Konten dari Pengguna

Mengenal Manosphere dari Adolescence, Subkultur Online Tentang Maskulinitas

Agnesya Tri Wardhani
Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Universitas Negeri Malang.
30 April 2025 17:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agnesya Tri Wardhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Bagaimana pengaruh konten dan narasi dunia maya dalam membentuk persepsi laki-laki tentang menjadi “maskulin”? Ini yang terjadi pada series berjudul Adolescence, ketika dunia maya memainkan peran dalam membentuk maskulinitas yang beracun pada laki-laki melalui manosphere.

Ilustrasi laki-laki remaja dan pria dewasa. (sumber: https://pixabay.com/photos/people-grown-up-male-trust-3144087/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi laki-laki remaja dan pria dewasa. (sumber: https://pixabay.com/photos/people-grown-up-male-trust-3144087/)
Series Netflix berjudul Adolescence merupakan series pendek berdurasi satu jam dan hanya memiliki empat episode. Series ini secara singkat menceritakan tentang seorang remaja bernama Jamie yang ditangkap sebagai pelaku atas dugaan pembunuhan terhadap teman sekolahnya yang bernama Katie.
ADVERTISEMENT
Adolescence tak banyak bicara tentang menyingkap pelaku asli kejahatan ataupun ketegangan layaknya series criminal pada umumnya. Series ini lebih banyak menyoroti isu sosial yang dialami remaja laki-laki dan bagaimana dampaknya terhadap keluarga dan lingkungan sosialnya. Salah satu isu utama dalam series ini adalah manosphere, subkultur di dunia online yang diam-diam membentuk persepsi remaja laki-laki. Lalu apa sebenarnya manosphere itu? Mengenal Manosphere, Subkultur yang Diam-diam Meracuni Remaja Laki-Laki Manosphere merupakan subkultur online yang berisi tentang forum, blog, dan konten-konten yang berfokus pada isu-isu terkait pria, maskulinitas, misogini, dan seringkali sebagai bentuk perlawanan terhadap feminisme. Gagasan utama manosphere menganggap bahwa masyarakat kini memojokkan laki-laki akibat feminisme dan pandangan bahwa gerakan feminisme memunculkan misandri yakni rasa benci terhadap laki-laki. Manosphere hadir sebagai tempat aman bagi para laki-laki untuk memenuhi kebutuhan validasi mereka atas eksistensi dan identitas diri. Biasanya manosphere menampilkan konten-konten tentang self-help dan motivasi yang diselipkan nilai-nilai misoginis, anti-feminis, kekerasan berbasis gender bahkan arus kebencian yang kuat terhadap perempuan. Manosphere memiliki beberapa narasi terkenal seperti red pill, incel, dan MGTOW. Red pill merupakan narasi yang terinspirasi dari film The Matrix (1999). Dalam manosphere, red pill adalah metafora dimana saat seseorang meminum red pill mereka akan terbangun pada “realitas” lingkungan sosial yang kini didominasi oleh pengaruh perempuan. Incel (involuntary celibate) adalah komunitas laki-laki yang tidak terlibat dalam hubungan romantis dan seksual dengan perempuan. Bukan karena keinginan mereka, namun mereka merasa hal ini terjadi karena ditolak oleh perempuan. Mereka menyalahkan perempuan dan terkadang laki-laki “alpha” karena ketidakberdayaan mereka. Narasi ini seringkali berkembang menjadi kebencian dan kekerasan terhadap perempuan. MGTOW yakni Men Going Their Own Way adalah gerakan separatis laki-laki dari masyarakat dan interaksi yang melibatkan perempuan, laki-laki yang dianggap tidak setara dengan mereka, dan budaya berbau feminisme. Dalam studi oleh Shawn Van Valkenburg, MGTOW memiliki gagasan bahwa laki-laki cenderung menjadi sasaran diskriminasi karena masyarakat modern terlalu fokus pada perempuan. MGTOW menganggap sistem sosial hanya merugikan laki-laki dan perempuan hanya memanfaatkan laki-laki. Mengapa Laki-laki Kabur ke Manosphere? Laki-laki atau remaja biasanya masuk ke dalam manosphere karena beberapa alasan yang saling berkaitan yakni: 1.Mencari Perlindungan dan Tempat Aman Manosphere menjadi tempat aman bagi laki-laki khususnya remaja yang tengah dalam proses pengenalan diri dan pencarian identitas. Manosphere memahami mereka dan memberi dukungan secara emosional bagi mereka yang mengalami kegagalan dalam hubungan romantis dengan perempuan. 2.Narasi Anti-Feminis dan Rasa Tersisihkan Banyak dari laki-laki merasa bahwa gerakan feminist banyak merugikan mereka dan membuat mereka tersisihkan dari lingkungan sosial. Manosphere memberi gagasan bahwa segala kegagalan dan permasalahan yang dialami laki-laki bersumber dari perempuan dan akhirnya menjadi validasi atas perasaan mereka di komunitas ini. 3.Pengaruh Influencer dan Tokoh Maskulin Tokoh manosphere seperti Andrew Tate ikut melanggengkan manosphere dengan konten-konten bernilai maskulin dan percaya diri yang menjadi pedoman banyak laki-laki dan remaja. Dalam penelitian The Man Cave sebanyak 35 persen remaja laki-laki merasa relate dengan Tate dan 25 persen dari mereka mengaguminya sebagai role model. Selain itu, menurut Matt Defina, psikolog di The Man Cave, remaja banyak merasa relate dan terhubung dengan pesan-pesan yang disampaikan Tate. 4.Rasa Kebersamaan dalam Komunitas Dalam manosphere laki-laki dan remaja akan bertemu dengan orang-orang yang memilki pengalaman yang serupa. Mereka akhirnya merasakan kebersamaan atas nasib yang mereka alami dan saling memvalidasi perasaan mereka. Apa yang Bisa Kita Lakukan? Kita perlu memahami bahwa fenomena manosphere hadir tak semata-mata karena peran media digital namun karena permasalahan budaya patriarki yang akhirnya menciptakan toxic masculinity dan pada akhirnya mereka yang tak mampu memenuhi nilai “maskulin” akan dianggap gagal hingga berakhir mencari validasi di lingkungan yang toksik yakni manosphere. Pemahaman akan peran gender diperlukan untuk membantu generasi muda memahami peran dan status mereka tanpa terikat standar dan tuntutan toksik dari lingkungan. Adolescence menjadi cerminan bagaimana nilai-nilai yang tersebar dalam dunia online dapat menjadi tindakan ekstrem di dunia nyata.
ADVERTISEMENT