Konten dari Pengguna

Melestarikan Warisan Bertani Tradisional di Kampung Urug

Agung Nugraha
Mahasiswa Manajemen IPB University
9 Juli 2024 6:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agung Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kunjungan Tim PKM-RSH IPB University ke Kampung Urug Bogor | Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Kunjungan Tim PKM-RSH IPB University ke Kampung Urug Bogor | Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di tengah arus modernisasi yang kian deras, masih ada komunitas adat yang berpegang teguh pada tradisi leluhur mereka. Salah satunya adalah masyarakat Kampung Urug di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kampung ini menjadi sorotan karena masih mempertahankan tradisi bertani berbasis kearifan lokal di era pertanian modern.
ADVERTISEMENT
Kampung Urug terbagi menjadi tiga wilayah utama - Urug Tonggoh (atas), Urug Tengah, dan Urug Lebak (bawah). Keunikan Kampung Urug terletak pada praktik pertanian tradisionalnya yang masih lestari hingga kini. Salah satu tradisi yang paling menonjol adalah upacara Seren Taun, sebuah ritual tahunan untuk mensyukuri hasil panen. Namun, di balik keindahan tradisi tersebut, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat Kampung Urug dalam mempertahankan warisan leluhur mereka.
Mempertahankan tradisi di tengah gempuran modernisasi bukanlah perkara mudah. Diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak untuk menjaga kelestarian warisan budaya ini. Di Kampung Urug, ada beberapa pemangku kepentingan utama yang berperan penting:
1. Tokoh Adat: Tiga kasepuhan (pemimpin adat) dari Urug Tonggoh, Tengah, dan Lebak menjadi figur sentral dalam menjaga dan meneruskan nilai-nilai tradisional kepada generasi muda.
ADVERTISEMENT
2. Pemerintah Desa: Kepala desa berperan sebagai jembatan antara masyarakat adat dengan pemerintah daerah, memastikan aspirasi dan kebutuhan warga Kampung Urug dapat tersalurkan.
3. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa: Lembaga pemerintah ini memiliki peran strategis dalam mendorong pelestarian budaya dan pemberdayaan ekonomi masyarakat Kampung Urug.
4. Lembaga Pendidikan: Meskipun belum optimal, institusi pendidikan memiliki potensi besar untuk mengedukasi generasi muda tentang pentingnya melestarikan kearifan lokal.
5. Lembaga Legislatif: DPR berperan dalam membentuk payung hukum yang melindungi hak-hak masyarakat adat, termasuk dalam hal kepemilikan tanah.
Kolaborasi antar pemangku kepentingan ini tidak selalu berjalan mulus. Terdapat tantangan seperti perbedaan prioritas dan kepentingan yang harus dijembatani. Namun, dengan komunikasi yang baik dan komitmen bersama, berbagai pihak dapat bersinergi untuk mendukung keberlanjutan tradisi bertani di Kampung Urug.
ADVERTISEMENT
Berbagai program telah dijalankan untuk mendukung pelestarian tradisi bertani di Kampung Urug. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, misalnya, memfokuskan pada penguatan kelembagaan dan mendorong kegiatan pertanian berbasis komunitas. Salah satu langkah konkretnya adalah mengalokasikan dana APBD untuk membiayai kegiatan-kegiatan adat seperti Seren Taun.
Selain itu, ada upaya untuk memberikan pengakuan legal terhadap status Kampung Urug sebagai masyarakat hukum adat. Ini penting untuk melindungi hak-hak mereka, terutama terkait kepemilikan tanah. Proses ini melibatkan berbagai instansi, termasuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Namun, implementasi program-program ini tidak lepas dari berbagai kendala. Salah satunya adalah ketidakjelasan status kepemilikan lahan - apakah milik pribadi atau milik adat. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik di masa depan, terutama antar generasi.
ADVERTISEMENT
Untuk memastikan efektivitas program yang dijalankan, diperlukan evaluasi berkala. Beberapa indikator yang digunakan antara lain, seperti tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan adat, keberlanjutan praktik pertanian tradisional, peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, serta minat generasi muda terhadap pelestarian tradisi.
