Konten dari Pengguna

Bansos: Antara Akurasi Data dan Isi

Agus Pambagio
Pemerhati kebijakan publik dan lingkungan.
5 Mei 2020 14:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Pambagio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bantuan sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19. Foto: Dok. Menko PMK
zoom-in-whitePerbesar
Bantuan sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19. Foto: Dok. Menko PMK
ADVERTISEMENT
Dalam situasi pandemi COVID-19 dan penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai April 2020 di wilayah Jabodetabek disusul wilayah Susidosik (Surabaya-Sidoarjo-Gresik) mempunyai banyak konsekuensi karena pergerakan manusia dibatasi dengan kebijakan jaga jarak.
ADVERTISEMENT
Otomatis kehidupan sosial ekonomi masyarakat berubah. Banyak perusahaan/warung/toko/mal/hotel/resto termasuk sekolah harus berhenti operasi. Sehingga semua moda transportasi di wilayah PSBB dan/atau zona merah juga dibatasi. Hal itu dimaksudkan supaya kebijakan jaga jarak untuk mencegah penyebaran COVID-19 bisa lebih efektif.
Dampak nyata dengan dijalankannya kebijakan PSBB adalah meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor formal dan informal karena adanya pembatasan berkumpul di tempat umum serta sekolah dan bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Lalu munculnya kelompok miskin baru akibat PHK dan hancurnya usaha sektor informal. Untuk itu Negara harus memberikan bantuan langsung supaya warga terdampak tetap bisa makan dan melakukan aktivitasnya dari rumah.
Pemerintah mengantisipasi dengan segera mengubah alokasi pada APBN 2020 untuk memperbesar pos Bantuan Sosial atau Bansos, maka munculah angka Rp. 109 triliun. Terlihat besar tetapi sebenarnya sangat kecil dan jumlah ini perlu kita khawatirkan karena dampak pelaksanaan PSBB dasyat, jika dijalankan secara konsekuen akan memerlukan biaya yang jauh lebih besar.
ADVERTISEMENT
Kalau kita bicara bencana, maka dibenak kita teringat akan kekusutan pengelolaan di publik yang tak kunjung selesai akibat akurasi data dan isi dari paket Bansos. Data yang tersedia dan digunakan sebagai dasar pemberian Bansos oleh Pemerintah selalu tidak akurat dan dapat menjadi persoalan sosial politik kemasyarakatan. Selain itu, isi paket Bansos juga sering berisi pangan yang tidak diperuntukan untuk di konsumsi oleh anak-anak dengan gizi cukup, misalnya susu kental manis (SKM) dan pangan kadaluarsa. Apalagi di tengah krisis pandemi Covid 19 saat ini, anak-anak Indonesia tetap memerlukan makanan yang bergizi bukan hanya yang berasa enak tetapi miskin gizi.
Bansos dan kebutuhan anak ditengah pandemi COVID-19
Di tengah buruk dan kusutnya akurasi data orang miskin pemerintah yang digunakan sebagai dasar pemberian Bansos, kami melakukan beberapa monitoring tidak saja dalam hal distribusi tetapi juga terhadap isi paket Bansos. Tujuan monitoring ini supaya penerima Bansos mendapatkan haknya, sehingga dapat menjalankan kewajibannya sebagai warga negara untuk work from home (WFH) dan study from home (SFH) di masa PSBB tanpa harus kelaparan tetapi juga terpenuhi asupan gizi minimumnya. Merupakan kewajiban negara untuk memenuhinya.
ADVERTISEMENT
Sayangnya masalah akurasi data kependudukan yang real time atau terkini sudah puluhan tahun sejak Orde baru tidak pernah beres. Akibatnya persoalan Bansos selalu masuk pada kasus korupsi. Patut diduga memang soal akurasi data ini selalu dihindari oleh pemerintah untuk memenuhi kepentingan golongan tertentu demi kestabilan politik. Hingga saat ini belum ada peraturan perundangan yang menunjuk siapa di Kementerian/Lembaga yang akan menjadi data integrator, bukan terpencar di beberapa K/L seperti sekarang. Data integrator sangat-sangat penting dan harus dibentuk, kalau tidak setiap ada pemberian paket Bansos selalu bermasalah dan jadi kasus temuan korupsi.
