Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Mampukah Media Sosial Memengaruhi Kinerja Otak Kita?
26 November 2021 11:07 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari AGNES DAMARELA KORIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kita semua tentu mengetahui bukan bahwa media massa memiliki posisi yang penting pada kehidupan masyarakat, akibatnya media massa ditempatkan sebagai komunikasi massa yang berperan menjadi komunikator dan agen of change, menjadi pelopor perubahan dalam lingkungan publik yang dapat mensugesti khalayak melalui pesan berupa isu, hiburan, pendidikan juga pesan-pesan lainnya, serta bisa dijangkau masyarakat secara luas.
ADVERTISEMENT
Sebagai bentuk dari pentingnya media dapat dilihat dari pengaruh yang dirasakan oleh khalayak, mulai dari aspek kognitif, afektif, sampai konatif dari media massa dan akibat positif negatif dari media sosial. Media massa meliputi media cetak, media elektronik serta media online.
Membicarakan mengenai mana yang lebih menarik perhatian masyarakat di antara media massa di atas, media sosial yang merupakan salah satu bagian dari media online tersebut sekarang ini lebih aktif dalam mengalihkan perhatian masyarakat daripada media massa lainnya sehingga fokus masyarakat hanya akan tertuju pada media satu ini.
Pada dasarnya media sosial merupakan salah satu bentuk kemajuan dari teknologi-teknologi baru berbasis internet yang memudahkan semua orang untuk dapat berkomunikasi, berpartisipasi, saling berbagi dan membentuk sebuah jaringan secara online, sehingga mereka dapat menyebarluaskan konten yang mereka kehendaki.
ADVERTISEMENT
Ditinjau dari pengertian media sosial yang sudah dipaparkan dapat diinterpretasikan bahwa semua orang bebas memberikan pendapat, saling melempar komentar, menyebar banyak sekali informasi di sana. Namun, hal inilah yang menjadi masalahnya, sangat disayangkan bahwa media sosial tidak memiliki pengawas untuk senantiasa mengawasi berbagai macam hal yang dibagikan dalam melakukan interaksi. Yang benar saja! Kita perlu memperhatikan hal ini bukan?
Hal ini memicu munculnya cyber bullying. Cyber bullying merupakan salah satu bentuk kegagalan dalam pemanfaatan teknologi informasi yang merugikan atau menyakiti dan melecehkan orang lain dengan sengaja secara berulang-ulang. Cyber bullying dapat terjadi pada individu atau kelompok yang saling mengenal maupun yang tidak saling mengenal. Ditinjau dari sudut pandang neurosains, ada beberapa area otak yang terlibat langsung dalam proses perilaku bullying ini, baik dari pembentukan pelaku bullying maupun perubahan yang terjadi pada korban bullying. Lalu apa hal ini benar-benar membawa pengaruh besar bagi kita? Ya, tentu.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa bagian otak yang terpengaruh akan hal ini.
Bagian otak yang terlibat dalam bullying adalah korteks prefrontal. Ini adalah bagian otak yang mengatur karakter seseorang, terutama dalam hal pertimbangan moral, pengambilan keputusan, perencanaan, dan perilaku sosial. Korteks prefrontal adalah bagian otak yang terletak di belakang tulang frontal. Korteks prefrontal berkaitan erat dengan amigdala dan hipokampus, karena fungsi-fungsi tersebut, memori yang tersimpan di amigdala dan hipokampus menjadi dasar pertimbangan. Jadi jika bagian ini terkena bullying, tentu fungsi eksekutif engsel juga akan terganggu.
Bagian otak selanjutnya yang terlibat langsung dalam proses bullying adalah amigdala. Amigdala adalah bagian jaringan saraf berbentuk almond yang terletak di kedua sisi lobus otak. Orang normal memiliki dua amigdala dan satu amigdala di setiap sisi otak. Mereka dianggap sebagai bagian dari sistem limbik otak, yang bertanggung jawab atas emosi, naluri bertahan hidup, dan memori.
