Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
2 Tahun menunggu Keputusan Legalisasi Ganja Medis di Indonesia
1 Juli 2022 10:57 WIB
Tulisan dari Agnisa Faiqah Verly Ismail tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap negara memiliki peraturan yang berbeda-beda dalam memutuskan adanya pelegalisasian terhadap Ganja. Ada sekitar dari 50 negara di dunia sudah mendapatkan izin untuk penggunaan ganja dalam kebutuhan medis. seperti negara tetangga, yaitu Thailand yang telah resmi memutuskan untuk melegalkan penggunaan Ganja dan menghapusnya dari daftar narkotika sejak tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Adapun negara Malaysia yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan Malaysia, Khairy Jamaluddin tentang perizinan memperbolehkannya pengimporan dan penggunaan produk yang mengandung ganja untuk tujuan medis selama penggunaan masih mematuhi hukum yang ada di Malaysia.
Berbeda dengan di Indonesia, peraturan tentang narkotik telah diatur berdasarkan kategori tingkat bahaya serta daya adiktifnya. Ganja di Indonesia termasuk dalam narkotika golongan I bersamaan dengan narkotik jenis kokain, heroin, sabu-sabu, opium dan morfin.
narkotik golongan I merupakan jenis narkotik yang memiliki kadar ketergantungan yang paling tinggi sehingga tidak diperkenankan dalam pengobatan medis maupun terapi sebagaimana yang telah tercantum dalam pasal 6 ayat (1) huruf a dan pasal 8 ayat (1) UU narkotik tentang larangan penggunaan ganja untuk pelayanan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pada Desember 2020 lalu, Ganja sudah pernah dilegalkan untuk kebutuhan medis. Peraturan tersebut telah diakui oleh perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan menyetujui permintaan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam melegalkan penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.
Akan tetapi, sampai saat ini perjalanan panjang dari legalisasi ganja medis di indonesia masih belum usai menentukan keputusannya setelah 2 tahun lebih. Usulan tentang legalisasi ganja untuk medis di Indonesia kembali jadi pembahasan saat ini di media sosial usai viralnya foto seorang ibu bernama Santi dengan anaknya pika yang mengidap Celebral Palsy atau lumpuh otak saat melakukan car free day yang ada rutin setiap hari minggu pagi di daerah Jakarta dengan membawa papan yang bertulisan “Tolong Anakku butuh ganja medis”.
ADVERTISEMENT
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU narkotik tersebut telah mengakibatkan hilangnya hak dari para Pemohon seperti Ibu Santi dan pemohon lainnya dalam hal mendapatkan manfaat pengembangan dari ilmu pengetahuan dan teknologi berupa tentang manfaat kesehatan dari narkotik Golongan I yaitu Ganja.
Komjen pol. Ahwil Luthan menyatakan alasan mengapa ganja di indonesia belum bisa dilegalisasi, yaitu dikarenakan ganja yang dimiliki oleh negara Indonesia berbeda dengan negara yang sudah melegalisasi penggunaan ganja medis di negaranya, dengan alasan bahwa kadar THC yang digunakan rendah.
Menanggapi pernyataan yang telah disampaikan, tentang kadar dari THC, Peneliti Institute For Criminal Justice Reform ( ICJR) mewakili dari kuasa hukum pemohon gugatan uji materi UU narkotik Iftitahsari, menyampaikan pendapatnya dari ahli kimia tentang ganja yang sebenarnya masih bisa diatur kadar dari THC-nya bergantungnya dengan cuaca, suhu, kelembapan dan sebagaimana ditanamnya suatu tanaman ganja.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu alasan tersebut sebenarnya masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di dalam negeri, karena tim peneliti ICJR menganggap bahwasannya tim dari badan narkotik pun masih kurangnya pengetahuan terkait perkembangan medis yang ada. Hal ini tentu dikarenakan adanya pasal-pasal yang masih bertentangan sehingga ganja dikatakan tegas ilegal di Indonesia.
Minimnya pengetahuan tentang penelitian, Harapan dari tim ICJR pengajuan uji materi dan mencabut pasal pelarangan tersebut, karena pasal tersebut dianggap telah merugikan para penggugat. Sehingga dengan demikian dapat membuka kesempatan narkotik golongan I digunakan dalam pengujiannya.
Jika dilihat negara-negara lain pun, mereka sudah mulai berlomba-lomba melakukan riset kajian dalam melegalkan ganja dalam tujuan medis. seperti negara besar di barat, yaitu Kanada yang mengawali untuk melegalkan ganja sejak hampir satu abad. Kanada tidak serta merta hanya melegalkan keputusan tersebut, tetapi juga mengatur penjualan serta penggunaan ganja bagi kesehatan di negaranya.
ADVERTISEMENT
Charles Honoris mengingatkan bahwa dunia medis di Indonesia harus terus berkembang secara dinamis demi tujuan kemanusiaan dan menyelamatkan kehidupan penderita radang otak lain yang diyakini bisa diobati dengan ganja.
Maka dari itu, sangat disayangkan apabila Indonesia belum dapat secara tegas berani mengambil keputusan untuk dapat melegalkan ganja atau tidak untuk kebutuhan medis. Atau bisa saja dengan menurunkan status ganja dari narkotik golongan I menjadi narkotik golongan III. Dengan demikian, ilmuwan akan lebih leluasa untuk melakukan penelitian secara mendalam mengenai manfaat dari penggunaan ganja sebagai medis.
Apabila nantinya perizinan ganja untuk penggunaan medis di Indonesia sudah memasuki proses legalisasi, maka akan ada kelanjutan mengenai pengukuran dosis yang dilakukan oleh tim medis dan tentunya juga mengedukasi kepada publik mengenai stigma dari Ganja yang tidak selalu negatif. Hal ini dikarenakan telah menjadi kekhawatiran tentang bagaimana tanaman ganja dapat dimanfaatkan dalam kebutuhan medis.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, upaya dari pemanfaatan ganja dapat menemukan titik terang dalam hal pengambilan keputusan yang telah didorong oleh data & sains yang sudah diteliti. Selanjutnya, sikap pemerintah dalam mengelola ganja yang ada harus difokuskan dengan pengawasan yang ketat dan baik bersamaan dengan merevisi kembali Undang Undang, hal ini bertujuan agar terhindar dari adanya celah penyalahgunaan Ganja di luar dari kepentingan medis.