Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Garudaku Sayang, Garudaku Malang
9 Mei 2017 12:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
Tulisan dari Agus Pambagio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (GA) sedang dirundung mendung gelap layaknya awan kumulus nimbus.
ADVERTISEMENT
Pertama, karena besarnya kerugian yang dihadapi oleh GA saat ini, di mana pada kuartal 1 tahun 2017, kerugian PT GA telah mencapai sekitar US$ 99,1 juta atau setara dengan Rp 1,32 trilun. Suatu jumlah yang sangat fantastis besarnya. Jika ditambahkan pada beban hutang PT GA terhadap lembaga finansial dunia lainnya, kalkulator saya sulit menghitung karena sangat besar.
Kedua, GA saat ini sedang menghadapi dilema setelah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 12 April 2017 lalu. Di mana susunan Direksi PT GA melanggar UU No. 1 Tahun 2010 Tentang Penerbangan dan Civil Aviation Safety Regulation (CASR) – 121 dari International Civil Aviation Organization (ICAO) karena dalam Dewan Direksi (BOD) perusahaan tidak ada Direktur Operasi dan Direktur Teknik seperti layaknya perusahaan penerbangan sipil. PT GA harus segera mematuhinya, karena itu perintah UU. Sampai saat saya menulis artikel ini, belum terlaksana.
ADVERTISEMENT
Sesuai aturan di atas, perusahaan penerbangan sipil harus mempunyai penanggung jawab operasi penerbangan dan penanggung jawab teknis terkait dengan perawatan pesawat karena perusahaan penerbangan sipil sangat sarat aturan yang harus dijalankan secara ketat demi keselamatan penerbangan. Apalagi jika maskapai atau perusahaan penerbangan sipil mengoperasikan beragam jenis pesawat (wide body, narrow body, dan propeler) seperti PT GA.
Pada sebuah maskapai penerbangan, seperti PT GA, semua jajaran manajemen puncaknya (BOD) harus patuh pada semua peraturan yang terkait dengan keselamatan penerbangan tanpa terkecuali. Bagaimana mungkin seluruh jajaran BOD PT GA berjibaku di sisi finansial untuk menyelamatkan perusahaan, namun di sisi lain mengabaikan sumber pencari uangnya, yaitu keselamatan penumpang. Jika keselamatan diabaikan, maka PT GA akan sulit berbisnis. Sebuah maskapai penerbangan tidak membutuhkan Direksi Produksi dan Direktur Kargo karena PT GA bukan pabrik panci.
ADVERTISEMENT
RUPS sudah dilakukan tetapi susunan BOD melanggar aturan yang ada, maka sebagai perusahaan BUMN terbuka (Tbk), PT GA harus merombak jajaran BOD-nya melalui RUPS. Mari kita lihat aturan yang berlaku dan apa dampaknya bagi PT GA sebagai maskapai flag carrier Indonesia.
Langkah PT Garuda Indonesia, Tbk Ke Depan
Dengan beban hutang dan defisit Q1/2017 yang demikian besar, tugas BOD PT GA menjadi sangat sulit namun menantang. Ada benarnya jika nakhoda PT GA ditunjuk seorang banker (ketika terjadi krisis, PT GA selalu mengangkat banker sebagai direktur utama) yang diharapkan dapat membenahi perusahaan melalui restrukturisasi utang dan mencari pinjaman baru atau right issue di pasar modal.
Dalam hal di atas, langkah Kementerian BUMN sudah tepat. Namun, sayang Kementerian BUMN menganggap PT GA sebagai perusahaan BUMN biasa, bukan BUMN terbuka (Tbk), sehingga berbagai peraturan perundang undangan yang ada diabaikan. Langkah Kementerian BUMN mengubah nomen klatur BOD PT GA dengan cara meniadakan posisi Direktur Operasi dan Direktur Teknik menjadi Direktur Produksi dan Direktur Kargo tanpa seizin Kementerian Perhubungan membuat RUPS PT GA April 2017 lalu bermasalah dan cacat di mata publik.