ADVERTISEMENT
Antara lain, peran amigdala adalah memberikan respons pertama terhadap rangsangan sensorik yang berpotensi berbahaya. Penurunan aktivasi stimulasi sensorik keengganan dan peningkatan regulasi keamanan adalah fitur penting dari lingkungan yang mendorong perkembangan normal amigdala. Ini berarti bahwa amigdala akan mengaktifkan respons bertahan hidup di lingkungan yang sesuai tanpa terlalu aktif. Bullying dapat meningkatkan rasa takut dan menyebabkan amigdala menjadi sangat aktif (Viding, McCrory, Blakemore, dan Frederickson, 2011). Karena kurang stimulasi korteks prefrontal, overaktivasi amigdala dapat menyebabkan peningkatan stereotip rasial (Phelps et al., 2000).
Tidak cukup hanya pada kedua bagian itu, ternyata ada bagian lainnya yang juga dipengaruhi.
Bagian otak yang ketiga adalah hipokampus, yaitu bagian otak yang terletak di lobus temporal. Manusia memiliki dua hippocampus yang terletak di kiri dan kanan. Hippocampus adalah bagian dari sistem limbik dan berperan dalam aktivitas memori dan navigasi ruangan. Hippocampus adalah sumber daya untuk memori jangka pendek, penyimpanan memori baru, neuroplastisitas, dan neurogenesis. Perkembangan hipokampus yang baik sangat penting untuk pematangan efektif seluruh sistem saraf.
ADVERTISEMENT
Lingkungan yang keras dan stres yang kuat atau jangka panjang dapat menyebabkan produksi kortisol yang berlebihan, yang berdampak buruk pada fungsi hipokampus. Sebuah studi baru-baru ini oleh Rosanne Thomas dan rekan mengkonfirmasi hal ini, mereka menemukan bahwa paparan stres psikologis akut (seperti bullying) mengurangi tingkat kelangsungan hidup neuron baru (neurogenesis) di hippocampus (Thomas, Hotsenpillar, & Peterson, 2007).
Dari fakta tersebut ditemui bahwa beberapa perilaku manusia sangat berhubungan langsung dengan masa lalu yang pernah dialaminya. Pengalaman paling umum terkait bullying di masa lalu adalah kekerasan, baik itu kekerasan fisik atau verbal, kekerasan dalam rumah tangga, atau kekerasan antar teman yang dialaminya semasa kecil. Dibandingkan dengan orang lain yang tumbuh di lingkungan yang aman dan tanpa kekerasan, para pelaku bullying bisa dikatakan telah mengubah mentalitasnya.
ADVERTISEMENT
Memori kekerasan yang mereka simpan di otak dan ketakutan yang mereka kumpulkan di amigdala dan hippocampus mengurangi stimulasi korteks prefrontal, membuat mereka sulit bagi orang biasa untuk membuat keputusan, dan sulit bagi mereka untuk memilih antara yang baik dan yang buruk. sebuah pilihan. salah. . Beberapa dari mereka percaya bahwa bullying adalah solusi yang tepat untuk mempertahankan status mereka.
Maka, sebagai milenial, kita perlu mulai lebih memperhatikan bagaimana menjadi bijaksana dalam memanfaatkan kemajuan yang satu ini bukan?
REFERENSI :
Analysis of associations between emotions and activities of drug users and their addiction recovery tendencies from social media posts using structural equation modeling. https://bmcbioinformatics.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12859-020-03893-9
The effect of mindful attention training for pain modulation capacity: Exploring the mindfulness–pain link
ADVERTISEMENT
Noga Tsur,Ruth Defrin,Chiara S. Haller,Katherine Bercovitz,Ellen J. Langer
First published: 30 September 2020 https://doi.org/10.1002/jclp.23063
Rossouw, The Late Pieter. (2012). Bullying: a neurobiological perspective.. Neuropsychotherapy in Australia. 3-9
https://www.researchgate.net/publication/257815741_Bullying_a_neurobiological_perspective
A Mayfield(2008). What is social media
https://indianstrategicknowledgeonline.com/web/mayfield_strat_for_soc_media.pdf