Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Menyusuri 'Pasar Gelap' Kebayoran Lama
7 November 2017 16:20 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari ATP tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pagi-pagi sekali saya menyambangi pasar loak di sekitar Stasiun Kebayoran, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Saat saya tiba, keadaan pasar masih terasa lengang. Para pedagang masih menyiapkan lapak-lapak dagangan mereka yang disusun tak beraturan di sepanjang jalan.
ADVERTISEMENT
Kebanyakan pedagang hanya menggunakan alas seadanya, seperti karung goni, tikar hingga potongan kayu yang disusun untuk memajang barang dagangan mereka.
Ya namanya pasar loak alias barang bekas, tentu memperjualbelikan beraneka barang dagangan yang tidak lazim ditemui di pasar-pasar lain. Di salah satu sudut pasar, saya menemukan pedagang yang menjual remote AC, remote TV, hingga stop kontak bekas.
Sementara di sudut lain, saya menemukan pedagang yang menjual kabel-kabel bekas, charger laptop, baterai HP, hingga spion kendaraan bermotor.
Tetapi lapak yang paling ramai dikerubungi oleh orang-orang adalah lapak yang menjual telepon genggam bekas. Di lapak itu, terdapat berbagai jenis telepon genggam, mulai dari produk jadul, hingga produk telepon genggam paling mutakhir.
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang harga, telepon genggam yang dijual di sini dijual dengan harga miring. Musababnya, telepon genggam itu seluruhnya adalah produk bekas yang rata-rata sudah bermasalah. Saya sempat bertanya-tanya tentang harga telepon genggam kepada si penjual yang menolak saya ajak berkenal.
Ia menawarkan berbagai produk telepon genggam kepada saya dengan harga yang miring, misal Samsung Grand yang dihargai Rp 500.000, Xiaomi Redmi 3 seharga Rp 750.000, dan berbagai jenis telepon genggam Blackberry yang paling banter dihargai Rp 200.000.
Seorang pedagang lain yang tak mau disebutkan namanya mengatakan kebanyakan barang-barang yang dijual di sekitar situ hasil curian atau barang-barang yang jatuh di jalanan. Oleh sebab itu, tidak mengherankan kalau barang dijual dengan harga miring.
ADVERTISEMENT
Pantas saja ketika mondar-mandir di sekitar area, saya meyaksikan seorang pemulung bergerobak yang dikerubungi oleh para pedagang. Mereka tampak seolah-olah sedang mencari harta karun yang terpendam di gerobak si pemulung. Ngomong-ngomong, mereka memperhatikan setiap orang yang datang, termasuk saya yang akhirnya sulit mengambil gambar.
Setelah mondar-mandir di seputar area, saya sempat iseng bertanya ke seorang pedagang yang menjual beraneka remote AC dan Speaker bekas. “Pak, di sini ada yang jual Macbook enggak?“. Tak dinyana, ia segera bersiul memanggil kawannya di seberang jalan. Karena tidak digubris, ia bergegas mengajak saya menemui kawannya itu.
“Di sono tuh, bang. Ayo ikut saya“, ujarnya sambil mengajak jalan. Setelah menyeberang jalan, ia segera berseloroh ke kawannya itu, “Eh, ini ada yang mau nyari laptop Apple”.
ADVERTISEMENT
Saya kemudian diajak ke sebuah warung kopi di pinggir jalan. Di sana si pedagang tadi segera membongkar barang-barang di gerobaknya dan mengeluarkan sebuah tas kulit coklat. Dari dalam tas kulit itu, ia mengeluarkan Macbook Apple A1181 berwarna hitam yang ia tawarkan dengan harga Rp 1.800.000.
"Ini bang, Rp 1.800.000 aja. Yang rusak cuma baterainya, jadi harus di-charge terus biar nyala," ujarnya menyodorkan Macbook.
Saya pun menimpali tawarannya itu, “Wah, kalau yang masih waras enggak ada ya, Bang?" dijawab tidak ada.
"Ya udah deh saya lihat-lihat dulu siapa tahu ada yang jual di daerah sini," timpal saya.
Hanya berselang beberapa meter dari lokasi tadi, saya menemukan lapak ajaib lainnya yang tidak hanya menjual berbagai barang-barang bekas, tetapi juga dompet bekas. Ya, dompet bekas.
ADVERTISEMENT
Ketika mengamati seseorang yang sedang melihat-lihat dompet bekas berwarna coklat itu, saya bergumam di dalam hati: Apa iya ada orang yang menjual dompetnya? Atau jangan jangan...
Saya akhirnya memilih pergi dan mulai mencatat setiap yang saya lihat tadi.