Hasil evaluasi ini kemudian dijadikan dasar untuk penyempurnaan program di masa mendatang. Misalnya, jika ditemukan bahwa minat generasi muda terhadap pertanian tradisional menurun, maka bisa dirancang program khusus untuk mengedukasi dan melibatkan kaum muda dalam kegiatan bertani.
Pertanyaan menarik yang muncul adalah: Mungkinkah praktik bertani tradisional Kampung Urug diterapkan di wilayah lain? Jawabannya tidak sederhana.
Di satu sisi, nilai-nilai kearifan lokal seperti gotong royong dan keselarasan dengan alam yang menjadi inti dari tradisi Kampung Urug bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain. Praktik seperti menyisihkan sebagian hasil panen untuk disimpan di lumbung komunal (leuit) sebagai jaring pengaman sosial, misalnya, bisa diadaptasi sesuai konteks lokal masing-masing daerah.
ADVERTISEMENT
Namun di sisi lain, penerapan secara utuh akan menghadapi tantangan besar. Setiap daerah memiliki kondisi geografis, sosial, dan budaya yang berbeda. Apa yang berhasil di Kampung Urug belum tentu cocok diterapkan di tempat lain. Selain itu, diperlukan kemauan kuat dari masyarakat setempat untuk mengadopsi praktik-praktik tradisional ini.
Meski demikian, pemerintah daerah Kabupaten Bogor memiliki rencana untuk mengembangkan konsep Kampung Urug ke enam kampung lainnya di sekitarnya. Ini merupakan langkah awal yang menarik untuk diamati, bagaimana nilai-nilai tradisional bisa diadaptasi dalam konteks yang lebih luas.
Melestarikan tradisi bertani Kampung Urug bukanlah tanpa tantangan. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain:
1. Modernisasi yang menggerus minat generasi muda terhadap pertanian tradisional
2. Ketidakjelasan status kepemilikan lahan yang berpotensi memicu konflik
ADVERTISEMENT
3. Tekanan ekonomi yang mendorong alih fungsi lahan pertanian
4. Kurangnya payung hukum yang kuat untuk melindungi hak-hak masyarakat adat
Namun di balik tantangan tersebut, terdapat peluang yang bisa dimanfaatkan, seperti:
1. Tren back-to-nature dan organic farming yang sejalan dengan prinsip pertanian tradisional
2. Potensi ekowisata yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat
3. Peningkatan kesadaran global akan pentingnya kearifan lokal dalam mengatasi krisis lingkungan
4. Dukungan dari berbagai pemangku kepentingan untuk melestarikan warisan budaya
Untuk memastikan keberlanjutan tradisi bertani di Kampung Urug, beberapa langkah strategis perlu diambil, di antaranya:
1. Penguatan payung hukum: Percepatan proses pengakuan Kampung Urug sebagai masyarakat hukum adat, termasuk penyelesaian status tanah ulayat.
2. Edukasi generasi muda: Pengembangan kurikulum khusus yang mengintegrasikan kearifan lokal dalam sistem pendidikan formal.
ADVERTISEMENT
3. Pemberdayaan ekonomi: Pengembangan ekowisata dan produk pertanian organik berbasis komunitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Dokumentasi dan penelitian: Pendokumentasian sistematis praktik-praktik tradisional dan penelitian ilmiah untuk mengkaji relevansinya dengan tantangan pertanian modern.
5. Kolaborasi multi-pihak: Penguatan kerjasama antara masyarakat adat, pemerintah, akademisi, dan sektor swasta dalam upaya pelestarian budaya.
Tradisi bertani di Kampung Urug bukan sekadar praktik kuno yang usang. Ia menyimpan kearifan yang mungkin justru krusial di era krisis lingkungan dan pangan global. Tantangannya adalah bagaimana memadukan nilai-nilai tradisional ini dengan kemajuan teknologi dan tuntutan zaman modern.
Melestarikan warisan budaya Kampung Urug bukan hanya tanggung jawab masyarakat setempat, tapi juga kita semua. Dengan kolaborasi yang solid dan strategi yang tepat, tradisi bertani Kampung Urug bisa terus lestari, bahkan menjadi inspirasi bagi pengembangan pertanian berkelanjutan di masa depan.
ADVERTISEMENT