perkiraan situasi di lapangan?

Duduk Perkara

Petugas imigrasi melakukan pengecekan atas laporan adanya WNA yang izin tinggalnya sudah habis. Pihak imigrasi menyebut saat WNA itu ditemui, petugas menanyakan paspor dan identitasnya.
"WNA tersebut marah dan tidak mau menyerahkan dokumen tersebut. Dia juga sempat menghardik petugas dan malah menantang untuk ditahan. Karena dia tidak kooperatif akhirnya dibawa petugas ke kantor imigrasi," kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI DKI Jakarta Ibnu Chuldun dilansir kumparan.
Saat di perjalanan menuju kantor Imigrasi, terjadilah peristiwa seperti di video di bawah. Pihak imigrasi mengaku petugasnya dipukul terlebih dahulu. Tindakan yang dilakukan pada video di bawah ini disebut sebagai upaya "mencegah WNA asal Nigeria itu kembali melakukan kekerasan".
ADVERTISEMENT
Barulah setelah sampai di kantor imigrasi, WNA tersebut mengaku diplomat dan menyerahkan Kartu Diplomatik Kedutaan Nigeria. Pihak imigrasi dan diplomat yang bernama Ibrahim Babani itu pun mengakui ada salah paham.
Kedua pihak akhirnya berdamai dengan disaksikan oleh Pimpinan Kantor Imigrasi Jakarta Selatan dan Duta Besar Nigeria. Demikian penjelasan Direktorat Jenderal Imigrasi di akun Facebooknya.

Perspektif Hukum Diplomatik

Secara umum, keberadaan diplomat di negara tempat bertugas diatur dalam Konvensi Wina 1961. Indonesia sudah meratifikasi konvensi tersebut melalui Undang Undang Nomor 1 tahun 1982.
Dalam konvensi tersebut diatur, seorang diplomat memiliki hak imunitas atau kekebalan di tempatnya bertugas. Bahkan kata immune, immunity, dan immunities yang berarti 'kekebalan/kebal' di konvensi itu jumlahnya sampai 32 buah.
ADVERTISEMENT
Di antara kekebalan tersebut adalah kebal dari yuridiksi pidana, perdata, dan administratif di negara tempatnya bertugas dan sudah diakreditasikan. Ada pengecualian, tapi hanya dalam 3 hal dan dapat Anda baca di pasal 31 paragraf 1.
Dalam pasal 29 juga disebut orang yang merupakan agen diplomatik tidak boleh diganggu-gugat. Ia tidak bertanggung jawab atas segala bentuk penangkapan dan penahanan. Negara penerima harus memperlakukannya dengan hormat dan harus mengambil semua langkah yang tepat untuk mencegah serangan apapun terhadap pribadi, kebebasan atau martabatnya.
Kekebalan itu juga berlaku bagi anak-istri diplomat tersebut. Selama mereka bukan warga negara dari negara penerima.
Tak heran jika ada demonstrasi di kedubes negara asing, yang dijaga polisi bukan demonstran, melainkan gedung-gedung kedubesnya. Karena gedung-gedung ini beserta properti di dalamnya juga kebal dari penggeledahan hingga eksekusi sesuai pasal 22.
ADVERTISEMENT
Pendek kata, diplomat Nigeria sepanjang mengikuti ketentuan pasal-pasal di atas tidak bisa ditangkap dan dibawa ke imigrasi. Ia juga tidak boleh diperlakukan sebagaimana yang terlihat di video.
Namun, hal itu tentu saja berlaku jika petugas imigrasi betul-betul mengetahui dari awal apakah pihak tersebut merupakan diplomat yang resmi bertugas di Indonesia. Sayangnya, mungkin kasus yang terjadi di lapangan tidak demikian.
Imigrasi mengeklaim diplomat Nigeria itu justru marah dan tak mau menyerahkan dokumen identitas dirinya. Jika memang itu adalah SOP yang diamanatkan UU dalam penanganan WNA, maka kasus ini murni salah paham.
Meski diplomat yang sedang berada dalam misi diplomatik memiliki imunitas, namun hal itu tidak membuatnya bisa petentang-petenteng atau seenaknya berbuat kriminal di negara penerima.
ADVERTISEMENT
Sebab, pada prinsipnya dalam Konvensi Wina 1961, kekebalan bagi misi diplomatik ditujukan "bukan untuk menguntungkan individu tersebut tetapi untuk memastikan kinerja yang efisien dari fungsi misi diplomatik sebagai perwakilan negara."
Selain itu, meski punya hak imunitas, diplomat dalam misi diplomatik juga wajib menghormati hukum dan aturan di negara penerima. Mereka juga wajib untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri negara penerima.
Diplomat memang tidak bisa dihukum pidana di negara penerima, tapi tidak kebal hukum negara pengirim. Artinya, diplomat Nigeria yang bertugas di Indonesia kebal hukum pidana RI tapi tidak kebal hukum dari negaranya sendiri.
Selain itu, adalah hak bagi negara penerima untuk tidak mengakui diplomat tersebut sebagai misi diplomatik. Negara penerima boleh kapanpun menyatakan persona non grata seorang diplomat tanpa menjelaskan alasannya sesuai pasal 9.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus seperti itu, negara pengirim harus memanggil diplomat tersebut dan mengakhiri misi diplomatik yang bersangkutan. Ia juga bisa dinyatakan non grata sebelum tiba di negara penerima.
Artinya, jika Indonesia berkehendak, diplomat Nigeria tersebut bisa dinyatakan sebagai persona non grata. Hak imunitas seorang diplomat juga bisa tanggal, tapi hal itu hanya bisa dikehendaki oleh negara pengirim diplomat tersebut.

