Konten dari Pengguna

Cara Pandang Baru dalam Memahami Krisis Ekologi

ATP
Juru Ketik
15 November 2017 10:43 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ATP tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Cara Pandang Baru dalam Memahami Krisis Ekologi
zoom-in-whitePerbesar
Perubahan iklim adalah realitas yang tidak terhindarkan. Para pakar telah memprediksi bahwa dalam beberapa tahun ke depan suhu di bumi--apabila tidak segera dilakukan penanganan--akan mencapai 4, 4 derajat celsius.
ADVERTISEMENT
Sementara beberapa pakar yang berhaluan lebih moderat memprediksi bahwa apabila setiap negara berkomitmen penuh atas target yang diamahkan dalam Perjanjian Paris--yang mana sangat tidak mungkin, maka peningkatannya hanya mencapai 2 derajat celsius. Berapapun angka yang diperdebatkan, sebenarnya inti persoalan tetap sama, perubahan iklim berarti krisis di berbagai sektor kehidupan.
Para ahli Inter-Governmental Climate Change merekomendasikan kepada pemerintah agar kadar konsentrasi karbondioksida tidak boleh mencapai level 450 ppm. Padahal satelit NOAA di Hawai, telah mencatat bahwa kadar konsentrasi karbondioksida telah mencapai level 409 ppm. Menurut para ahli tersebut, apabila kadar tersebut mencapai level 450 ppm, maka suhu di bumi akan meningkat sebesar 2 derajat celsius. Itu berarti, berbagai krisis yang diakibatkan oleh perubahan iklim sudah berada di depan mata kita.
ADVERTISEMENT
Namun, alih-alih memusatkan perhatian semata-mata pada sisi negatifnya saja, sebaiknya kita perlu meniru korporasi-korporasi untuk sempat mencari peluang di tengah persoalan yang kita anggap genting ini.
Seorang pakar lingkungan, Ari Mochamad, dalam On Boarding Kumparan (15/11/2017) mengatakan bahwa masyarakat dunia, terutama sektor swasta, telah melihat masalah perubahan iklim ini sebagai peluang, ketimbang melihatnya dari sudut pandang negatif. Saat ini, tidak ada yang menyangka bahwa China telah menguasai pasar penjualan panel surya. Masyarakat dunia pun, saat ini lebih suka membeli produk-produk ramah lingkungan.
"Masyarakat dunia sektor swasta telah melihat masalah ini (perubahan iklim) sebagai peluang, dibanding melihat hal tersebut dari sudut pandang negatif. China sekarang telah menguasai pasar solar panel", ujarnya
ADVERTISEMENT
Persoalan ekologi sebenarnya tidak genting-genting amat selama bisnis yang kita lakukan seperti biasa (business as usual) tetap disertai dengan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Contohlah apa yang dilakukan Coca Cola Company. Meskipun proses produksi mereka pasti akan menyedot air dalam jumlah besar, namun sesuai dengan prinsip CSR mereka, "for every drop we use, we give one back", Coca Cola telah berhasil mengembalikan 1 miliar liter air bersih. Dengan begitu, tidak mungkin ada rakyat yang sumur dan sawahnya kering.
Seperti yang diungkapkan oleh Andrew Hallatu, Public Affairs and Community Manager Coca Cola Company, bisnis Coca Cola telah menginternalisasi prinsip keberlanjutan lingkungan ke dalam paradigma produksi perusahaan.
"Ini tidak sekedar CSR, tapi juga sudah embedded ke dalam bisnis kami", ujarnya
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, kita seharusnya perlu meniru cara pandang korporasi untuk selalu bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat dan selalu mencari peluang di setiap krisis.