Konten dari Pengguna

Refleksi Kisah Kumbakarna dan Wibisana: Dilema Keberpihakan dan Idealisme

Agung Rifna Ajie
Pengajar dan Content Writer, Instagram: @agungrifna
18 Juli 2023 9:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agung Rifna Ajie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pewayangan Ramayana (Sumber: Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pewayangan Ramayana (Sumber: Unsplash)
ADVERTISEMENT
Dalam epos Ramayana, di hari informasi penyerangan Sri Rama ke Alengka sampai ke telinga Rahwana selepas dirinya menculik Sinta. Rahwana meminta nasihat kedua adiknya yang bijaksana – Kumbakarna dan Wibisana.
ADVERTISEMENT
Adik-adik Rahwana memberikan pendapat yang tidak menyenangkan bagi sang Kakak. Keduanya sepakat bahwa apa yang dilakukan Rahwana adalah perilaku yang tidak terpuji, bertentangan dengan Dharma, dan melalaikan diri dari tugas menjadi raja yang mungkin akan menghancurkan kerjaaan Alengka.
Menariknya keduanya memilih jalan yang berbeda. Kumbakarna berjuang di sisi Rahwana demi kehormatan keluarga dan Negara yang telah memberikan penghidupan. Sedangkan Wibisana memilih menjadi pembelot, penghianat keluarga dan Negara karena ia percaya bahwa tindakan Rahwana keluar dari jalan Dharma.
Sebagai seorang pembaca, kita akan cukup mudah untuk berpihak pada sisi protagonis seperti Wibisana yang memilih jalan Dharma, layaknya sosok pahlawan yang melawan kejahatan. Namun jika ketika melihat perspektif lebih dalam, maka kita sulit menyalahkan tindakan Kumbakarna yang memilih setia dan tidak ingin meludah di sumur sendiri.
ADVERTISEMENT

Dilema Keberpihakan dan Idealisme

Ilustrasi wayang. Foto: Rahmat Budi Abdillah/Shutterstock
Dalam berbagai situasi, kadang kita harus menghadapi keadaan yang menentukan apakah kita berada dipihak yang mana. Namun pihalk mana yang kita pilih akan mengorbankan sebagian idealisme kita, sebagaimana Kumbakarna mengorbankan jalan Dharma atau Wibisana mengorbankan kesetiaan kepada keluarga dan Negara.
Bagi saya keduanya bisa benar sekaligus juga salah tergantung sudut pandang dan landasan yang kita pakai. Sebab dalam membedakan antara yang salah dan benar, tidak ada aturan yang jelas dan baku karena bersifat relatif dan tergantung pada konteks dan perspektif masing-masing individu.
Dalam bidang filsafat, terdapat berbagai teori yang mengusulkan metode untuk menentukan kebenaran dan kesalahan. Salah satunya adalah relativisme etika yang menyatakan bahwa konsep kebenaran dan kesalahan bersifat relatif dan bergantung pada budaya, agama, atau pandangan individu.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, terdapat juga teori konsekuensialisme yang memandang suatu tindakan sebagai benar jika hasil atau akibatnya menguntungkan bagi banyak orang. Di sisi lain, deontologi berpendapat bahwa kebenaran suatu tindakan tergantung pada ketaatan terhadap aturan moral yang berlaku.
Namun dalam praktiknya apapun yang kita pilih, tindakan tersebut berujung pada dilema yang pada akhirnya kita perlu mengorbankan sebagian idealisme kita.