Perlunya Kehati-hatian Pihak Imigrasi

Hak imunitas yang dimiliki diplomat dalam sebuah misi diplomatik ini cukup sakti. Pada 2015, diplomat Saudi yang sedang berada dalam misi diplomatik di India tersangkut kasus dugaan pemerkosaan terhadap dua karyawan asal Nepal yang bekerja untuk diplomat itu. Polisi India pun tak bisa berkutik atas tindak kriminal tersebut.
ADVERTISEMENT
Sang diplomat pun inisiatif pulang ke negaranya sebelum dinyatakan persona non grata. Pemerintah India meminta agar pemerintah Saudi menanggalkan imunitas diplomatik diplomat itu agar sang diplomat dapat diproses hukum. Namun, Saudi menolaknya. Diplomat itu pun bebas dari jeratan hukum India.
Karena saktinya imunitas diplomatik, ke depan pihak imigrasi mesti berhati-hati terhadap kasus-kasus macam diplomat Nigeria ini. Bisa jadi, sang diplomat ingin mengetes apakah hak imunitasnya sesuai Konvensi Wina 1961 itu dihormati di Indonesia.
Hal itu terlihat dari indikasi adanya permintaan diplomat Nigeria untuk ditahan sejak awal. Sang diplomat tahu ia tak mungkin ditahan atas hak imunitas yang dimilikinya.
Karenanya, kasus ini bisa menjadi pelajaran bahwa ke depan petugas imigrasi perlu klarifikasi lebih jauh apakah orang tersebut diplomat. Petugas juga perlu menjelaskan aturan-aturan terkait WNA di Indonesia yang kita asumsikan, karena saya tidak tahu detail situasi di lapangan, itu sudah dilakukan.
ADVERTISEMENT
Jika kasus 'diplomat Nigeria' ini justru terjadi karena sejak awal petugas imigrasi diduga agresif dengan tiba-tiba meminta identitas, bukan tidak mungkin sang diplomat ikut-ikutan ngegas. Apalagi dia kebal hukum.
Namanya juga di lapangan, apa pun bisa terjadi. Lihat saja preseden kasus kesalahpahaman antara petugas sekat PPKM Darurat dan anggota Paspampres beberapa waktu lalu. Hal itu terjadi lantaran adanya tindak agresif dari oknum tertentu.

Dampak Hubungan Antar Negara

Usai kejadian ini, Menlu Nigeria Geoffrey Onyeama melakukan protes keras ke Indonesia. Ia menyebut bakal menarik dubesnya yang ada di Jakarta untuk konsultasi.
Karena nila setitik, rusak susu sebelangga. Demikian sensitifnya hubungan diplomatik sebuah negara. Kemenlu RI sementara menyebut kejadian yang menimpa diplomat Nigeria itu sebagai insiden yang berdiri sendiri.
ADVERTISEMENT
“Insiden tersebut berdiri sendiri (isolated incident), sementara hubungan bilateral kedua negara sangatlah baik," ungkap juru bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, mengutip dari kumparan, Rabu (11/8).
Artinya, dapat ditafsir jika Kemlu tidak mengakui bahwa tindakan petugas imigrasi itu sebagai tindakan 'resmi' negara RI untuk memperlakukan diplomat Nigeria sesuai Konvensi Wina 1961. Kemlu agaknya berharap hal ini tidak memengaruhi hubungan kedua negara.
Namun sayangnya, petugas yang terlibat insiden ini adalah petugas negara di bawah naungan Kemenkumham. Karenanya, sikap resmi pemerintah diperlukan untuk memperbaiki situasi ini agar tidak merugikan RI berkaitan dengan hubungannya dengan Nigeria dan mengembalikan citra Indonesia dalam urusan tata laksana diplomatik.