Konten dari Pengguna

Dari Sekolah ke Panggung Kerja: Warisan Kartini untuk Perempuan Indonesia

Damelia Agnes D Tampubolon
Mahasiswi Media dan Jurnalisme Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta
14 April 2025 13:02 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Damelia Agnes D Tampubolon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Raden Ajeng Kartini. Sumber Foto: pixabay/Arivle One
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Raden Ajeng Kartini. Sumber Foto: pixabay/Arivle One
ADVERTISEMENT
Raden Ajeng Kartini adalah seorang pahlawan yang berjuang untuk perempuan. Kartini berjuang dengan gigih terhadap hak-hak perempuan sejak tahun 1917. Munculnya kontroversial dari berbagai pihak menjadi hambatannya. Walaupun demikian, Kartini terus berjuang agar kaum perempuan lepas dari penderitaan.
ADVERTISEMENT
Tidak heran, perjuangan Kartini perlahan-lahan membuahkan hasil. Kartini berhasil mendirikan sekolah dan organisasi pergerakan perempuan. Atas perjuangan Kartini, Indonesia memeringati hari Kartini setiap tanggal kelahiran tepatnya 21 April. Selain mengenang jasa-jasa Kartini, peringatan tersebut juga sebagai peringatan agar bangsa Indonesia terus berjuang untuk mendapatkan hak-hak yang semestinya.
Dilansir dari buku yang berjudul Kartini, karya Abidah El Khalieqy menjelaskan tentang pemikiran kartini akan pendidikan yang sangat diperlukan. Baginya, pendidikan adalah proses pembelajaran yang memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu.
Dengan demikian, Pendidikan dapat mengubah cara pandang dan sikap individu terhadap batas kesetaraan perempuan. Selain itu, pendidikan juga tempat untuk mendapatkan keterampilan yang dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya perempuan berhadapan dengan batasan pendidikan, kini pendidikan dapat diakses dengan mudah. Perempuan tidak harus sembunyi lagi. Tidak ada larangan selagi ada kemauan.
Perempuan juga dapat mengikuti program beasiswa dari pemerintah maupun perusahaan untuk mengacuh pendidikan. Bahkan, masyarakat yang kurang mampu mendapat akses dari pemerintah melalui program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah). Sungguh, perjuangan Kartini akan pendidikan terbilang berhasil dengan memuaskan.
kemajuan akses pendidikan memang sudah terasa tetapi kesetaraan gender di dunia kerja masih menjadi isu yang relevan hingga per hari ini. Pemikiran-pemikiran tentang kepemimpinan masih menjadi hambatan bagi perempuan. Sebagai bangsa yang berkembang, kita perlu meninjau ulang sejauh mana kesetaran gender telah berhasil dicapai. Tidak berhenti disitu, tantangan-tantangan untuk menembus batasan dunia kerja pun perlu ditinjau.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia komunikasi, D Ruben (1975) menyatakan bahwa komunikasi sosial adalah dasar dari proses fenomena melalui norma dan konsekuensi simbolisasi masyarakat. Dalam dunia kerja, konsekuensi diberlakukan untuk mendisiplinkan karyawan.
Namun nyatanya, terdapat norma yang tidak sinkronisasi dan justru membatasi langkah positif dari perempuan. Stereotip gender, seperti anggapan bahwa laki-laki lebih berhak menempati posisi kepemimpinan masih terjadi hingga sekarang. Sebenarnya, masalah tersebut masih dapat diatasi dengan komunikasi sosial. Selain itu, masyarakat dapat menerapkan nilai keadilan dan kesetaraan pada dunia kerja melalui evaluasi terhadap norma-norma. Dari hal itu, persepsi masyarakat terhadap peran perempuan dalam dunia kerja dapat berubah.
Adanya regulasi yang mendukung peran perempuan seperti Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memang tidak menjamin kesenjangan gender akan musnah. Menurut data dari Global Gender Gap Report yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) 2023, Indonesia berada di peringkat ke-87 dari 146 negara dalam hal ketimpangan gender. Hal ini menunjukkan kesetaraan gender di Indonesia belum merata.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Badan Pusat Statistik Indonesia, persentase tenaga kerja menurut jenis kelamin 2024, laki laki sebanyak 45,81 persen dan perempuan 36,32 persen. Tidak heran, terdapat syarat jenis kelamin yang harus disesuaikan pelamar pada beberapa info rekrutmen yang beredar.
Selain kesenjangan jenis kelamin, perempuan mendapatkan upah lebih rendah daripada laki-laki. Dilansir dari Badan Pusat Statistik mencatat bahwa persentase tenaga kerja menurut upah 2020, perempuan memperoleh 22 persen lebih rendah dibanding laki-laki di sektor yang sama.
Dalam konteks itu, komunikasi sosial yang terbuka harus diterapkan secara penuh dalam menyuarakan aspirasi, mengembangkan keterampilan, dan posisi pekerjaan perempuan. Bukan tanpa alasan, upah adalah imbalan berupa uang yang diberikan perusahaan kepada karyawan atas jasa yang diberikan. Akan tetapi, masih berlaku jenis kelamin sebagai patokan besaran gaji. Seharusnya, jenis kelamin tidak dapat menentukan besaran upah melainkan tugas dan tanggung jawab terhadap pekerjaanlah yang menentukan.
ADVERTISEMENT
Namun, untuk mewujudkan kesetaraan gender, tidak lepas dari peran media. Media juga memiliki peran yang tidak kalah penting dalam memengaruhi persepsi publik. Jika media menayangkan konten-konten berisi tentang kepemimpinan yang diperankan oleh perempuan, maka persepsi masyarakat terhadap kemampuan perempuan pun akan berubah.
Publik akan berpikir bahwa perempuan juga berhak menjadi pemimpin. Ditambah lagi, dengan melakukan kampanye perempuan dalam kepemimpinan seperti yang dilakukan oleh UN Women dalam kampanye hastag HeForShe. Hal ini tentunya akan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender dalam dunia kerja.
Pada peringatan hari ini, kita diingatkan bahwa perjuangan Kartini terhadap kesetaraan gender harus tetap dilanjutkan khususnya pada dunia kerja. Kartini telah berhasil memperjuangkan hak perempuan dalam mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki. Kini, kita harus melanjutkan perjuangan Kartini dalam hal kesempatan dan perlakuan perempuan yang setara dengan laki-laki di dunia kerja. Perjuangan Kartini tentang pendidikan dan keterampilan sudah berhasil diwujudkan, tetapi dengan ketidakmerataan kesempatan pada dunia kerja maka perjuangan belum bisa dikatakan terwujud sepenuhnya.
ADVERTISEMENT
Kartini telah membuka jalan bagi perempuan untuk mendongkrak batasan-batasan sosial yang ada. Kini, saat nya kita bekerja sama baik laki-laki dan perempuan untuk menembus batas kesetaran gender pada dunia kerja. Dengan komitmen bersama, kita dapat menciptakan dunia kerja yang lebih inklusif dan setara. Dengan demikian, cita-cita Kartini untuk perempuan di dunia kerja akan sepenuhnya terwujud.