Konten dari Pengguna

Atribut Jas dan Semiotika Roland Barthes

Agus Budiman
Mahasiswa pascasarjana Universitas Airlangga
16 Juli 2024 8:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Budiman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi jas (Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi jas (Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia adalah proses pemilihan untuk memilih kepala daerah, seperti gubernur, bupati, dan wali kota. Pilkada dijadwalkan akan diadakan pada 27 November 2024. Pilkada ini akan melibatkan berbagai daerah di Indonesia, dan menjadi bagian dari rangkaian pemilihan umum di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pilkada memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat langsung dalam menentukan pemimpin daerah mereka. Partisipasi aktif masyarakat sangat penting untuk keberhasilan Pilkada dan untuk memastikan bahwa hasil pemilu mencerminkan keinginan rakyat.
Dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia, atribut atau penampilan calon bupati sering kali menjadi perhatian khusus, terutama dalam hal bagaimana mereka mempresentasikan diri mereka selama kampanye. Salah satu atribut yang sering digunakan oleh calon bupati adalah jas. Penggunaan jas memiliki makna dan tujuan.
Mengenakan jas memberikan kesan formal dan profesional, yang diharapkan dapat meningkatkan citra calon sebagai individu yang serius dan kompeten dalam memimpin. Jas sering dikaitkan dengan kewibawaan dan otoritas. Penampilan yang rapi dan profesional dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap calon tersebut. Jas membantu calon terlihat lebih dapat dipercaya dan siap untuk menjalankan tugas pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Calon bupati biasanya mengenakan jas saat menghadiri debat publik, acara kampanye formal atau pertemuan dengan tokoh masyarakat dan pemimpin lokal. Dalam sesi foto resmi dan materi kampanye yang akan disebarluaskan melalui media, jas sering digunakan untuk memberikan kesan positif kepada publik. Fenomena citra calon kontestan pilkada dalam membranding dirinya menjadikan isu menarik dalam hal mitos yang dibangun masyarakat.

Atribut Jas dan Analisis Semiotika Roland Barthes

Barthes mendefinisikan mitos sebagai sistem komunikasi, sebuah pesan. Menurutnya, mitos adalah cara budaya dan ideologi bekerja untuk membuat konsep-konsep tertentu tampak alami atau diberikan oleh alam dalam masyarakat, padahal sebenarnya konsep-konsep tersebut dibentuk secara sosial dan historis.
Barthes menjelaskan bahwa tanda terdiri dari dua elemen utama yakni penanda dan petanda. Ia mengembangkan konsep ini menjadi dua tahap penandaan. Pertama denotatif, pada tahap ini, hubungan antara penanda dan petanda menghasilkan makna denotatif, yaitu makna literal atau langsung dari tanda. Kedua Konotatif, Pada tahap ini makna denotatif menjadi penanda baru yang kemudian dihubungkan dengan petanda baru untuk membentuk makna konotatif. Sedangkan Mitos bekerja pada level ini, di mana makna denotatif digunakan untuk menyampaikan makna konotatif yang lebih dalam, yang sering kali bersifat ideologis.
ADVERTISEMENT
Secara denotatif jas berarti pakaian luar formal yang umumnya terdiri dari lengan panjang, kerah, dan biasanya dipakai sebagai bagian dari setelan, sering kali bersama dengan kemeja dan dasi. Sedangkan secara konotatif Jas sering diasosiasikan dengan kekuasaan dan otoritas. Orang yang mengenakan jas mungkin dianggap memiliki posisi penting atau berpengaruh dalam masyarakat atau organisasi. Selain itu, jas membawa konotasi profesionalisme dan keandalan. Dalam konteks pekerjaan atau bisnis, jas menunjukkan bahwa seseorang serius dan kompeten dalam peran mereka.
Dalam buku The Photographic Message, Barthes memetakan ada enam prosedur konotatif dalam foto, atau aspek-aspek dalam foto yang memicu keterbacaan pesan konotasi, yaitu trick effects, pose, objek, photogenia, estetisme, dan sintaksis.
penggunaan fotografi seperti itu terus berulang dengan membawa pesan yang berulang pula sehingga pesan-pesan yang disampaikan melalui foto tertanam dalam benak masyarakat sebagai sesuatu yang natural dan diterima sebagai suatu standar kebenaran. Walaupun hal yang disampaikan itu belum tentu benar. Itulah yang kemudian disebut sebagai mitos. Dalam pengertian yang berlaku secara umum di bidang kajian media mitos adalah sesuatu yang artifisial tetapi dipercaya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, penggunaan Jas yang digunakan kontestan pemilu dalam membranding dirinya bagian dari mitos yang dipercaya masyarakat. Sehingga penggunaan atribut jas menjadi satu hal yang wajib dilakukan untuk menunjukkan keanggunan dan sering kali dihubungkan dengan status sosial yang lebih tinggi.