Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pendidikan, Kesadaran Kolektif, dan Krisis Ekologis
10 September 2023 14:14 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Agung Putra Azis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Jika berbicara pendidikan maka hal ini tidak akan pernah terlepas dari perkembangan kehidupan manusia yang bersifat temporal. Pendidikan merupakan sebuah proses bagaimana cara manusia untuk memperoleh pengetahuan agar dapat diaktualisasikan.
ADVERTISEMENT
Setiap pengetahuan yang didapatkan seharusnya perlu untuk di pertangungjawabkan dengan benar. Secara umum pengetahuan yang didapatkan pastinya ada proses pelibatan indra dan untuk mengidentifikasi benar salahnya sebuah objek yang diterima, maka indra akan mengirim informasi ke akal untuk melakukan proses validasi.
Setiap pengetahuan yang didapatkan juga selalu mengajarkan hal-hal yang dilekatkan pada kebenaran. Pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Setiap perilaku yang ditunjukan, tergantung sebuah keyakinan yang diperoleh dari pengetahuan.
Dalam epistemologi ada empat sumber pengetahuan yakni akal, hati, alam dan sejarah. Hal ini bahwa pendidikan dan alam juga memiliki korelasi yang begitu erat. Alam merupakan objek material dan indra merupakan instrumen untuk mendapatkan pengetahuan dari alam.
Manusia juga harus memiliki beberapa hubungan yang perlu dipertahankan, baik secara vertikal maupun horizontal. Islam sendiri memandang bahwa manusia memiliki tiga hubungan yang kohesif perlu dipertahankan yakni hablumminallah, hablumminannas, dan hablumminal'alam.
ADVERTISEMENT
Ketiganya tersebut di atas memiliki hubungan yang saling berkaitan dan perlu untuk menjaga keseimbangan, baik antara hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan sesama manusia.
Al-Qur'an juga merupakan pedoman maupun petunjuk bagi umat manusia untuk menjaga ke-tiga hubungan ini. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 22 “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”
Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Adapun juga dalam surat Al-Baqarah ayat 205 bahwa “Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.”
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pada dua ayat di atas dapat dipahami secara komprehenshif bahwasanya manusia merupakan khalifah di muka bumi untuk merawat alam dengan baik dan menjaga keseimbangan agar tidak melakukan kerusakan di alam ini.
Setiap makhluk hidup pastinya memiliki jiwa bukan hanya manusia dan hewan, melainkan juga pada tumbuhan. Dalam perspektif psikologi, Aristoteles membagi jiwa yang terdapat pada makhluk hidup menjadi tiga macam yakni anima vegatativa, anima sensitiva dan anima intelektiva.
Anima vegetative merupakan jiwa yang terdapat pada tumbuhan, anima sensitiva jiwa yang terdapat pada hewan dan anima intelektiva jiwa yang terdapat pada manusia.
Manusia memiliki derajat yang tinggi dari makhluk hidup yang lain. Akal menjadi perbedaan mendasar antara manusia dan makhluk-makhluk yang lain. Tumbuhan juga merupakan bagian dari alam yang harus dan wajib dijaga.
ADVERTISEMENT
Manusia yang memiliki akal dalam memperoleh pengetahuan dari alam, kini manusia juga bagian dari sumber utama dalam melakukan kerusakan.
Keserakahan Manusia dan Krisis Ekologis
Kehidupan pada abad 21, hari-hari ini memiliki problematika yang tak pernah kunjung usai. Krisis ekologi merupakan tantangan di era globalisasi yang marak diperbincangkan dewasa ini. Perubahan-perubahan yang terjadi secara fundamental mempengaruhi aktivitas kehidupan manusia.
Dampak kerusakan alam mungkin sudah sering terjadi di mana-mana. Padahal alam adalah sumber pengetahuan, namun dikarenakan perilaku eksploitatif manusia yang terlalu egosentris dan bertingkah semena-mena sehingga alam mulai hancur perlahan-lahan.
Mungkin kita bisa kembali membaca paragraf-paragraf sebelumnya bahwa tumbuhan juga memiliki jiwa. Akan tetapi jika kerusakan alam yang semakin intens terjadi maka manusia telah membunuh berapa jiwa yang ada? Padahal tumbuhan merupakan penyuplai oksigen terbesar untuk manusia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan databoks yang didapatkan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahwa terdapat 3.494 peristiwa bencana alam di Indonesia sejak awal tahun 2022.
Bencana alam sering terjadi adalah banjir, yakni 1.506, ada 633 kejadian tanah longsor, dan 251 kebakaran hutan. Kejadian jumlah ini setara 43,1 persen dari total kejadian bencana secara nasional.
Fenomena-fenomena kerusakan alam mungkin dapat terjadi karena dua faktor yakni secara alamiah dan ulah manusia. Diskursus dalam hukum kausalitas bahwa kerusakan alam menjadi bentuk aktivitas karena penyebab dari perilaku manusia.
Perilaku eksploitatif pada alam kini sudah tidak bisa terhitung lagi. Masuknya industri pertambangan di indonesia juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan eskalasi kerusakan alam semakin meningkat.
ADVERTISEMENT
Krisis ekologi bukan hal yang baru saja terjadi, namun krisis ekologi sudah menjadi kebiasaan masyarakat kontemporer saat ini. Masyarakat yang terlalu eksploitatif tidak memiliki ketidaksadaran sama sekali, apatis, seakan-akan menganggap bahwa tidak akan ada dampak negatif yang terjadi ke depannya.
