Konten dari Pengguna

Catatan Publik RUU Sumber Daya Air antara SPAM dan AMDK

Agus Pambagio
Pemerhati kebijakan publik dan lingkungan.
4 Juni 2018 8:10 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Pambagio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi air (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi air (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Pada pertengahan April 2018 silam, melalui Rapat Paripurna DPR – RI, Badan Legislasi (Baleg) bersepakat memajukan Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air (RUU SDA) untuk dapat dibahas bersama Pemerintah.
ADVERTISEMENT
DPR-RI melalui Panitia Kerja (Panja) RUU SDA akan mulai melakukan pembahasan setelah menerima Amanat Presiden (Ampres) dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari Pemerintah.
Sesuai dengan Instruksi Presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara, telah menunjuk Kementerian PUPR untuk mewakili Pemerintah dalam pembahasan dengan Panja UU SDA di DPR.
Sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, Pemerintah paling lambat dalam 60 hari terhitung diterimanya dokumen RUU SDA versi DPR-RI yang di sahkan melalui Rapat Paripurna I, sudah harus mengirim DIM ke Panja RUU-SDA di DPR-RI.
Artinya, di masa persidangan DPR-RI paskalebaran, sekitar akhir Juni 2018, DIM RUU SDA sudah harus diterima Panja RUU SDA dan segera mulai dibahas dengan semua pemangku kepentingan. Lalu kapan disahkan? Belum ada yang tahu.
ADVERTISEMENT
Dalam pembuatan DIM sebelum dikirimkan ke Panja RUU SDA DPR RI, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Pemerintah terkait isi RUU SDA tersebut, antara lain adalah persoalan definisi air minum itu sendiri.
Definisi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dengan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) masih belum jelas karena sama-sama air minum.
Sehingga, jika tidak segera didefinisikan akan membingungkan semua pihak ketika membahas RUU SDA ini. Kedua jenis air minum ini jelas peruntutkan berbeda, sehingga harus diatur secara berbeda juga.
Selain persoalan definisi Air Minum yang masih rancu, definisi peran investor swasta dalam bisnis SPAM dan AMDK juga belum jelas dan cenderung membingungkan publik.
Ada beberapa Pasal yang nantinya akan terjadi perdebatan heboh jika tidak diantisipasi dari sekarang, antara lain Pasal 47 huruf d, f, dan g. Ini Pasal aneh dan dapat membingungkan swasta. Begitupula dengan Pasal 48 ayat (4).
ADVERTISEMENT
Niatan awal RUU tersebut didasari pada pertimbangan pokok untuk mewujudkan hak rakyat atas air sekaligus merupakan pengaturan atas permasalahan air dewasa ini. Air sebagai sumber vital bagi kehidupan rakyat dan harus diurus untuk memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat.
Karenanya, sudah selayaknya negara memberikan fasilitasi agar kebutuhan rakyat atas air sebagai bagian dari hak asasi manusia dapat dipenuhi, tidak sekadar memenuhi hak rakyat melalui perizinan yang hanya diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN) atau Daerah (BUMD) dan entitas lainnya.
Kekusutan Pemahaman Mengenai Air Minum
Dalam RUU-SDA pengaturan SPAM lebih banyak dilihat sebagai pengusahaan, bukan sebagai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari hari. Keterlibatan swasta seharusnya tidak ditempatkan dalam rangka pemerintah memenuhi kewajiban tersebut.
ADVERTISEMENT
Apabila SPAM telah mencapai 100% akses rakyat, maka kebutuhan air minum rakyat akan dipenuhi oleh SPAM bukan AMDK. Karena AMDK bukan merupakan kebutuhan sehari hari, tetapi AMDK lebih merupakan gaya hidup dan bersifat pilihan.
RUU-SDA telah mengatur prioritas penggunaan air dengan mengedepankan hak rakyat atas air. Kebutuhan penggunaan air untuk pertanian/irigasi, kebutuhan pokok sehari-hari menjadi prioritas utama, dan diikuti dengan penggunaan air untuk kebutuhan bukan usaha (termasuk AMDK).
Sementara AMDK adalah prioritas akhir untuk alokasi SDA, maka dari itu Pemerintah tidak perlu ikut campur tangan terlalu dalam di usaha AMDK.
Penggunaan air untuk usaha sesuai amar putusan MK dapat dilakukan dengan syarat tertentu dan ketat bukan berarti tidak diperbolehkan, namun di dalam RUU ini belum diatur dengan konsisten. Padahal prosentase penggunaan air untuk AMDK dibanding untuk SPAM hanya 0,004% apalagi dibanding penggunaan air secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Namun, di dalam RUU ini AMDK diatur seperti masalah yang sangat besar. Pemberian izin penggunaan air untuk AMDK dengan syarat tertentu dan ketat dapat dibenarkan, namun tidak berarti negara harus ikut di dalam usaha AMDK.
