Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Ciptakan KPPU yang Cerdas, Bukan Asal 'Ngetop'
15 September 2017 15:16 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Tulisan dari Agus Pambagio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Masa tugas Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) 2012 – 2017 akan segera berakhir dan saat ini Panitia Seleksi (Pansel) sedang bekerja untuk mencari calon Komisioner KPPU periode 2018 – 2023. Tugas Komisioner KPPU ke depan tidak mudah untuk mengawasi jalannya dunia usaha, yang akan semakin dipenuhi oleh usaha berbasis daring, sementara usaha konvensional semakin lama akan semakin berkurang karena harus bersaing dengan industri/usaha berbasis daring atau online yang lebih efisien.
ADVERTISEMENT
Selain itu revisi UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha yang merupakan inisiatif DPR-RI masih dalam pembahasan dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Perdagangan dan asosiasi industri. Panitia Kerja (Panja) yang diketuai oleh Azam Azman Natawijaya dari Fraksi Partai Demokrat harus dapat menyaring masukkan dari berbagai pihak, supaya UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha yang baru bisa lebih bergigi tetapi tetap mendorong industri untuk bersaing secara sehat bukan saling menjatuhkan dengan menggunakan UU No. 5 Tahun 1999 melalui KPPU.
Dalam usulan RUU tersebut tercakup 7 substansi baru yang diusulkan supaya KPPU lebih cerdas dan cadas, termasuk memperluas definisi cakupan pelaku usaha, mengubah notifikasi merger, mengubah besaran sanksi, mekanisme pengaturan pengampunan dan/atau pengurangan hukuman, membuat aturan pasal yang mengatur penyalahgunaan posisi tawar yang dominan terhadap perjanjian kemitraan, peningkatan pelaksanaan fungsi penegakan hukum yang dilakukan KPPU dan penguatan KPPU melalui pembagian tugas dan kewenangan KPPU ke depan.
ADVERTISEMENT
Tugas utama KPPU sebenarnya adalah mengawasi semua praktik persaingan usaha di Indonesia, supaya semua pelaku usaha dapat bersaing dengan sehat dan adil. KPPU bukan alat yang dapat digunakan untuk saling menjatuhkan pelaku usaha sejenis satu dengan lainnya, seperti yang sering dilakukan saat ini. Dalam memutuskan rekomendasinya, KPPU tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun dan KPPU harus paham betul seluk beluk usaha yang diperkarakan. Putusan/rekomendasi KPPU tidak dimaksudkan untuk mematikan pelaku usaha tetapi untuk memberi koreksi.
Ke depan KPPU memerlukan sumber daya manusia yang tidak saja cerdas tetapi juga kreatif dalam dunia usaha yang terus berkembang dan semakin bergantung pada teknologi informasi. Komisioner KPPU harus ada yang mempunyai kemampuan e-commerce sehingga rekomendasinya tidak aneh atau terbaca oleh publik cenderung berpihak.
ADVERTISEMENT
Putusan dan Saran KPPU yang “Ngetop” Tapi Tidak Cerdas
Saat ini banyak kasus diangkat oleh KPPU yang menurut saya asal “ngetop” alias “banci tampil”. Cukup dimaklumi karena masa tugas komisioner KPPU akan berakhir tahun ini dan patut diduga ada komisioner lama yang masih sangat berminat untuk dipilih lagi pada periode mendatang. Yang penting tampil dulu di media meskipun dengan keputusan yang “nyeleneh,” membingungkan publik dan dunia usaha, seperti kasus PGN Sumatera Utara, kasus pengaturan taksi daring, kasus Aqua vs Le Minerale dan sebagainya.
Dalam kasus PGN Sumatera Utara, KPPU menyatakan bahwa PGN melakukan tindakan monopoli penjualan gas di Sumatera Utara yang berakibat harga gas di Sumut merupakan harga gas termahal di Indonesia. KPPU lupa atau kurang paham, bagaimana gas itu di tambang, diangkut sebagai LNG ke tempat penampungan, di regasifikasi kemudian di angkut dan distribusikan melalui pipa ke pelanggan. KPPU juga lupa atau kurang paham, bagaimana PGN merupakan BUMN yang diberi penugasan oleh Pemerintah untuk menyalurkan gas ke seluruh Indonesian termasuk Sumatera Utara karena PGN adalah BUMN dan satu-satunya yang mempunyai pipa transmisi dan distribusi terpanjang. Bagaimana bisa sebuah perusahaan yang mendapat penugasan oleh pemerintah di katakan melakukan praktik monopoli ?
