Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Cinta Pada Pandangan Pertama: Mitos Atau Memang Kerja Otak?
28 November 2024 18:16 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Agnia Maysarah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Banyak yang menyebutnya cinta pada pandangan pertama atau love at first sight. Fenomena ini seringkali disebut dalam film, novel, hingga lagu romantis. Tapi apakah perasaan itu benar-benar nyata, atau sekadar mitos yang lahir dari khayalan manusia?
ADVERTISEMENT
Dari perspektif biopsikologi, cinta pada pandangan pertama bukanlah sekadar kisah romantis—ini adalah hasil kerja luar biasa dari otak kita yang, tanpa kita sadari, telah dirancang untuk merespons cinta dengan cara yang sangat spesifik.
Bagaimana Otak Membuatmu Jatuh Cinta dalam Sekejap
Saat kamu melihat seseorang yang menarik bagimu, otakmu bekerja dengan kecepatan luar biasa untuk memproses informasi visual dan emosional. Proses ini terjadi melalui sistem limbik, bagian otak yang bertanggung jawab atas emosi. Ada beberapa "pemain utama" dalam fenomena ini:
1.Amigdala: Amigdala adalah organ otak yang mengatur emosi dan ingatan yang berkaitan dengan rasa takut dan bahagia. maka dari itu, Amigdala akan mengolah emosi seperti rasa suka, kagum, atau bahkan ketertarikan mendalam dari pandangan pertama. Amigdala-lah yang memutuskan apakah orang yang kamu lihat itu menarik atau tidak.
ADVERTISEMENT
2.Ventral Tegmental Area (VTA): Bagian ini memproduksi dopamin, Dopamin merupakan neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan kimiawi antara sel-sel saraf di otak dan sel-sel di seluruh tubuh yang biasa disebut hormon kebahagiaan. dopamin menciptakan rasa senang dan antusias. dopamin inilah yang membuatmu merasa euforia saat melihat seseorang yang "klik" dengan preferensimu.
3.Hipotalamus: Hipotalamus mengatur pelepasan oksitosin dan vasopresin. Oksitosin dikenal sebagai hormon cinta karena berperan dalam reproduksi, persalinan, menyusui, dan hubungan interpersonal. Sedangkan vasopresin mengatur laju pengeluaran cairan melalui buang air kecil. Kedua hormon inilah yang memperkuat perasaan keterikatan dan koneksi emosional.
Dalam hitungan detik, otakmu mengevaluasi aspek fisik dan nonfisik, seperti senyum, nada suara, dan ekspresi wajah, untuk menentukan apakah orang tersebut layak menarik perhatianmu. Proses ini sering disebut "thin slicing", yaitu kemampuan otak untuk membuat penilaian cepat berdasarkan preferensi bawah sadar yang terbentuk dari pengalaman hidupmu.
ADVERTISEMENT
Evolusi dan Ketertarikan Sekilas
Mengapa kita bisa langsung tertarik pada seseorang hanya dengan sekali lihat? Dari perspektif evolusi, ini adalah mekanisme bertahan hidup. Pada masa purba, manusia harus memilih pasangan dengan cepat untuk memastikan kelangsungan hidup spesies.
Karakteristik fisik tertentu, seperti simetri wajah atau tubuh yang sehat, diasosiasikan dengan kemampuan reproduksi yang baik, sehingga otak kita terprogram untuk memprioritaskan ciri-ciri tersebut.
Di era modern, meskipun standar kecantikan sudah banyak berubah, otak kita tetap mempertahankan pola evaluasi instan ini. Kita cenderung lebih tertarik pada orang yang terlihat ramah, percaya diri, dan “familiar” secara emosional, meskipun baru pertama kali bertemu.
ADVERTISEMENT
Mitos atau Fakta?
Walaupun cinta pada pandangan pertama terasa seperti perasaan magis, sains menunjukkan bahwa ini adalah pengalaman biologis yang sangat nyata. Penelitian dari Helen Fisher, seorang antropolog biologi, menunjukkan bahwa cinta melibatkan tiga tahap utama:
1.Nafsu: Dipicu oleh hormon testosteron dan estrogen.
2.Ketertarikan: Didominasi oleh dopamin dan norepinefrin, yang membuatmu merasa bahagia dan energik.
3.Keterikatan: Diperkuat oleh oksitosin dan vasopresin, menciptakan perasaan koneksi mendalam.
Cinta pada pandangan pertama sering dimulai dari tahap kedua, yaitu ketertarikan. Namun, apakah ini bisa berkembang menjadi hubungan yang mendalam atau tidak, tergantung pada interaksi berikutnya dan keselarasan emosional.
Namun, penting diingat bahwa cinta pada pandangan pertama tidak terjadi pada semua orang. Penelitian menunjukkan bahwa pengalaman ini lebih umum terjadi pada mereka yang percaya pada soulmate atau memiliki pandangan romantis tentang cinta. Jadi, keyakinan dan budaya juga turut memengaruhi apakah kamu percaya fenomena ini nyata atau sekadar mitos.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan: Kerja Otak yang Menakjubkan
Cinta pada pandangan pertama bukanlah kebetulan atau sekadar dongeng manis. Ini adalah hasil dari kerja otak yang memproses informasi visual dan emosional dengan kecepatan luar biasa. Meskipun sulit untuk memastikan apakah itu cinta sejati atau hanya awal dari ketertarikan, pengalaman ini menunjukkan betapa kompleks dan menakjubkannya otak manusia.