Industri AMDK tidak menyangkut hajat hidup orang banyak tetapi mendukung perekonomian nasional, sehingga selayaknya dibantu secara proporsional tanpa mengganggu hak rakyat atas air.
Pengusahaan Sumber Daya Air (SDA) sebagai materi untuk AMDK berupa air murni maupun Air Minum yang telah diberi tambahan rasa, warna, bau, dan sebagainya (selanjutnya disebut AMDK) telah lama berkembang di Indonesia dan telah memberikan sumbangan yang berarti untuk lapangan pekerjaan dalam rantai prosesnya, mulai dari saat produksi sampai dengan pengecer yang berjumlah sangat besar.
ADVERTISEMENT
Ditambah dengan pembayaran retribusi, pajak, CSR dan laion sebagainya. Artinya AMDK, suka atau tidak telah memberikan sumbangan yang besar bagi perekonomian negara.
Industri AMDK selama ini praktis tidak “diusik” karena AMDK hanya sebagai: gaya hidup, pengganti air minum yang seharusnya disediakan oleh negara melalui Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Dengan dibatalkannya UU Nomor 7 Tahun 2004 oleh Mahkamah Konstitusi (MK), publik, pemerintah, dan DPR diliputi semangat bahwa perwujudan hak rakyat atas air, sebagaimana Pasal 33 UUD 45, adalah dengan melarang sepenuhnya swasta di dalam pengusahaan SDA. Padahal MK sendiri dalam amar putusannya tidak melarang swasta dalam usaha SDA, namun hanya dibatasi dengan syarat tertentu dan ketat.
Adapun keberadaan swasta di dalam SPAM adalah dalam kerangka membantu tugas negara untuk mencapai target memenuhi kebutuhan air minum untuk rakyat tersebut. SPAM pada saat ini melalui Perusahaan Air Minum (PAM/PDAM) belum dapat memberikan akses 100%, baik karena jaringan yang belum menjangkau serta kekurangan kualitas dan kuantitas air yang dihasilkan.
ADVERTISEMENT
Masalah-masalah pokok yang dihadapi SPAM saat ini adalah: Besarnya Non Revenue Water (NRW), kurangnya kualitas dan kuantitas air baku, penggunaan air tanah yang eksesif, serta kurang baiknya pelayanan SPAM (PAM/PDAM).
Pada Draft RUU-SDA telah dimungkinkan pemberian izin kepada swasta di dalam pengusahaan SDA. Izin pengusahaan air tidak lagi hanya diberikan kepada BUMN/BUMD/BUMDes.
Namun demikian pemberian izin kepada swasta dengan syarat-syarat tertentu dan pengaturan ketat, sesuai amar putusan MK yang di implementasikan dalam RUU SDA, dikhawatirkan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain yang tidak sejalan dengan maksud dari RUU tersebut, hal ini ditunjukkan antara lain pada pasal-pasal: 46 (1) e, 46 (1) f, 47, 50 (1) g, 50 (4). Peluang telah diberikan kepada swasta dalam pengusahaan SDA, namun pada Pasal-pasal: 47 huruf d, f, dan g; syarat pemberian izin terkesan mengada-ada bahkan menjauh dari prinsip good governance.
ADVERTISEMENT
Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah
Sebelum membahas isi dari DIM Pemerintah, sebaiknya Kementerian PUPR sebagai pemegang Ampres atas RUU SDA melakukan pembicaraan dengan Kementerian Perindustrian supaya dapat mengubah nomen klatur air minum.
Istilah Air Minum sebaiknya hanya digunakan untuk SPAM, sedangkan untuk AMDK jangan menggunakan kata kata Air Minum tetapi, misalnya, Air Kemasan atau Air Dalam Botol atau Air Mineral bukan drinking water tetapi bottled water atau Pure Water atau yang lazim digunakan di negara lain. Ini perlu segera dilakukan supaya pembahasan DIM RUU SDA tidak rancu dan merugikan banyak pihak.
Pastikan RUU SDA tidak penuh dengan istilah-istilah yang seolah olah menunjukkan terlihat ketatnya regulasi Pemerintah, tetapi di sisi lain merugikan publik dan tidak lazim dilakukan di belahan dunia manapun, seperti minta bank garansi, dana untuk reboisasi dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Kemudian segera selesaikan RUU SDA ini pada tahun 2018 karena kalau tidak, patut diduga baru selesai setelah pergantian Presiden, bahkan tahun 2020 sementara ketersedian air secara berkelanjutan sangat dibutuhkan bangsa ini. Kelangkaan air akan menimbulkan konflik horizontal yang dahsyat.
Salam AGUS PAMBAGIO (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen).