Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Akurasi Kelola Data Pandemi COVID-19
17 Agustus 2020 21:16 WIB
Tulisan dari Agus Pambagio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sudah enam (6) bulan ini Pandemi Covid-19 bercokol di bumi Nusantara dan belum terlihat kapan Covid-19 akan pergi. Seperti pemerintah di negara lain, Pemerintah Republik Indonesia juga mengalami kegugupan dan kegamangan yang luar biasa dalam menangani Covid-19. Bedanya negara lain penduduknya tertib, pemerintahnya yakin dalam melaksanakan peraturan perundangan yang dibuat, sementara Indonesia kebalikannya. Padahal 80% keberhasilan penanganan Covid-19 berada di tangan masyarakat, sisanya ada di regulasi. Namun tanpa regulasi yang tegas dengan sanksi kesadaran masyarakat tidak tumbuh. Sehingga tingkat kesulitan menangani Pandemi di Indonesia jauh lebih sulit.
ADVERTISEMENT
Banyak negara mengutamakan penanganan masalah Pandemi Covid-19 terlebih dahulu dengan berbagai cara, antara lain melakukan uji PCR 1.000 orang minimal per 1 juta penduduk untuk memudahkan isolasi yang terinfeksi sedini mungkin, sambil melakukan lockdown dan masyarakatnya diguyur dengan stimulus dana tunai supaya da perputaran uang di masyarakat, biasanya melalui Quantifying Easing atau cetak uang. Saat ini mereka sudah berhasil menurunkan jumlah yang terinfeksi dan meninggal, meskipun sebagian sedang terkena Pandemi kedua atau second wave. Sementara Indonesia first wave nya saja belum tercapai, jumlah terinfeksi terus meningkat dan ekonomi memburuk.
Munculnya banyak kebijakan yang ambigu tanpa sanksi membuat publik menjadi apatis atau masa bodoh. Sehingga meskipun di wilayah DKI Jakarta masih PSBB Transisi, suasana di lapangan sudah seperti tanpa PSBB. Publik sudah tidak peduli dan mereka baru peduli ketika ada sanak saudaranya terinfeksi dan kritis. Sementara kebijakan ekonomi pemerintah berupa stimulus juga belum dirasakan oleh rakyat kelas bawah yang sudah hilang atau minimal tergerus pendapatannya. Program stimulus yang di gadang-gadang pemerintah belum sampai dan dirasakan publik yang miskin dan mendadak miskin di akar rumput. Pendekatan pemerintah dari dua sisi ini (kesehatan dan ekonomi) menambah kekusutan penanganan Covid-19 yang tak kunjung “minggat”. Akurasi data per daerah juga menjadi masalah tersendiri saat ini.
ADVERTISEMENT
Implikasi Data Yang Terus meningkat
Menurut data per tanggal 16 Agustus 2020, di seluruh Indonesia telah terkonfirmasi 139.549 jiwa positif Covid-19, lalu ada 40.296 jiwa dalam perawatan kemudian sembuh sebesar 93.103 jiwa dan total meninggal sebesar 6.150 jiwa (sumber: www.covid19.go.id).
Data tersebut terus meningkat dari hari ke hari. Sehingga diperkirakan pada akhir bulan Agustus 2020 yang terinfeksi akan berkisar antara 160 – 170 ribu jiwa. Lalu bulan September 2020 meningkat hingga 220 – 240 ribu jiwa, bulan Oktober 2020 menjadi 275 – 300 ribu jiwa, Nopember 2020 menjadi 325 – 375 ribu jiwa, dan di bulan Desember 2020 yang terinfeksi bisa mencapai 450 ribu jiwa serta meninggal bisa mendekati 15 ribu jiwa. Sebuah angka perkiraan yang sangat menakutkan.
ADVERTISEMENT
Saat ini kapasitas tempat tidur ICU Rumah Sakit (RS) di Jakarta sudah mendekati 70% terisi. Menurut data Dinas kesehatan DKI Jakarta per 16 Agustus 2020, tempat tidur isolasi dan ICU untuk penanganan Covid-19 ada 4.456 yang berada di 67 RS rujukan. Jadi ketersediaan tempat tidur sudah kritis di DKI Jakarta.
