Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
AI dan Pengetahuan: Bagaimana Ketidaktahuan Bisa Meningkatkan Adopsi Teknologi?
1 Februari 2025 3:06 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Agung Stefanus Kembau tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI), banyak asumsi yang berkembang mengenai bagaimana masyarakat akan menerima teknologi ini. Salah satu asumsi umum yang berkembang selama ini adalah bahwa semakin banyak pengetahuan atau literasi tentang suatu teknologi, maka seseorang akan semakin mudah untuk mengadopsinya. Ini adalah prinsip yang berlaku hampir di semua jenis teknologi—baik itu perangkat elektronik, aplikasi digital, atau sistem berbasis teknologi lainnya. Namun, temuan terbaru yang dipublikasikan dalam Journal of Marketing pada tahun 2025, jurnal terkemuka dalam bidang penelitian pemasaran, mengungkapkan hasil yang mengejutkan dan bertentangan dengan asumsi umum. Penelitian ini menunjukkan bahwa literasi AI yang lebih rendah justru berhubungan dengan penerimaan yang lebih tinggi terhadap teknologi ini, sebuah paradoks yang menantang pemahaman kita sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang Membalikkan Asumsi Umum
Penelitian yang dilakukan oleh Stephanie M. Tully , Chiara Longoni , dan Gil Appel ini menyelidiki bagaimana tingkat pengetahuan tentang AI berhubungan dengan receptivity atau penerimaan terhadap teknologi ini. Temuan utama dari penelitian tersebut adalah bahwa semakin rendah literasi AI seseorang, semakin besar kemungkinan mereka untuk menerima dan mengadopsi teknologi ini. Temuan ini tentu bertentangan dengan pemikiran umum yang menganggap bahwa semakin banyak orang mengetahui tentang cara kerja teknologi, semakin mudah mereka untuk menggunakannya.
Penting untuk dipahami bahwa literasi AI yang diukur dalam penelitian ini merujuk pada pengetahuan objektif mengenai teknologi AI—seperti pemahaman tentang prinsip dasar, aplikasi praktis, dan keterampilan terkait dengan AI. Hasilnya menunjukkan bahwa orang yang memiliki pemahaman yang lebih terbatas tentang AI cenderung merasa lebih terbuka dan tertarik pada penerapan teknologi ini. Namun, hal yang menarik adalah bahwa penurunan literasi AI ini tidak dipengaruhi oleh persepsi tentang kapabilitas, etika, atau dampak AI yang dianggap menakutkan. Sebaliknya, orang dengan literasi AI rendah seringkali melihat AI sebagai sesuatu yang lebih magis, dan perasaan takjub terhadap potensi AI ini menjadi pendorong utama mereka untuk lebih terbuka terhadap teknologi ini.
ADVERTISEMENT
Persepsi "Magis" dari AI dan Receptivity
Masyarakat yang kurang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara kerja AI cenderung melihat teknologi ini sebagai sesuatu yang luar biasa—bahkan seakan-akan memiliki kekuatan magis. Perasaan takjub (awe) ini menjadi kunci dalam penerimaan mereka terhadap AI, karena mereka merasa bahwa AI bisa melakukan tugas-tugas yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh manusia. Bagi mereka, AI bukan hanya sekadar alat canggih, tetapi sebuah keajaiban teknologi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa adopsi teknologi AI sering kali didorong oleh reaksi emosional terhadap teknologi itu, bukan hanya berdasarkan pengetahuan teknis atau kemampuannya. Masyarakat dengan literasi AI yang rendah seringkali tidak memahami sepenuhnya bagaimana AI bekerja, tetapi mereka lebih mudah merasa terpesona oleh kemampuannya yang tampak luar biasa. Inilah yang membuat mereka lebih terbuka untuk menggunakannya.
ADVERTISEMENT
Penerimaan AI di Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan
Penerimaan terhadap teknologi AI di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta orang, merupakan pasar yang sangat potensial untuk adopsi teknologi AI, namun literasi teknologi yang masih rendah menjadi salah satu penghalang utama. Khususnya, di daerah-daerah yang lebih terpencil, masyarakat belum banyak terpapar pada teknologi canggih seperti AI. Bahkan di kota-kota besar, meskipun masyarakat lebih terbiasa dengan penggunaan teknologi, pemahaman tentang bagaimana AI bekerja dan apa manfaat praktisnya masih sangat terbatas.
Melihat temuan dari penelitian ini, ada peluang besar bagi Indonesia untuk mengubah cara kita mendekati adopsi AI. Jika mayoritas masyarakat di Indonesia belum sepenuhnya memahami AI, hal ini justru bisa menjadi peluang untuk memanfaatkan pendekatan pemasaran yang lebih berbasis pada perasaan takjub dan keajaiban yang ditimbulkan oleh teknologi tersebut. Misalnya, alih-alih menyajikan AI sebagai sesuatu yang teknis dan sulit dimengerti, kita bisa lebih menekankan pada kemudahan, efisiensi, dan manfaat praktis yang ditawarkan oleh AI dalam kehidupan sehari-hari. Ini bisa membuat masyarakat merasa lebih terhubung dengan teknologi ini dan lebih bersedia untuk mengadopsinya.
