Konten dari Pengguna

Peserta Didik Butuh Alasan

Agi Julianto Martuah Purba
Seorang Guru Bahasa Inggris di Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
29 Januari 2024 7:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agi Julianto Martuah Purba tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi guru dan murid. Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi guru dan murid. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
“Akan sangat mudah bagi kita melakukan sesuatu jika memiliki alasan untuk melakukannya.”
ADVERTISEMENT
Sepenggal kalimat ini sangat relevan dengan apa yang terjadi hari ini kepada peserta didik di ruang-ruang kelas. Umumnya, kita tidak perlu dijelaskan panjang lebar mengapa kita harus belajar.
Ya, belajar adalah jalan panjang untuk menjadi manusia yang lebih baik, berwawasan, dan maju. Semua disiplin ilmu yang dipelajari tentu memiliki tujuan dan manfaat untuk membuat peserta didik lebih baik di bidang itu pada realita kehidupan sehari-hari.
Namun, pertanyaan yang terlihat receh ini sangat perlu kita renungkan hari ini.
Peserta didik bisa mendapatkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya di internet. Internet of all things, benar-benar terjadi dan dimanfaatkan oleh semua elemen masyarakat, termasuk peserta didik.
Tidak ada lagi alasan peserta didik tertinggal mengenai informasi-informasi yang tergolong sebagai ilmu pengetahuan ataupun hanya sekadar informasi biasa. Hal ini bisa dikecualikan kepada peserta didik yang berada di daerah 3T (Tertinggal, Terdalam, dan Terluar).
ADVERTISEMENT
Namun, sebuah survei penggunaan smartphone di negeri tercinta ini berhasil memukau. Adalah hasil penelitian komprehensif yang dilakukan oleh Cambridge International yang merupakan bagian dari Universitas Cambridge memperlihatkan kualitas pendidikan sekolah di seluruh dunia untuk pelajar dan guru.
Siswa Indonesia menduduki peringkat tertinggi secara global selaku pengguna ruang IT/komputer (40%) di sekolah. Indonesia juga berada di posisi tertinggi setelah Amerika untuk penggunaan komputer desktop (54%), dan lebih dari 67% pelajar Indonesia menggunakan smartphone di dalam pelajaran kelas, bahkan lebih sering untuk mengerjakan pekerjaan rumah (81%).
Dapat diartikan bahwa kemampuan peserta didik dalam mengelola penggunaan internet secara pribadi dan untuk keperluannya pribadi tidak perlu dipertanyakan lagi. Tentu mereka lihai dalam menggunakan internet karena mereka memiliki alasan. Ingin tahu dan ingin dapat jawaban dari hal yang dipertanyakannya.
ADVERTISEMENT
Apalagi peserta didik bisa melihat banyak tokoh publik (public figure) yang tersohor yang dapat menguasai satu hal tanpa terikat dengan sekolah. Ada sosok yang bisa belajar hampir 5 bahasa asing dengan belajar secara otodidak dari platform YouTube. Pastinya, ini menjadi alasan kuat yang mendukung argumennya tentang kegiatan belajar itu sendiri.
Lalu, jika mereka begitu sangat dimanjakan dengan layanan internet yang tersedia di mana pun dan kapanpun, mengapa mereka perlu belajar lagi di ruang kelas dan mendengarkan materi yang disampaikan guru yang mungkin saja sudah mereka ketahui lebih rinci dari internet?
Jika kita sebagai guru tidak bisa menjawab atau memberikan mereka alasan, maka jangan terkejut mengetahui bahwa dalam statistik belajar mandiri hanya 30% peserta didik yang meluangkan waktu 1 jam/hari untuk belajar sebagaimana survei yang dilakukan Zenius kepada 1340 responden pelajar di seluruh pelosok Indonesia. Miris.
ADVERTISEMENT
Receh namun inilah bagian krusialnya. Peserta didik butuh tahu alasan mengapa mereka harus belajar. Jika guru bercerita dengan maksud membandingkan sulitnya untuk bersekolah pada zamannya dibandingkan pada zaman saat ini, sudah terlalu biasa dan peserta didik sudah dapat membaca hal itu. Mereka perlu alasan yang akan menjawab keresahan mereka.
Dalam pengamatan saya, terdapat dua sudut pandang terkait hal ini. Tentunya guru dan peserta didik.
Pertama, guru sebagai sosok yang dilihat sebagai model dalam aktivitas pembelajaran, perlu untuk menggali kreativitasnya untuk membuat satu studi kasus mengapa siswa perlu untuk belajar. Guru harus dapat merelevansikan manfaat dari belajar dengan zaman dan problematika di mana peserta didik hidup.
Contohnya, peserta didik bisa saja belajar bahasa Inggris dari YouTube mengenai pronunciation, grammar, dan lainnya. Namun, peserta didik tidak akan mendapatkan beberapa life skill yang amat berharga.
ADVERTISEMENT
Kesabaran dalam proses. Belajar bersama di ruang kelas dengan beberapa peserta didik lain, tentu bisa menjadi hambatan bagi mereka yang cepat paham dan memiliki daya tangkap di atas rata-rata. Di lain sisi, dengan situasi demikian peserta didik seyogyanya bisa paham bahwa memahami sesuatu yang, katakanlah, materi pembelajaran, setiap peserta didik berbeda-beda. Peka terhadap sosial.
Bukannya tidak boleh untuk mengeksplor dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapatkan di sekolah dengan mengoptimalkan internet, sejalan dengan itu konsep dan program “Merdeka Belajar” mendukung hal tersebut.
Peserta didik dapat secara merdeka belajar dan menambah pengetahuan mereka dengan menggunakan media referensi apa saja. Namun, bukan berarti mereka dapat merasa paling tahu dan menjadi enggan untuk belajar dan berbaur dengan peserta didik yang lain lagi.
ADVERTISEMENT
Kedua, sebenarnya poin pertama sudah memberi gambaran tentang poin kedua. Peserta didik memiliki kebebasan untuk mengeksplor pengetahuannya dengan memanfaatkan referensi lain. Namun, perlu dipahami bahwa walaupun mereka sudah memahami suatu materi, tetap saja pemaparan dan studi kasus yang diberikan punya sisi dan nilai yang berbeda. Dari sanalah lahirnya pembelajaran yang berkelanjutan.
Jika peserta didik paham suatu materi, dia dihadapkan dengan persoalan-persoalan yang berbeda. Ditambah lagi dengan diskusi-diskusi yang selalu saja mampu untuk mempertajam suatu pemahaman mengenai sesuatu. Diskusi, umpan balik, dan refleksi pembelajaran hanya dapat didapatkan di ruang kelas bersama guru.
Hal inilah yang seyogyanya bisa direfleksikan oleh kita sebagai seorang guru. Mengapa peserta didik harus belajar materi saya? Mengapa peserta didik harus belajar bersama saya? Mengapa!(*)
ADVERTISEMENT