Mengapa angka-angka tersebut terus meningkat dengan cepat tidak selambat tiga bulan pertama saat Indonesia mengakui bahwa Covid-19 sudah menyerang. Angka terinfeksi terus meningkat sejalan dengan semakin besarnya jumlah contoh uji PCR yang dilakukan di seluruh Indonesia. Berdasarkan situs www.corona.jakarta.go.id pada tanggal 16 Agustus 2020, dilakukan uji PCR sebanyak 4.992 jiwa di wilayah DKI Jakarta (total seluruh Indonesia sebesar 9.218 jiwa, artinya 54% uji PCR dilakukan di wilayah DKI Jakarta). Jumlah spesimen yang di uji PCR di wilayah DKI Jakarta pada tanggal 16 Agustus 2020 adalah sebanyak 6.235 jiwa, sementara total uji seluruh Indonesia sebesar 25.414 jiwa. Artinya 25% dari uji spesimennya dilakukan di wilayah DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Dalam sepekan terakhir sudah terjaring oleh uji PCR di wilayah DKI Jakarta sebanyak 40.338 jiwa, sementara target WHO untuk wilayah DKI Jakarta setiap pekan minimum 10.645 jiwa. Dalam sepekan terakhir persentase kasus positif di wilayah DKI Jakarta sebesar 8,9% sementara persentase kasus positif di seluruh Indonesia sebesar 15,9%.
Untuk jumlah total uji PCR per sejuta penduduk di wilayah DKI Jakarta pada tanggal 16 Agustus 2020 adalah 47.353 jiwa di mana untuk seluruh Indonesia hanya 3.917 jiwa yang di uji dengan persentase kasus positif secara total 5,9% sementara seluruh Indonesia mencapai 13,1%.
Jadi jangan heran jika wilayah DKI Jakarta selalu terbanyak jumlah terinfeksinya karena memang jumlah uji PCR nya sangat banyak sesuai dengan standar WHO dibandingkan dengan beberapa daerah lain di Indonesia. Langkah Pemprov DKI Jakarta merupakan langkah yang paling tepat dalam penanggulangan Pandemi Covid-19. Uji PCR di daerah lain masih jauh dari standar WHO, sehingga dikhawatirkan kebijakan pemerintah menangani Covid-19 bisa salah arah dan publik semakin bingung.
ADVERTISEMENT
Langkah Pemerintah
Coba kita lihat data per 16 Agustus 2020 yang saya kutip dari berbagai media online, terlihat ada keganjilan yang perlu hati-hati penangannya oleh pemerintah. Per tanggal 16 Agustus 2020, di wilayah DKI Jakarta ada penambahan 2.081 jiwa, sedangkan di provinsi yang berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta, seperti Provinsi Jawa Barat hanya terdeteksi 83 kasus dan Provinsi Banten hanya 43 kasus. Data ini menunjukkan adanya keganjilan yang harus segera di ambil tindakan oleh Pemerintah Pusat. Mereka berbatasan langsung dan pergerakan warganya setiap hari bisa mencapai jutaan orang tetapi ekspor impor virus tidak terjadi.
Seharusnya semua Pemerintah Daerah di wajibkan untuk melakukan uji PCR sesuai dengan standar WHO, supaya di dapat data standar yang dapat di kaji secara keilmuan pandemi demi penanganan lanjut penyebaran Covid-19 di Indonesia, sebelum vaksin Covid-19 ditemukan dan beredar.
ADVERTISEMENT
Langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merupakan langkah yang benar dan patut di ikuti oleh Pemerintah Daerah lain. Tingginya angka terinfeksi memudahkan Pemprov DKI Jakarta melakukan penanganan karena terisolir dan bukan berarti wilayah DKI Jakarta merupakan wilayah paling gawat. Saya yakin jika seluruh wilayah di P. Jawa saja melakukan uji PCR per 1juta penduduk, maka belum tentu jumlah tertinggi ada di wilayah DKI Jakarta.
Langkah melakukan uji PCR per 1 juta penduduk seharusnya sudah dilakukan pemerintah sejak Maret 2020, kalau baru dilakukan belakangan sebenarnya sudah terlambat namun tetap wajib dikerjakan untuk akurasi data Indonesia demi pengurangan risiko yang lebih besar sebelum ada vaksin resmi di pasaran.
Salam AGUS PAMBAGIO (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen).
ADVERTISEMENT