ADVERTISEMENT
Dalam kasus tuduhan monopoli Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), di mana Aqua (tergugat) diadukan oleh Le Minerale (penggugat) ke KPPU dengan tuduhan tergugat menerapkan praktik monopoli di tingkat toko pengecer. Menurut pihak penggugat, toko pengecer produk tergugat melarang pengecer yang disebut Star Outlet (SO) menjual produk lain, termasuk produk penggugat. Di industri makanan dan minuman, proses atau rantai pemasarannya spesifik dan biasanya industri masing-masing membangun sendiri rantai distribusi hingga ke pengecer.
Menghadapi kasus aduan ini seharusnya KPPU mengkaji dengan teliti terlebih dahulu, apa latar belakang pengaduan ini? Apakah murni karena tergugat melakukan praktik monopoli di pasar AMDK dengan melarang pengecer yang sudah menjual produk tergugat tidak boleh menjual produk penggugat atau produk lain ? Atau penggugat ingin mengambil jalan pintas untuk menguasai pasar AMDK dengan cara menghancurkan penguasa pasar (tergugat) dengan memanfaatkan KPPU supaya tergugat dikenakan hukuman dan publik lalu terpengaruh dan tidak lagi membeli produk tergugat. Sehingga pasar AMDK akan di kuasi produk penggugat. Dari analisa saya melalui pemberitaan di beberapa media, patut diduga penggugat memang ingin menguasai pasar tergugat dengan menggunakan tangan KPPU.
ADVERTISEMENT

Demikian pula dengan kasus taksi daring (online) yang sampai hari ini peraturan perundang undangannya belum muncul paska dibatalkannya Permenhub No. 26 Tahun 2017. Pendapat KPPU bertentangan dengan Permenhub No. 26 Tahun 2017 dan tentunya UU No. 22 Tahun 2009, dimana KPPU berpendapat bahwa tarif batas atas-bawah menghambat inovasi dan inefisiensi transportasi masal serta merugikan konsumen. Lalu KPPU juga menyarankan agar pemerintah tidak mengatur kuota armada taksi daring tetapi serahkan saja pada pasar. KPPU juga menyarankan untuk menghapus kebijakan bahwa taksi daring harus atas nama badan hukum.
Bagaimana mungkin KPPU dapat memberikan rekomendasi kendaraan taksi daring tidak perlu berbadan hukum, padahal jelas-jelas tertulis pada UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 139 ayat (4) ? Bagaimana mungkin rekomendasi KPPU justru membuat konsumen semakin sulit untuk bergerak karena kemacetan akan semakin parah kalau tidak di kuota, sedangkan taksi konvensional di kuota dan dikenakan tarif batas atas-bawah ? Artinya KPPU mengizinkan praktik persaingan tidak sehat karena memberikan kemudahan berlebih kepada taksi daring. Akibatnya cepat atau lambat taksi daring akan menguasai pasar dan taksi konvensional yang sarat aturan akan mati. Jika ini terjadi maka KPPU merupakan pihak yang paling bertanggungjawab.
ADVERTISEMENT
Langkah ke depan
Pastikan Pansel KPPU dan juga nanti Komisi VI DPR-RI tidak lagi memilih Komisioner KPPU masa tugas 2017 – 2022 yang selama ini menyampaikan rekomendasi KPPU melalui media, namun kurang cerdas dan melanggar aturan perundang undangan yang berlaku dan patut diduga mempunyai agenda pribadi. Publik perlu KPPU yang cerdas dan tidak “banci tampil”. Selamat bertugas untuk Pansel KPPU dan Komisi VI DPR-RI.
AGUS PAMBAGIO (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen)