Konten dari Pengguna

Awal Mula Fotografi di Hindia Belanda

Ageng Rachmad
Saya seorang mahasiswa aktif Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidIkan, Universitas Jember.
27 Juni 2024 15:13 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ageng Rachmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kilas- Awalnya fotografi hanya digunakan untuk mendokumentasikan benda-benda arkeologis, Seiring waktu, fotografi berkembang keranah komersial. Adanya fotografi dapat menjawab keingintahuan orang-orang luar akan Hindia Belanda sebagai daerah koloni.
Ilustrasi | Foto Freepik AI Image Generator
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi | Foto Freepik AI Image Generator
Sebelum fotografi muncul, banyak penjelajah Eropa yang merekam perjalanan mereka ke Hindia Belanda dengan tulisan dan tidak sedikit juga diselingi dengan sketsa gambar. Karya dari penjelajah Eropa seperti Franz Wilhelm, Isaac Groeneman dan C.W Mieling menjadi satu bukti bagaimana mereka menggambarkan Hindia Belanda dengan epik melalui catatan sketsa-sketsa.
ADVERTISEMENT
Kehadiran fotografi di Hindia Belanda pertama kali muncul pada medio abad ke 19 yang dibawa oleh seorang petugas kesehatan dari Belanda, Jurrian Munnich. Kementerian Koloni Belanda (Dutch Ministry of Colonies) pernah memerintahkan Munnich menjadi fotografer dalam ekspedisi ke pulau Jawa. Salah satu ekspedisi yang pernah tercatat tersebut berjudul “Verslag over-de photographie gedurende het tweede gedeelte mijner reis over Java 1842” yang ditulis oleh S. Munusche (saat ini terdapat di salah satu koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia).
Pertama kalinya fotografi digunakan untuk mengabadikan Candi Prambanan, kompleks Candi Dieng, dan Candi Borobudur. Uji coba pertama kali ini cukup sulit terutama untuk memperoleh kalibrasi yang tepat. Menurut Scott Merilles dalam catatannya, kesulitan memperoleh kalibrasi ini membuktikan bahwa iklim tropis di Hindia Belanda sangat mempengaruhi hasil fotografi. Akibatnya sebagain besar foto Munnich cukup mengecewakan.
ADVERTISEMENT

Studio Foto Pertama di Hindia Belanda

Pada 1844, Adolph Schaefer seorang fotografer Jerman yang memiliki studio foto di Den Haag, Belanda, memperoleh izin melakukan ekspedisi ke Hindia Belanda sebagai imbalan atas karya-karya fotografinya. Saat di Batavia, ia mendirikan studio foto yang bisa dibilang studio foto pertama di Hindia Belanda. Ia kemudian menyanggupi permintaan kolonial Belanda untuk mendokumentasikan relief-relief di Candi Borobudur. Schaefer terpaksa bekerja dalam keadaan primitif dengan alat seadanya sekaligus langsung dibawah terik matahari, iklim panas dan cukup lembab. Apalagi saat itu galeri Borobudur terlalu sempit untuk mendapatkan jarak yang diperlukan dari relief. Meski begitu, ia tetap berhasil mendokumentasikan 58 foto yang dapat dijadikan bahan penelitian arkeologi.
Setelah Schaefer, disusul oleh Isidore van Kinsbergen yang bekerja untuk mendokumentasikan benda-benda peninggalan Hindu-Budha dibawah naungan Batavian Society of Arts and Sciences. Ia berhasil memamerkan karya dokumentasinya dibeberapa negara Eropa sepanjang 1873. Dalam bukunya Dijk "Photographs of The Netherlands East indies, at the Tropenuseum", setelah sukses dengan foto-foto benda arkeologis, ia kemudian tertarik terhadap gaya fotografi potret (aliran fotografi yang merekam manusia). Dari gaya baru ini ia berhasil mendokumentasikan 4.145 foto orang Eropa yang tinggal di Batavia.
ADVERTISEMENT