ADVERTISEMENT
Menjaga Elemen "Magis" dalam Pemasaran AI
Salah satu hal yang penting dalam penelitian ini adalah bahwa upaya untuk mendemystifikasi AI—yaitu, menjelaskan secara rinci bagaimana teknologi ini bekerja—mungkin justru mengurangi daya tariknya. Ini bisa terdengar paradoks, tetapi penelitian ini memberikan bukti bahwa AI yang dijelaskan secara teknis bisa menjadi kurang menarik bagi orang yang tidak memiliki pengetahuan mendalam tentangnya. Sebaliknya, jika kita mempertahankan elemen "magis" dari AI—yaitu, menonjolkan kemampuannya yang luar biasa dan pencapaiannya yang tampak hampir mustahil bagi manusia—maka kemungkinan besar masyarakat akan lebih tertarik untuk menggunakan teknologi ini.
Pendekatan ini bisa sangat relevan dalam konteks pemasaran teknologi AI di Indonesia. Banyak perusahaan AI yang sudah beroperasi di Indonesia, terutama di sektor e-commerce, fintech, dan pemerintahan digital, yang dapat menyampaikan pesan mereka dengan cara yang lebih mengesankan dan menarik. Alih-alih hanya menjelaskan bagaimana produk mereka berfungsi, mereka bisa lebih menekankan pada bagaimana AI dapat menyederhanakan hidup atau mengoptimalkan pekerjaan yang sebelumnya dianggap sangat rumit.
ADVERTISEMENT
Tantangan dalam Meningkatkan Literasi AI di Indonesia
Meskipun penting untuk menjaga elemen "magis" dalam penerimaan masyarakat terhadap AI, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap pentingnya literasi AI di masa depan. Literasi ini tidak hanya penting untuk meningkatkan penerimaan, tetapi juga untuk memastikan bahwa masyarakat bisa memahami risiko yang mungkin timbul akibat adopsi AI yang tidak terkontrol. Oleh karena itu, pendidikan tentang AI tetap perlu dijalankan, namun dengan pendekatan yang lebih pragmatik dan inklusif. Hal ini berarti memberikan pengetahuan dasar tentang AI, sambil menekankan pada manfaat praktis dan pengaruh positif yang bisa dihasilkan oleh teknologi ini, bukan hanya fokus pada aspek teknis yang kompleks.
Rekomendasi untuk Pemasaran dan Edukasi AI di Indonesia
Berdasarkan temuan penelitian ini, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk meningkatkan adopsi AI di Indonesia, terutama dalam hal pemasaran dan edukasi:
ADVERTISEMENT
1. Fokus pada Manfaat Praktis: Kampanye pemasaran AI perlu menekankan pengalaman langsung yang dapat dinikmati oleh pengguna. Bukan sekadar menjelaskan cara kerja teknis AI, tetapi lebih pada keuntungan nyata yang bisa diperoleh oleh masyarakat, seperti efisiensi waktu, kemudahan akses, dan penghematan biaya.
2. Bangun Rasa Takjub dan Awe: Pendekatan pemasaran yang berbasis pada rasa kagum terhadap teknologi ini dapat membantu mengatasi ketakutan atau kekhawatiran yang ada dalam benak masyarakat. Ini akan memperkuat penerimaan terhadap AI tanpa harus menyelami detil teknisnya.
3. Pendekatan Inklusif dalam Pendidikan AI: Edukasi tentang AI di Indonesia harus memperkenalkan konsep dasar yang mudah dipahami oleh berbagai kalangan, tanpa terjebak pada pembelajaran yang terlalu teknis. Hal ini bisa membantu memperluas pemahaman masyarakat tanpa menurunkan minat mereka terhadap teknologi ini.
ADVERTISEMENT
Menatap Masa Depan AI di Indonesia
AI adalah teknologi yang memiliki potensi besar untuk mentransformasi sektor-sektor di Indonesia. Namun, untuk memanfaatkan potensi ini, kita perlu mengubah cara kita mendekati pendidikan dan pemasaran AI. Dengan menjaga elemen magis dari AI sambil meningkatkan pemahaman dasar tentang manfaatnya, Indonesia bisa mempercepat adopsi AI dan mengurangi kesenjangan digital yang ada.
Dengan pendekatan yang tepat, adopsi AI dapat menjadi langkah penting bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin dalam era digital dan memberikan manfaat praktis bagi masyarakat secara luas.
Referensi
Tully, S., Longoni, C., & Appel, G. (2025). EXPRESS: Lower artificial intelligence literacy predicts greater AI receptivity. Journal of Marketing, 0(ja). https://doi.org/10.1177/00222429251314491
Bant, A., Poitevin, H., Greene, N., & Brethenoux, E. (2023, December). 5 forces that will drive the adoption of GenAI. Harvard Business Review. https://hbr.org/2023/12/5-forces-that-will-drive-the-adoption-of-genai
ADVERTISEMENT
Kopalle, P. K., Gangwar, M., Kaplan, A., Ramachandran, D., Reinartz, W., & Rindfleisch, A. (2022). Examining artificial intelligence (AI) technologies in marketing via a global lens: Current trends and future research opportunities. International Journal of Research in Marketing, 39(2), 522-540.