Pak Ogah yang Kini Bangga Berseragam Supeltas

ATP
Juru Ketik
Konten dari Pengguna
6 November 2017 13:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ATP tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suasana di perempatan klinik SOS Medika seputar Jalan Pangeran Antasari, Cipete, Jakarta Selatan, sangat ramai sejak pagi tadi. Perempatan Klinik SOS Medika merupakan salah satu titik putar balik bagi pengendara yang ingin mencapai Blok M atau sebaliknya, menuju Fatmawati.
ADVERTISEMENT
Suara klakson yang saling bersahut-sahutan di jalanan ini seolah-olah semua pengendara sedang diburu waktu. Hampir tidak ada yang mau mengorbankan sekian detik waktu untuk mempersilahkan kendaraan dari arah berlawanan untuk memutar balik, apalagi untuk pejalan kaki seperti saya.
Akibatnya, di tengah kepungan orang-orang yang dikejar waktu itu, saya harus menunggu agak lama untuk bisa menyeberangi jalan. Saya lalu menjumpai Heri (33 tahun), sosok yang berprofesi sebagai Sukarelawan Pengatur Lalu Lintas (Supeltas) alias sebelumnya dikenal sebagai “Pak Ogah” di jalur sibuk itu.
Heri menceritakan kepada saya tentang kesehariannya mengabdikan diri sebagai “Pak Ogah”.
Heri telah menjalani profesi sebagai Pak Ogah sejak 5 tahun terakhir. Sebenarnya, ia menjadi Pak Ogah hanya sebagai profesi sampingan. Sehari-hari, ia bekerja sebagai satpam di Klinik SOS Medika. Ia bercerita bahwa alasan ekonomi mendorongnya untuk turun ke jalan mengabdikan diri sebagai Pak Ogah.
ADVERTISEMENT
"Saya jadi Pak Ogah buat mencukupi kebutuhan anak sama istri saya, Bang. Saya punya anak tiga, yang paling kecil masih sekolah SMP”, ujarnya.
Heri direkrut oleh Dirlantas Polda Metro Jaya untuk menjadi 'Pak Ogah resmi', bersama Pak Ogah di tempat lain di Jakarta. Tugasnya mengatur lalu lintas, namun kini diberi seragam dan akan disiapkan honor.
Supeltas di Jalan Pangeran Antasari, Jaksel (Foto: Agri/kumparan)
Setelah berbincang singkat dengan Heri, saya menemui Suwandi (35 tahun), yang sehari-hari bekerja sebagai Pak Ogah di perempatan Puri Sakti, Cipete, Jakarta Selatan. Dia mengungkapkan kebanggaannya menjadi seorang Supeltas.
Sejak Sabtu (4/11) kemarin, dia resmi mendapat seragam Supeltas. Saat akan bercerita kepada saya, ia bahkan memohon ijin dulu untuk mengenakan seragam baru kebanggaannya itu.
ADVERTISEMENT
"Bang, saya pake seragam sama topi dulu ya, biar keliatan resmi”, ujarnya terkekeh.
Suwandi beserta sekitar 60 Pak Ogah lainnya dari Jakarta Selatan telah mendapat pelatihan dari Polantas di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Menurut Suwandi, mereka diajarkan berbagai gerakan untuk membantu mengatur lalu lintas.
Supeltas di Jalan Pangeran Antasari, Jaksel (Foto: Agri/kumparan)
Setelah memperoleh pelatihan, Suwandi beserta kawan-kawannya yang lain mendapatkan dua buah seragam Supeltas berwarna biru, satu buah rompi berwarna hijau, satu buah pluit, dan satu buah topi berwarna biru.
Suwandi telah berprofesi sebagai Pak Ogah sejak 3 tahun yang lalu. Ia memutuskan untuk turun tangan menjadi Pak Ogah ketika melihat kesemrawutan lalu lintas yang berlangsung tepat di depan rumahnya yang berada di sudut perempatan Puri Sakti.
ADVERTISEMENT
"Saya waktu itu ngelihat jalan macet, semrawut, enggak ada yang mau ngalah. Akhirnya, saya sama anak-anak di sini turun tangan ngatur lalu lintas," ungkapnya.
Sebelum menjadi Pak Ogah, Suwandi lebih dulu berprofesi sebagai pengemudi ojek pangkalan. Menurutnya, selain dapat membantu mengurai kemacetan, pendapatan yang ia peroleh saat menjadi Pak Ogah cukup membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dalam satu hari, ia rata-rata memperoleh penghasilan sebesar Rp 100.000–150.000.
Suwandi lalu menceritakan suka dukanya menjadi Pak Ogah kepada saya. Baginya, sumpah serapah yang dilontarkan oleh para pengguna jalan sudah menjadi makanan sehari-hari.
"Ya seringnya sih diteriak-teriakin sama orang. Kebanyakan sih yang pake motor. Kalau digituin sih biasanya cuma saya bilangin, sabar bang, di sini juga macet. Tapi kalau udah teriak-teriak enggak karuan baru saya ladenin," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain berbagai keluh kesah, Suwandi juga menyampaikan kebanggaannya setelah resmi berseragam Supeltas. Menurutnya, kini ia dan kawan-kawannya sudah tidak takut lagi terjaring razia yang dilakukan oleh aparat. Dengan mengenakan seragam Supeltas, ia kini bisa dengan tenang mengatur lalu lintas.
Namun sayang, upah yang dijanjikan belum ada kepastian, sehingga Suwandi masih menerima pemberian sukarela dari pengendara.
Genangan di Jalan P Antasari Jaksel (Foto: Twitter TMC Polda Metro Jaya)
Senada dengan Suwandi, Rohmat (50 tahun) juga mengungkapkan rasa bangganya saat Sabtu (4/11) kemarin resmi berseragam Supeltas. Baginya, kini tidak ada lagi razia yang perlu ia dan kawan-kawannya takutkan. Ia kini bisa dengan tenang mencari penghidupan sekaligus membantu kelancaran lalu lintas.
"Kalau dulu anak-anak sini pada takut kena razia. Kalau sekarang udah enggak, udah resmi jadi Supeltas sekarang. Sekarang kita udah enak mau cari duit, enggak takut kena razia Satpol PP lagi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Gubernur DKI Anies Baswedan mengatakan bahwa rencana pemberdayaan masyarakat melalui program Supeltas masih akan dikaji lebih lanjut. Sementara Dirlantas Polda Metro Jaya Halim Pagarra berharap agar Pemprov DKI akan memperhatikan kesejahteraan para Supelatas tersebut.