Mengenal Cak Diqin, Penyanyi Campursari Top selain Didi Kempot

Agaton Kenshanahan
Jurnalis Liputan Khusus kumparan
Konten dari Pengguna
21 Januari 2020 0:44 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agaton Kenshanahan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cak Diqin. Foto: Facebook/Cak Diqin
zoom-in-whitePerbesar
Cak Diqin. Foto: Facebook/Cak Diqin
ADVERTISEMENT
Kalau setiap orang ditanya siapa penyanyi campursari yang paling dikenal saat ini, pasti jawabannya satu: Didi Kempot. Penyanyi berjuluk The Godfather of Brokenheart itu memang naik daun 'lagi' sejak viral di Twitter pertengahan 2019 silam.
ADVERTISEMENT
Tapi, mari kita jadi anti-mainstream sejenak dengan memperkenalkan penyanyi campursari lain yang tak kalah tenar pada zamannya. Namanya adalah Muhammad Sodiqin atau yang kerap disapa dengan nama panggung Cak Diqin.
Penyanyi kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur, 13 April 1964, itu juga punya lagu-lagu cinta menyayat hati layaknya Didi. Bedanya, kalau Didi Kempot bisa relate ke semua kalangan, Cak Diqin justru membawa pendengarnya ke level yang "berbeda".
Kita bisa menilik beberapa lagunya yang lebih dekat dengan realita cinta orang dewasa. Topiknya seputar polemik lamaran jodoh hingga menunggu jandanya seorang wanita. Beberapa lirik bernada vulgar tapi disampaikan tersirat.
Menariknya, kalau lagu Didi Kempot bisa bikin orang menangis dan ambyar hatinya, Cak Diqin justru mampu mengubah ironi cinta orang dewasa jadi bahan pengundang tawa.
ADVERTISEMENT
Daripada bingung dengan permisalan yang saya buat, mari kita bahas lagu Cak Diqin yang populer pada masanya. Dari 100-an lagu yang ditulisnya, berikut beberapa di antaranya yang menurut saya menarik.

Slenco

Ini adalah lagu paling tidak nyambung yang pernah saya dengar. Format liriknya, tanya-jawab 2 penyanyi. Tapi pertanyaan-jawabannya tak ada yang sinkron.
Penyanyi 1: Mas Kangmas namine sinten (Mas, mas, namanya siapa?) Penyanyi 2: Sak niki dintene Sabtu (Sekarang hari Sabtu) Penyanyi 1: Mas kangmas kesah ten pundi (Mas, mas, mau pergi ke mana?) Penyanyi 2: Sapi kulo pun manak pitu (Sapi piaraan saya sudah beranak 7)
Meski terkesan aneh, tapi di situlah jenakanya. Mungkin saja lagi mabuk kali, ya, yang jawab pertanyaannya.
ADVERTISEMENT
Jaka sembung bawa golok, enggak nyambung gobl*k! Begitulah cara presisi menggambarkan lagu ini.

Sepur Argo Lawu (Kereta Argo Lawu)

Berkebalikan dengan Slenco, lagu Sepur Argo Lawu justru nyambung sekali dalam artian berima. Lagu ini semacam kidung bersambung yang jadi lagu, coro jowo kasebut parikan.
Sepur sepur argo lawu (Kereta-kereta Argo Lawu) Mlayune menyang jokarto (Perginya ke arah Jakarta) Ancur-ancure atiku (Hancur-hancurnya hatiku) Bacut edan kowe ra tresno (Kepalang gila, tapi kamu tak cinta)
Seninya lagu ini yaitu penyanyi mampu menggibahi nama-nama kereta untuk mengungkapkan rasa. Cukup menggugah romansa!

Sido Rondho (Jadi Janda)

Lagu ini menceritakan penyesalan seorang wanita yang salah memilih jodoh. Ia tersakiti karena tak memilih dia, lelaki yang mencintai setulusnya, malah berujung menikahi ia yang durjana.
ADVERTISEMENT
Status janda menyertai sang wanita walau pernikahan belum lama dihelat. Untungnya, lelaki yang tulus mencintai sang wanita itu mau kembali padanya.
kowe lan aku mugo dadi jodone (kamu dan aku semoga berjodoh) ra keno prawane tak enteni randane (tak dapat perawanmu, kan kutunggu jandamu)

Cinta Tak Terpisahkan

Sebelum ikut dinyanyikan beberapa Orkes Melayu sampai Nella Kharisma, sebermula lagu ini dinyanyikan oleh penciptanya, Cak Diqin.
Layaknya cinta orang dewasa, lagu ini menuntut pembuktian cinta seorang pria. Tapi karena tak kunjung diberi kepastian, sang wanita mundur teratur, meski harus membohongi perasaannya sendiri.
Judulnya, sih, cinta tak terpisahkan. Tapi lirik dan kisah dalam lagunya penuh ketidakpastian. Hmm. Hayo, mirip seperti cowokmu, bukan?
Tragedi Tali Kutang (Tragedi Tali Beha)
ADVERTISEMENT
Ini adalah lagu yang cukup vulgar karena berani menjuduli dan memulai video klipnya dengan kutang (baca: Beha/BH) yang digantung.
Di sini, Cak Diqin mengisahkan pria yang menghadiahi pacarnya sebuah tali beha. Harganya Rp. 6.000 yang disebut mewakili cinta sang pria kepada ceweknya.
Namun sayang kisah cinta ini berakhir menyedihkan. Tali kutang bukti cinta itu dikembalikan karena ternyata sang cewek sudah dijodohkan dengan pria lain oleh orang tuanya.
Ndek biyen wis tak tukoke (Dulu kala sudah kubelikan) Wujud tali sak kutange (Seutas tali beserta behanya) Saikine la kok ilang sak slirane (Sekarang kok sudah hilang, beserta pemiliknya)
Tragis, tapi justru ingin tertawa kalau mendengar lagu ini.