Konten dari Pengguna

Membalik Tantangan menjadi Peluang; UMKM Terus Berjuang di Tengah Pandemi

Agus Hidayatulloh
Santri yang sedang menyamar sebagai ASN/diplomat Kementerian Luar Negeri RI. S1 Sastra Arab Universitas Al-Azhar Cairo. S2 Kajian Timur Tengah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
20 Mei 2022 20:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Hidayatulloh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID19 telah menghantam berbagai kalangan masyarakat. Para pelaku UMKM tak luput dari terjangan pandemi tersebut. Sebagian pelaku UMKM mungkin memiliki simpanan yang cukup untuk memodali usaha lain, atau sekadar menyambung hidup, namun sebagian lagi betul-betul kesulitan menghadapi badai pandemi itu.
ADVERTISEMENT
Untuk menyiasati hal tersebut, tak sedikit pelaku UMKM memutar otak. Tantangan di depannya mungkin akan terus mengadang, namun dengan bekal kemauan keras maka semua dapat dilewati. Bahkan, tak sedikit yang kemudian justru mendapatkan cuan lebih banyak lagi.
Menekuni Jualan Online
Yusuf (32 tahun), pedagang batik di kota Pekalongan merasakan hal yang sama. Saat memulai usaha pada tahun 2017, jualan produk-produk batiknya terus menanjak. Beragam jenis batik diproduksinya, seperti daster dan sarung. Pelan-pelan jumlah tabungannya pun menanjak. Bahkan, pada 2018, ia telah mendaftar haji bersama sang istri tercinta, meski saat itu mendapatkan daftar tunggu tahun 2038.
Berbagai jenis bahan batik yang ditekuni Yusuf. (Foto: Agus Hidayatulloh)
Tak berselang lama Yusuf menikmati hasil usahanya, COVID19 menjadi pandemi di tanah air pada awal 2020. Dengan pengetatan pergerakan masyarakat dan turunnya daya beli masyarakat, jumlah dagangan Yusuf pun terjun bebas. Bahkan, pernah dalam satu pekan dirinya tidak mendapatkan order sama sekali dari pedagang di Yogyakarta yang biasanya memesan dalam jumlah banyak setiap pekannya.
Berbagai jenis batik yang menjadi sumber cuan Yusuf. (Foto: Agus Hidayatulloh)
Tak kurang akal, Yusuf mulai memanfaatkan smartphone-nya yang selama ini hanya dimanfaatkan untuk telekomunikasi atau hiburan. Ia pun bergabung menjadi member di salah satu online marketplace. Sedikit demi sedikit dagangannya pun terjual secara online. “Awalnya capek juga menjalani karena sebelum ini terbiasa berjualan dalam jumlah besar, kali ini harus melayani jualan 1-2 item per pembelian,” ujar Yusuf. “Namun apa boleh buat, sepertinya tidak ada jalan lain untuk menyambung hidup,” imbuhnya.
Para kurir menjadi andalan pedagang online seperti Yusuf. (Foto: Agus Hidayatulloh)
Ia pun menekuni penjualan retail secara online tersebut. Optimismenya semakin membuncah saat mengetahui bahwa di tanggal tertentu di setiap bulan terdapat promo besar-besaran dari marketplace, biasanya promo gartis ongkos kirim. “Terlebih saat Harbolnas (hari belanja online nasional) pada tanggal 12 bulan 12, saya sampai kewalahan melayani pembeli,” kisahnya girang.
ADVERTISEMENT
Hampir 2 tahun menggeluti jualan online, tak disangka tabungannya sudah cukup untuk membeli sebuah rumah idaman. Meski tak berada di pinggir jalan besar, rumahnya dengan luas tanah/bangunan 300/150 meter persegi dirasa cukup untuk dinikmati bersama istri dan seorang buah hatinya. “Berkah pandemi, saya malah mampu membeli rumah sendiri,” pungkasnya.
Pejuang Kantin Kementerian
Kantin Diplomasi di Kementerian Luar Negeri tampak mewah nan megah. Kantin yang diresmikan pada 2018 tersebut menjadi andalan para pegawai dan tamu Kementerian Luar Negeri yang tertawan lapar pada jam-jam kerja. Para pedagang di kantin itu pun terus bercuan. Sayang, pandemi COVID19 sejak awal 2020 membuyarkan bayang-bayang gelimang cuan.
Rabu (18/5/2022), suasana kantin terbilang sepi dibandingkan awal-awal diresmikan dulu. Hanya puluhan pegawai dan tamu yang duduk bersantap di ruangan bersuhu sejuk tersebut. Namun demikian, menurut Neni (40 tahun), seorang penjual Soto Betawi, kondisi tersebut jauh lebih baik dibandingkan saat awal pandemi menerjang hingga Kementerian Luar Negeri terpaksa menjalankan Working From Home (WFH). Tak kurang 75% pegawainya diminta WFH saat masa-masa puncak pandemi.
Neni berupaya bertahan di Kantin Diplomasi meski diterjang pandemi. (Foto: Wiryawan)
“Sekarang cukup ramai, Pak. Dulu waktu awal pandemi kita pedagang makanan di kantin diminta tutup hingga beberapa bulan,” ujar Neni. Neni sendiri telah bekerja di lapak Soto Betawi tersebut sejak tahun 2018 atau sejak Kantin Diplomasi diresmikan. Selain Neni, terdapat sekitar 20 orang pedagang aneka ragam makanan dan minuman yang mencari rezeki di kantin tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut Neni, masa awal pandemi di tahun 2020 merupakan saat terberat bagi dirinya dan teman-temannya. “Pembatasan pergerakan fisik dan penutupan sementara kantin membuat kami tak punya penghasilan sama sekali, padahal berbagai tagihan dan kebutuhan sehari-hari tetap berjalan,” katanya.
