Konten dari Pengguna

Dari Dunia Hiburan ke Kabinet: Raffi Ahmad Menggeser Kompetensi di Pemerintahan

Agnes Galuh
Mahasiswa Baru Universitas Brawijaya Program Studi Ilmu Komunikasi
19 Oktober 2024 3:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agnes Galuh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dari Dunia Hiburan ke Kabinet: Raffi Ahmad Menggeser Kompetensi di Pemerintahan (Gambar: Agnes Galuh, dibuat di Canva)
zoom-in-whitePerbesar
Dari Dunia Hiburan ke Kabinet: Raffi Ahmad Menggeser Kompetensi di Pemerintahan (Gambar: Agnes Galuh, dibuat di Canva)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam beberapa hari terakhir, Indonesia kembali dikejutkan dengan isu politik yang tak terduga. Kali ini, perhatian publik tertuju pada Raffi Ahmad, seorang selebritis sekaligus pengusaha ternama di tanah air yang sedang meluaskan karirnya ke dunia politik. Raffi Ahmad juga diketahui telah menerima gelar doktor honoris causa. Gelar kehormatan yang dianugerahkan oleh Universal Institute of Professional Management (UIPM). Namun, alih-alih disambut dengan pujian, pemberian gelar tersebut menuai kontroversi.UIPM disebut-disebut sebagai universitas fiktif yang melakukan praktik jual beli gelar. Tidak hanya itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tidak mengakui gelar Raffi Ahmad karena UIPM tidak memiliki izin di Indonesia. Banyaknya kejanggalan ini menimbulkan pertanyaan terkait kapabilitasnya di bidang pendidikan.
ADVERTISEMENT
Namun, kontroversi tidak berhenti soal gelar. Setelah menerima gelar yang keabsahannya dipertanyakan, beredar informasi bahwa Raffi Ahmad diundang oleh presiden terpilih, Prabowo Subianto, untuk membantunya dalam kabinet sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kabar ini menimbulkan keresahan dan memicu perdebatan panas mengenai apakah Raffi Ahmad memiliki kapabilitas yang cukup untuk memimpins sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Apakah penunjukan ini murni hasil dari keputusan politik, atau ada kepentingan lain di baliknya?
Dalam dunia politik, menggunakan selebriti sebagai alat politik untuk menarik perhatian dan dukungan masyarakat bukanlah suatu hal baru. Popularitasnya yang besar di kalangan masyarakat, terutama anak muda, menjadi aset penting bagi politisi yang ingin memoles citra atau menarik suara. Dalam kasus Raffi Ahmad, popularitasnya yang luar biasa dan jutaan pengikut di media sosial, membuatnya menjadi figur publik yang tepat untuk mempengaruhi masyarakat. Namun, apakah popularitas cukup untuk menjadi dasar seorang pejabat negara?
ADVERTISEMENT
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif merupakan sektor vital yang sangat strategis dalam perekonomian negara. Pariwisata menjadi salah satu sektor yang dapat mendatangkan devisa besar yang dapat memulihkan perekonomian negara pasca pandemi. Terlebih lagi, industri kreatif di Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan pesat dan menjadi tulang punggung perekonomian, terutama bagi generasi muda. Oleh karena itu, posisi Menteri Pariwisata tidak hanya membutuhkan seseorang dengan kemampuan komunikasi yang baik, tetapi juga sosok dengan wawasan luas tentang tata kelola sektor pariwisata dan industri kreatif.
Raffi Ahmad, meskipun berpengalaman sebagai pebisnis di industri hiburan, belum menunjukkan rekam jejak yang cukup untuk mengelola sektor yang lebih luas. Pengalaman dan kemampuan manajerial di dunia hiburan tidak bisa menjadi tolak ukur kemampuannya dalam mengelola kementerian yang kompleks yang bertanggung jawab atas kebijakan nasional.
ADVERTISEMENT
Penunjukan selebriti pada posisi pemerintahan dapat memberikan kesan bahwa pemerintah lebih mengutamakan citra dibandingkan kompetensi. Hal ini dapat menurunkan kepercayaan di masyarakat, apalagi jika pengambilan keputusan tidak berdasarkan meritokrasi, yaitu pemilihan pejabat berdasarkan keterampilan dan kinerja.
Selain itu, Raffi Ahmad juga pernah tersandung kasus pencucian uang yang semakin menambah perdebatan dalam diskusi ini. Meskipun telah berlalu, kasus tersebut tetap menjadi sorotan publik sehingga menciptakan keraguan terhadap karakternya sebagai calon pejabat publik. Permasalahan terkait integritas dan transparansi pemerintah selalu menjadi perhatian utama masyarakat. Oleh karena itu, memilih seseorang dengan latar belakang yang dipertanyakan akan semakin memperburuk citra pemerintah di mata rakyat.
Politik Pencitraan atau Kebijakan Strategis?
Penunjukan selebriti ke posisi pemerintahan bukanlah hal baru dalam politik internasional. Selebriti atau tokoh terkenal kerap kali dilibatkan dalam pemerintahan untuk dimanfaatkan popularitasnya. Namun, adanya keputusan ini sering kali menuai pro dan kontra. Apakah tindakan ini dilakukan dengan menimbang kapabilitas atau sekadar langkah populis untuk menarik perhatian publik?
ADVERTISEMENT
Situasi politik seringkali dipengaruhi oleh citra. Di zaman di mana media sosial memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini publik, popularitas menjadi modal politik yang tidak bisa dianggap remeh. Namun dalam sistem demokrasi yang sehat, popularitas bukanlah satu-satunya faktor dalam pengambilan keputusan politik. Kompetensi, visi jangka panjang, dan integritas harus menjadi fokus utamanya.
Keputusan melibatkan Raffi Ahmad dalam kabinet, jika benar terjadi, akan menimbulkan pertanyaan serius mengenai masa depan demokrasi Indonesia. Apakah kita akan melihat lebih banyak tokoh populer tanpa latar belakang yang kompeten menduduki posisi strategis di pemerintahan? Jika demikian, kualitas kebijakan publik dan pemimpin pemerintah akan semakin turun sehingga berdampak negatif pada kesejahteraan rakyat.
Saat ini, masyarakat Indonesia sudah semakin kritis terhadap isu-isu politik dan pemerintahan. Keresahan yang muncul dari kabar pengangkatan Raffi Ahmad menjadi bukti bahwa masyarakat tidak menginginkan pemimpin yang populer, tetapi juga kompeten dan berintegritas. Mereka menginginkan pemimpin yang mampu membawa Indonesia ke arah perubahan dan mampu menyelesaikan persoalan dengan kebijakan yang bijaksana dan tepat sasaran, bukan pemerintah yang hanya mementingkan pencitraan.
ADVERTISEMENT
Pengangkatan Raffi Ahmad sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, jika benar terjadi, akan menjadi salah satu isu politik yang paling kontroversial dalam pemerintahan Prabowo. Langkah ini memicu pertanyaan mengenai arah politik Indonesia kedepannya. Dalam sistem demokrasi yang sehat, keputusan politik seharusnya didasarkan pada kompetensi, bukan sekadar ketenaran semata.
Jika Indonesia ingin mempertahankan negara yang demokratis, masyarakat harus terus waspada terhadap keputusan-keputusan politik yang berpotensi mengancam meritokrasi. Popularitas bisa menjadi modal politik yang kuat, tetapi kompetensi dan integritas adalah syarat mutlak untuk memimpin negara menjadi lebih baik.