Dari isi paket Bansos (ada 9 jenis paket Bansos mulai Kartu Program Keluarga Harapan hingga Gerakan Nasi Bungkus Masyarakat) yang disalurkan muncul banyak protes dari penerima, mulai dari salah sasaran hingga pemotongan. Sesuai dengan program strategis Presiden itu terus menurunkan angka prevalensi stunting anak Indonesia, paket bansos harus ada pangan bergizi untuk anak, misalnya susu. Hanya saja pemberian susu formula, misalnya, sangat rentan terhadap bakteri jika penyajiannya tidak menggunakan air yang masak dan bersih atau menjadi berbahaya untuk anak jika susu formulanya kadaluarsa.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan monitoring singkat di beberapa wilayah dan via media, hampir tidak kita temukan paket Bansos berisi susu formula untuk anak. Namun kita temukan susu kental manis (SKM) di beberapa paket Bansos yang rendah gizi tetapi sarat gula di beberapa wilayah. Artinya masih banyak dari kita yang meyakini bahwa SKM itu susu dengan kadar gizi sama dengan susu formula atau susu pasturisasi tetapi lebih praktis tinggal diseduh dengan air hangat bisa langsung dikonsumsi ke anak-anak balita. Pemberitaan di Viva News 21 April 2020 ditemukan SKM di 1.500 paket Bansos Kementerian Agama RI, kemudian di Berita Minang 29 April 2020 juga dilaporkan Sekretaris Daerah Kabupaten Payakumbuh Sumatera Barat memberikan paket Bansos yang berisi SKM.
ADVERTISEMENT
Perlu kita ketahui bahwa SKM merupakan produk turunan susu yang mengandung kadar gula tinggi. Menurut Standard Nasional Indonesia (SNI) 01-2971-1998 SKM adalah
“produk susu berbentuk kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari susu segar atau hasil rekonstitusi susu bubuk berlemak penuh, atau hasil rekombinasi susu bubuk tanpa lemak dengan lemak susu/lemak nabati, yang telah ditambah gula, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan”. Kandungan gula pada SKM menurut ketentuan SNI adalah 43-48%, yang merupakan gula yang ditambahkan. Jadi, SKM sama sekali tidak bisa ditempatkan sejajar dengan “susu” sebagaimana dipahami secara umum.
Belum lagi ada SKM yang tidak mengandung susu sama sekali tetapi mengandung krimer dan biasa disebut sebagai Krimer Kental Manis (KKM) . Masyarakat juga belum dapat membedakan antara SKM dan KKM. Selain itu SKM sendiri bermacam-macam, mulai dengan SKM dengan kandungan susu sekitar hanya 8% dan SKM dengan kandungan susu hanya 2%, sisanya diatas 50% gula. SKM/KKM masih sering diiklankan sebagai susu dan dikonsumsi sebagai minuman layaknya susu oleh anak-anak, bukan sebagai topping pangan untuk dewasa.
ADVERTISEMENT
Badan POM pada tahun 2018 sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Kepala BPOM Nomor 06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk SKM (Kategori Pangan 01.3) dan Peraturan Kepala (Perka) BPOM No. 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan dan berbagai peraturan tentang pangan lainnya. Namun seperti biasa belum semua industri SKM mematuhi aturan yang sudah diterbitkan, antara lain mengganti label dan iklan, dengan alasan masih menghabiskan label atau kemasan stok lama dan sebagainya.
Sekali lagi, SKM/KKM bukan untuk di konsumsi oleh balita dan anak sebagai layaknya susu atau minuman bergizi tinggi. Pada SE dan Peraturan Kepala (Perka) BPOM, SKM hanya boleh digunakan sebagai campuran atau topping pangan (misalnya ice cream, es buah, martabak dsb) untuk orang dewasa.
ADVERTISEMENT
Langkah Pemerintah
Pemerintah sebaiknya segera menerbitkan peraturan perundangan tentang pengelola data integrator. Tunjuk saja satu K/L yang berhak menjadi pusat data integrator yang real time, bukan banyak K/L seperti sekarang dengan banyak kepentingan. Kalau Pemerintah belum juga menetapkan siapa data integrator real time secepatnya, ke depan jika ada bencana/krisis pasti problemnya akan sama dan rakyat tetap jadi korban. Ingat, Indonesia alamnya akrab bencana.
Akhir kata Badan Pengawas Obat & Makanan (BPOM) harus aktif memonitor isi paket Bansos supaya pada paket Bansos terdapat makanan bergizi untuk anak supaya Program Strategis Presiden tentang Stunting tetap berjalan dengan baik.