Para pedagang Kantin Diplomasi mencoba terus bertahan di tengah gempuran pandemi. (Foto: Wiryawan)
Untuk menyambung hidup, Neni terpaksa menjual beberapa barang miliknya. Ia sedikit beruntung karena sang suami masih dapat mencari nafkah guna meringankan beban hidup, sekalipun usaha warung sang suami di seputaran Roxy juga terkena dampak pemberlakuan PPKM.
Pelan-pelan, penanganan pandemi yang cukup baik membuatnya bisa bernafas lega. “Belakangan ini, rata-rata per hari ada sekitar 10 pelanggan membeli soto di sini, alhamdulillah,” ucapnya bersyukur. Meski saat ini belum mencapai jumlah pelanggan seperti sebelum pandemi, Neni sangat optimis usahanya di Kantin Diplomasi akan terus membaik.
ADVERTISEMENT
Memulai Usaha Baru
Pandemi COVID19 juga membuat beberapa orang terus berpikir kreatif untuk memunculkan berbagai inovasi model bisnis baru. Ada jasa resepsi virtual, undangan virtual, online shop, ghost kitchen, dan berbagai model bisnis lainnya yang jika ditekuni dapat menjadi sumber cuan. Bahkan, keuntungannya boleh jadi lebih besar daripada gaji saat masih menjadi karyawan.
Hal itulah yang dialami oleh sepasang suami istri asal Tangerang, Banten. Dikutip dari channel YouTube DAAI TV, Ananda Priyo memutuskan untuk berwirausaha setelah di-PHK oleh perusahaannya. Priyo bersama sang istri mencoba untuk membuat produk jahe merah seduh. Dalam menjalankan usahanya, aa memanfaatkan keahliannya sebagai design interior untuk membuat alat dan mesin produksi sendiri.
Ananda Priyo saat diwawancara DAAI TV. (Foto: Youtube Channel DAAI TV)
Dengan memanfaatkan model pemasaran berbasis reseller, bisnis yang hanya dijalankan dari rumah tersebut berhasil mendapatkan omset mencapai puluhan juta rupiah setiap bulannya. Bukan hanya itu, dengan sistem pemasaran tersebut, produk rumahan yang dibuatnya mampu menjangkau berbagai wilayah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Semua keberhasilan tersebut ia mulai dari nol. Menurutnya, proses produksi jahe merah seduh merupakan pekerjaan baru dan sangat berbeda dengan apa yang sebelumnya ia lakukan saat masih jadi karyawan. “Semua proses produksi ini bisa dilakukan karena adanya kemauan untuk terus belajar,” katanya bersemangat.
Tentu saja, pada saat memulai usaha, ia bersama istrinya mengalami berbagai kendala, utamanya dalam hal penjualan. Berbagai inovasi pun ia kembangkan untuk menarik minat konsumen. “Salah satunya memberikan tampilan kemasan yang kekinian dan eye catching,” ujarnya mengupas rahasia. Bahkan, keduanya juga berhasil mengembangkan produk jahe merah seduh yang bisa diminum secara dingin. Inovasi ini terbilang baru bagi konsumen karena jahe biasanya perlu diseduh dengan air panas.
Produk jahe merah dengan berbagai varian rasa. (Foto: Youtube Channel DAAI TV)
Untuk memulai suatu bisnis baru, kemauan untuk belajar menjadi modal utama yang harus dimiliki. Seperti yang dilakukan Priyo, ia harus terus belajar untuk memasak jahe merah menjadi minuman seduh yang enak untuk dinikmati. “Tidak ujug-ujug langsung diterima konsumen begini,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menjalin relasi juga menjadi poin penting yang tidak bisa ditinggalkan. Priyo dan istri pun belajar membuat jahe merah dari temannya yang sudah berhasil memproduksi minuman serupa. Selain itu, penggunaan strategi pemasaran berbasis online dapat meningkatkan omset penjualan.
Bagi mereka yang saat ini masih menjadi karyawan, berkaca dari kasus PHK massal saat pandemi COVID19, mulai sekarang perlu belajar melek finansial dan tidak hanya bergantung pada satu sumber pendapatan. Tidak ada yang tahu kelak badai pandemi apalagi yang dapat terjadi di masa depan. Tidak ada salahnya juga untuk mulai belajar berwirausaha saat masih menjadi karyawan.
Pada akhirnya, bagi sebagian orang, pandemi COVID19 justru malah menjadi titik balik perbaikan ekonomi. Bukan hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tapi juga untuk orang-orang di sekitarnya. Mungkin inilah yang disebut bahwa di dalam kesulitan pasti ada kemudahan. Pandemi ataupun PHK bukanlah akhir dari segalanya. Sebaliknya, bisa dibalik menjadi awal dari keberhasilan baru, asal terus diperjuangkan.[]
ADVERTISEMENT
Penulis: Wiryawan Prah Utomo, Sjifa Amori S, I Nyoman Try Sutrisna, Agus Hidayatulloh.