ADVERTISEMENT
Munculnya desakan dari publik termasuk Serikat Karyawan GA, akhirnya membuat Direktur Utama menyatakan akan mengangkat seorang Chief Of Operation (COO) dan seorang Chief of Maintenance yang setingkat Direksi. Jadi, COO dan COM bukan Direksi, karena hanya setingkat Direksi dan diangkat oleh Direktur Utama, bukan oleh RUPS Luar Biasa (RUPSLB). Jika langkah ini yang diambil, maka langkah ini jelas melanggar Pasal 3 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik, yang isinya: “Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS".
Selain itu mengangkat COO dan COM tidak sebagai BOD tetapi hanya setingkat BOD juga melanggar CASR 121, khususnya CASR 121.59 yang secara mandatori harus dilaksanakan, bahwa sebuah perusahaan penerbangan sipil di dalam susunan BOD-nya harus ada seorang Direktur Operasi dan seorang Direktur Teknik (Maintenance) bukan COO dan COM yang hanya setingkat Direksi. Di CASR 121 tidak dikenal nomen klatur Direktur Produksi dan Direktur Kargo.
ADVERTISEMENT
CASR 121.61 juga mengatur kualifikasi seorang Direktur Operasi, antara lain yang bersangkutan harus terlatih dan mempunyai sertifikat sebagai operator penerbangan, mempunyai sertifikat sebagai pilot pesawat yang dioperasikan oleh perusahaan (GA), berpengalaman menjadi pilot minimal tiga tahun, dan sebagainya. Demikian pula untuk seorang Direktur Teknik atau Perawatan harus mempunyai sertifikat Aircraft Maintenance Engineer (AME).
Keduanya harus disahkan oleh regulator, yaitu Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan. Tanpa memenuhi persyaratan ini mereka tidak layak menjadi BOD maskapai penerbangan sipil Indonesia. Melalui beberapa surat tertulis (tertanggal 13 dan 25 April 2017 serta 2 Mei 2017), Direktur Jenderal Perhubungan Udara juga telah mengingatkan dan menetapkan dua calon BOD yang lulus uji ke Direktur Utama PT GA dengan tembusan ke Menteri Negara BUMN.
ADVERTISEMENT
Langkah Yang Harus Dilakukan Pemerintah
Pertama, secepatnya PT GA melakukan RUPSLB untuk segera menetapkan Direktur Operasi dan Direktur Teknik/Perawatan PT GA, mengingat dua posisi ini sangat menentukan keselamatan penerbangan sipil di PT GA. Dampak PT GA tanpa dua posisi direktur tersebut akan sangat menakutkan publik. Naiknya angka keterlambatan penerbangan PT GA akhir-akhir ini, patut diduga ada hubungannya dengan persoalan ketiadaan Direktur Operasi.
Kedua, berhubung kondisi keuangan korporasi sedang bermasalah, sedangkan saat ini jumlah BOD hasil RUPS tanggal 12 April 2017 lalu sudah berjumlah tujuh orang kemudian dan akan bertambah dengan 2 orang lagi, maka total BOD sebenyak sembilan orang jelas memberatkan korporasi. Saran saya, pertahankan saja tujuh orang yang artinya kan ada dua orang BOD yang harus mundur.
ADVERTISEMENT
Ketiga, berhubung PT GA adalah maskapai penerbangan flag carrier Indonesia, maka sebaiknya PT GA tidak melanggar sederetan peraturan perundang undangan, seperti: UU No. 1 Tahun 2010 Tentang Penerbangan, UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal , UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 33 Tahun 2014 Tentang Direksi, dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik dan CASR 121.
Keempat, karena tenggang waktu kekosongan dua posisi penting BOD tersebut telah terlewati (7 hari setelah RUPS) namun, masih dimungkinkan untuk segera dilakukan RUPSLB maksimal 30 hari setelah RUPS pada 12 April 2017. Artinya paling lambat pada 11 Mei 2017, RUPSLB harus sudah dilakukan untuk penetapan Direktur Operasi dan Direktur Teknik/Perawatan. Atau BOD cacat demi hukum.
ADVERTISEMENT
Salam
Agus Pambagio
Pemerhati Kebijakan Publik dan Konsumen