news-card-video
16 Ramadhan 1446 HMinggu, 16 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Perempuan dan Ramadan: Dinamika Peran Gender dalam Ibadah dan Tradisi Sosial

Agus Budiman
Mahasiswa pascasarjana Universitas Airlangga
13 Maret 2025 11:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Budiman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilutrasi Perempuan (Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
ilutrasi Perempuan (Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Ramadan bukan hanya momen peningkatan spiritualitas, tetapi juga mencerminkan bagaimana peran gender terwujud dalam praktik keagamaan dan sosial. Perempuan memainkan peran krusial dalam menjaga nilai-nilai keislaman di keluarga dan masyarakat. Di ranah domestik, mereka bertanggung jawab dalam menyiapkan sahur dan berbuka, menciptakan suasana Ramadan yang penuh kebersamaan. Namun, peran mereka tidak terbatas di rumah. Perempuan juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial seperti membagikan takjil, mengelola zakat, hingga mengorganisir pengajian dan kajian keislaman.
ADVERTISEMENT
Di era digital, perempuan semakin berkontribusi dalam dakwah daring, menyebarkan inspirasi keagamaan melalui media sosial. Mereka membentuk komunitas pengajian virtual, berbagi ilmu keislaman, serta menggalang donasi untuk kaum dhuafa. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya berperan sebagai penjaga nilai spiritual di keluarga, tetapi juga sebagai penggerak solidaritas sosial yang lebih luas.
Meski demikian, Ramadan juga mengungkap tantangan yang dihadapi perempuan dalam ibadah. Kewajiban puasa dan ibadah lainnya tetap berlaku, tetapi ada kondisi biologis seperti menstruasi yang membatasi pelaksanaan ibadah tertentu. Meski begitu, perempuan tetap dapat meningkatkan spiritualitas mereka melalui doa, sedekah dan kegiatan sosial serta menjadikan Ramadan sebagai momen pemberdayaan yang bermakna.
Ilustrasi perempuan menyiapkan takjil. Foto: Shutterstock

Fenomena Keterlibatan Perempuan dalam Kegiatan Sosial Ramadan

Ramadan menjadi momentum bagi perempuan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, baik secara individu maupun kolektif. Di banyak daerah, kelompok ibu-ibu pengajian berperan aktif dalam program berbagi, mulai dari menyediakan makanan berbuka bagi fakir miskin hingga menyelenggarakan santunan anak yatim. Kegiatan ini tidak hanya mempererat solidaritas, tetapi juga menjadi wujud kepedulian sosial yang semakin berkembang setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Di kota-kota besar, komunitas perempuan mendirikan dapur umum untuk menyiapkan hidangan berbuka bagi masyarakat kurang mampu. Para relawan, mayoritas perempuan, bekerja sama memasak dan mendistribusikan makanan ke panti asuhan, pemukiman miskin, hingga pekerja jalanan. Program ini sering kali mendapat dukungan luas melalui donasi dari masyarakat maupun kerja sama dengan organisasi sosial.
Selain itu, media sosial juga menjadi sarana bagi perempuan untuk menggalang dana dan menyebarkan pesan kebaikan. Banyak influencer muslimah mengajak pengikutnya untuk berdonasi atau berpartisipasi dalam gerakan berbagi. Fenomena ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam memperkuat solidaritas sosial selama Ramadan, menjadikan bulan suci ini sebagai ajang kebaikan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

Perspektif Talcott Parsons tentang Peran Gender dalam Ramadan

Dalam teori peran struktural-fungsional Talcott Parsons, masyarakat mengkonstruksi peran gender yang komplementer antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki umumnya dihubungkan dengan peran instrumental sebagai pencari nafkah dan pemimpin sedangkan perempuan dikaitkan dengan peran ekspresif, yaitu menjaga harmoni keluarga dan membangun hubungan sosial. Dalam konteks Ramadan, peran ekspresif perempuan menjadi lebih dominan, baik dalam lingkup domestik maupun sosial.
ADVERTISEMENT
Di dalam keluarga, perempuan memiliki tanggung jawab besar dalam membangun atmosfer Ramadan yang penuh makna. Mereka tidak hanya menyiapkan makanan untuk sahur dan berbuka, tetapi juga berperan dalam mendidik anak-anak tentang nilai-nilai keislaman. Selain itu, mereka menjadi motor utama dalam mengatur agenda ibadah keluarga, seperti tadarus Al-Qur’an, salat Tarawih, dan berbagi sedekah.
Namun, keterlibatan perempuan dalam Ramadan tidak terbatas di ruang domestik. Mereka juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan, seperti menyelenggarakan pengajian di masjid, memimpin komunitas keislaman, serta menggerakkan program filantropi seperti penggalangan dana dan pembagian makanan gratis. Bahkan, di beberapa daerah, komunitas perempuan membentuk dapur umum sebagai upaya konkret membangun solidaritas sosial.
Dengan demikian, peran perempuan dalam Ramadan merefleksikan bagaimana konstruksi peran gender terus berkembang. Meskipun perempuan masih banyak diasosiasikan dengan peran ekspresif dalam keluarga, mereka juga menunjukkan kapasitasnya dalam ruang sosial dan keagamaan. Melalui keterlibatan mereka dalam berbagai aspek Ramadan, perempuan tidak hanya memperkuat nilai-nilai solidaritas dan spiritualitas, tetapi juga menjadikan bulan suci ini sebagai momentum kebersamaan yang lebih inklusif dan bermakna.
ADVERTISEMENT