Masyarakat kontemporer saat ini seharusnya memiliki pertimbangan-pertimbangan untuk mengambil keputusan, jika tidak maka akan sangat merugikan generasi berikutnya.
Kerusakan lingkungan menjadi krisis yang akan berdampak buruk pada seluruh ekosistem yang ada di alam ini. Manusia kini telah membunuh tuhan, karena dari bentuk kejahatan, secara perlahan-lahan manusia telah memutuskan hubungannya dengan alam.
Alam merupakan proses manifestasi dari eksistensi Tuhan. Hal ini bahwa kesalahan terbesar manusia yang terlalu eksploitatif, mereduksi alam, kini akan berdampak buruk pada manusia itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Bumi semakin hari semakin tidak sehat. Seiring berjalan waktu bumi sedang menuju pada titik di mana terjadi kehancuran akibat keserakahan manusia.
Mungkin kita bisa merefleksikan kembali ujar Erick Weiner bahwa ketika pohon terakhir di tebang, ketika sungai terakhir dikosongkan, ketika ikan terakhir ditangkap. Barulah manusia akan menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang.
Pendidikan dan Kesadaran Kolektif
Pendidikan kini menjadi jalur utama untuk menyadarkan masyarakat. Namun penanaman nilai-nilai pendidikan berbasis ekologis seharusnya perlu untuk diimplementasikan sesuai tujuan. Pendidikan merupakan modal awal untuk mengubah kerangka dan cara pandang manusia.
Pendidikan hari-hari ini secara realistis lebih berarah kepada sesuatu yang materialistik, atau lebih kepada pekerjaan maupun upah. Dengan dasar inilah, eksploitatif terjadi dari segala aspek. Pendidikan merupakan wadah untuk mengubah pola pikir dan tindakan seseorang untuk mendekatkan diri pada hal-hal yang baik dan benar.
ADVERTISEMENT
Memang nilai-nilai yang ditanamkan dalam dunia pendidikan kini lebih kapitalistik sehingga setiap orang saling memangsa antara satu dengan yang lain.
Alam merupakan sumber pengetahuan sebagaimana yang telah diketahui. Dalam diri manusia terdapat juga unsur-unsur alam yakni micro cosmos dan macro cosmos. Micro cosmos sangat berkaitan dengan macro cosmos (alam fisik).
Manusia yang melakukan tindakan penyimpangan terhadap alam maka pastinya ada pantulan balik yang berdampak buruk pada manusia itu sendiri, karena alam juga memiliki hukum tersendiri.
Pengaruh-pengaruh globalisasi terhadap manusia modern kini telah memutuskan rantai keterhubungan antara manusia, tuhan dan alam. Keterputusan hubungan inilah melahirkan benturan keras antara micro cosmos dan macro cosmos dan menciptakan kehancuran pada alam ini.
Membangun kesadaran kolektif pada masyarakat mengenai lingkungan, tidak efektif jika hanya melalui pendidikan formal, melainkan juga harus pada pendidikan informal dan nonformal.
ADVERTISEMENT
Kerusakan lingkungan yang semakin tinggi terjadi merupakan bagian dari ulah manusia. Pendidikan menjadi peranan penting untuk melakukan rehabilitas terhadap kerusakan alam.
Mendirikan wadah pendidikan bagi masyarakat yang berbasis lingkungan menjadi alternatif dalam mengatasi problematika dan sangat berdampak positif bagi masyarakat maupun regenerasi yang akan datang.
Sekolah alam salah satunya yang sudah banyak dibangun di negara ini, namun sekolah alam bukan hanya memindahkan proses pembelajaran dari ruangan kelas ke alam bebas, melainkan juga harus dapat memahami dan mempelajari hakikat alam yang sebenarnya.
Sekolah alam juga harus dibahas secara subtansif, karena sekolah yang memiliki label seperti ini, harus memiliki dampak positif pada lingkungan sekitar sebagai bentuk penyadaran terhadap pentingnya kelestarian alam.
ADVERTISEMENT
Mungkin kita bisa berkiprah terhadap pendidikan di Finlandia mengenai konsep lingkungan dan perubahan iklim, mengunakan metode wisata alam dan inkluiri/proses pencaharian solusi dalam berbagai masalah yang ada.
Menurut Eira Jeronen (2008) pendidikan berbasis lingkungan memiliki tujuan untuk membantu individu dan masyarakat untuk memperoleh ilmu pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan sehingga dapat mengatasi persoalan masalah lingkungan.
Pendidikan di Finlandia sendiri dalam model pembelajaran yang di kembangkan oleh Grant Wiggins dan McTighe adalah model pembelajaran tranformatif yang dapat membantu guru untuk memilih topik berdasarkan isu-isu lingkungan, perubahan iklim dan pemanasan global bagi pelajar.
Di Indonesia, Kurikulum Merdeka sudah diterapkan di sekolah-sekolah seharusnya dapat untuk menerapkan metode di atas, sebagai upaya untuk memberikan kesadaran pada anak-anak maupun masyarakat.
ADVERTISEMENT
Selain melalui sekolah bisa juga dengan memberikan kesadaran, mendirikan komunitas-komunitas dan melakukan sosialisasi pada masyarakat. Karena setiap kesadaran akan sangat berpengaruh pada sikap, perilaku dan tata cara hidup yang lebih positif. Karena dengan berbagai realitas kerusakan alam yang sudah terjadi maka ini adalah tangung jawab bersama sebagai manusia.