Dari tujuan eksplorasi kolonial bergeser ke ranah komersial

Pemanfaatkan fotografi di Batavia tahun 1850-an mulai bergeser, dari awalnya ditujukan untuk tujuan eksplorasi kolonial beralih ke ranah komersial. Ini dapat dilihat dari maraknya fotografer keliling yang menawarkan keahlian mereka untuk memotret keluarga orang-orang Eropa di Batavia. Salah satunya ialah L. Saurman, seorang fotografer yang memiliki studio foto bernama Saurmans Daguerrian Gallery sekaligus ia menawarkan jasanya melalui iklan yang dipasang di koran Java Bode pada 22 dan 26 Januari 1853 (Java Bode pada 22 dan 26 Januari 1853).
Selain Saurman, Fotografer keliling yang menetap cukup lama di Batavia adalah Antoine Francois Lecouteux. Sepanjang 1854-1857 ia mendirikan studio foto Groot Photographisch Atelier van A. Lecouteux di Noordwijk, Batavia. Selama itu pula ia beriklan di Java Bode.
ADVERTISEMENT
Di tahun yang sama, Walter Woodbury dan James Page mendirikan studio foto bernama Woodbury & Page di Batavia. Beberapa cacatan menyebutkan bahwa studio foto ini menjadi studio foto komersial pertama dan paling sukses selama abad ke 19 (baca “JAKARTA (BATAVIA) dalam Foto Abad Kesembilan Belas”.
Keberhasilan studio foto di era itu membuka peluang besar modernisasi teknologi. Tidak hanya dipusat kota-kota besar di Jawa, gejolak fotografi juga menyasar pulau-pulau lain di Nusantara. Tahun 1870, Dane Krister Feilberg sampai di Danau Toba, Sumatera Utara dan mengambil foto-foto pertamanya. Kemudian disusul G.R. Lambert & Co, membuka cabangnya di Medan pada 1880 dari pusat studio fotonya di Singapura. Tak lama setelah itu mulai bermunculan fotografer Eropa di Sumatera bagian utara, seperti Heinrich Ernst, Carl Josef Kleingrothe, Herman Srafhell, yang kemudian membuka studio mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Perkembangan fotografi akhir abad 19 hingga awal abad 20, jumlah fotografer meningkat pesat. Setidaknya dalam satu kota besar di Jawa dapat ditemukan satu studio foto. Satu hal yang menarik dicatat di sini adalah mulai bermunculannya fotografer non-Eropa yang mulai mencari peruntungan di Hindia Belanda (Dijk: 14, 2014). Salah satu fotografer pribumi pertama bernama Kasian Cephas yang bekerja sebagai fotografer Kasultanan Yogyakarta. Saat itu raja yang berkuasa adalah Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Beberapa orang Tionghoa juga mengikuti jejak orang Eropa, mereka mulai menyasar bisnis studio foto. Bedanya, klien fotografer Eropa biasanya berasal dari elite kolonial dan elite pribumi, sementara fotografer Tionghoa lebih menyasar pasar kelas menengah dengan memasang tarif yang lebih murah.
ADVERTISEMENT

Referensi

Dijk, Janneke van. 2014. Photographs of The Netherlands East indies, at the Tropenuseum. Amsterdam: KIT Publishers. https://issuu.com/kitpublishers/docs/photographs_of_the_netherlands_east_indies
Intan, Daniek. “Fotografi di Hindia Belanda”. Jurnal Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 2, Oktober 2014. https://jurnal.ugm.ac.id/lembaran-sejarah/article/view/23806/15673
_____. 2020. “JAKARTA (BATAVIA) dalam Foto Abad Kesembilan Belas” https://theclassicphotomag.com/jakarta-batavia-in-nineteenth-century-photographs/ . Diakses pada 19 Juni 2024.