Konten dari Pengguna

Heboh Obat dan Vaksin COVID-19

Agus Pambagio
Pemerhati kebijakan publik dan lingkungan.
22 Agustus 2020 20:23 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Pambagio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Sputnik V, vaksin virus corona dari Rusia. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sputnik V, vaksin virus corona dari Rusia. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Harapan dan kecemasan publik terkait penanganan Pandemi COVID-19 kembali mencuat ketika muncul pemberitaan di media bahwa obat maupun vaksin COVID-19 sudah ditemukan oleh peneliti dari Indonesia. Sementara itu hingga saat ini belum ada negara yang berhasil menemukan dan memproduksi obat dan vaksin untuk Covid-19. Dampak dari informasi di atas, membuat dunia farmasi Internasional heboh ketika muncul pengumuman yang dilakukan oleh Universitas Airlangga (Unair) terkait ditemukannya obat COVID-19. Akibatnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sebagai pihak yang berwenang memberikan izin edar obat/makanan di Indonesia, kerepotan menjawab pertanyaan sektor farmasi dunia.
ADVERTISEMENT
Munculnya klaim terkait penemuan berbagai suplemen yang di umumkan ke publik sebagai obat COVID-19 saja, sudah membingungkan BPOM. Lalu muncul klaim obat dan vaksin. Sebelum heboh kasus Unair, beberapa waktu lalu Pemerintah juga mengatakan bahwa kerja sama antara Sinopec dengan Bio Farma akan segera menghasilkan vaksin Covid-19 dalam beberapa bulan ke depan setelah uji tahap ke tiga selesai. Lalu Kementerian Riset , Teknologi dan badan Riset Inovasi Nasional juga tengah bekerja sama mengembangkan vaksin COVID-19 dengan Lembaga Eijkman dan akan siap berproduksi awal tahun depan.
Pertanyaan saya, apa betul demikian? Sebaiknya pemerintah jangan terlalu bernafsu mengumumkan sesuatu yang belum tuntas selesai. Sepengetahuan saya sebagai awam, pengembangan vaksin membutuhkan penelitian panjang (bukan dalam hitungan bulan tetapi tahun) dan mahal. Sementara belum ada satu tahun kita sudah mengklaim menemukan obat dan vaksin Covid-19. Begitu pula dengan anggaran yang diberikan. Dalam pengembangan vaksin Covid-19 pemerintah hanya menganggarkan sekitar 0,3% dari PDB. Sedangkan negara lain rata-rata 5% dari PDB.
ADVERTISEMENT
Seperti kita tahu bahwa bisnis vaksin merupakan bisnis multi billion dolar yang melibatkan banyak pemain farmasi dunia, seperti dari Amerika, Eropa, Jepang, dan China. Kekuatan industri farmasi dunia sekelas dengan industri peralatan militer. Mereka selalu ikut terlibat langsung maupun tidak langsung di kancah hubungan Internasional, konflik maupun pergulatan politik. Jadi industri farmasi adalah industri strategis. Posisi Indonesia ada di mana? Itu yang harus kita pikirkan.
Saya sebagai awam cukup terkejut ketika mendengar dan membaca di beberapa media bahwa Unair bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI Angkatan Darat telah menemukan obat Covid-19, meskipun sampai hari ini setahu saya BPOM belum mengeluarkan izin edar obat tersebut. Perkiraan saya benar ketika pada Kamis 19 Agustus 2020, BPOM mengeluarkan Siaran Pers yang menyatakan bahwa produk Unair secara kefarmasian belum dapat di kategorikan sebagai obat dan tentunya belum mempunyai izin edar dari BPOM.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa pemberitaan di media dan diskusi saya dengan beberapa farmakolog dan dokter, bahwa obat yang diklaim oleh Unair dan Tim bukan obat baru. Obat tersebut merupakan campuran atau racikan dari beberapa jenis obat yang selama ini, seperti Lopinavir/Ritonavir-Azithromycin; Lopinavir/Ritonavir-Doxycycline; serta Hydrochloroquine-Azithromycin. Kombinasi inilah yang di klaim oleh Tim Unair sebagai obat Covid-19 berdasarkan pengujian utama dari dua Rumah Sakit (RS), yaitu RS Airlangga di Surabaya dan RS Yudistira di Bandung. Padahal dalam standar penelitiannya dibutuhkan banyak sampel dari banyak RS.
Kepala Staf Angkatan Darat juga bicara di media dan mengatakan bahwa obat COVID-19 buatan Indonesia akan segera diproduksi dalam waktu beberapa bulan mendatang, atau kita punya calon vaksin yang sedang pada tahap akhir (stage 3) pengujian. Lalu ada yang sudah mengklaim bahwa obat penanggulangan COVID-19 sudah ditemukan, ternyata hanya suplemen. Publik bingung, sebenarnya yang sudah ditemukan dan disampaikan ke publik itu obat atau vaksin atau keduanya atau hanya suplemen.
ADVERTISEMENT
Menurut saya ini kecerobohan yang tidak perlu, berbahaya dan sangat memalukan Indonesia. Bayangkan bagaimana jika pemilik hak paten obat yang digunakan tanpa izin (semoga yang digunakan adalah versi generik) lalu di klaim sebagai obat baru melakukan tuntutan ke Tim Unair ? Lalu apa yang harus dijawab oleh BPOM sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan izin edar suplemen/obat/vaksin, sementara hasil uji klinis lengkap belum ada, apalagi belum diumumkan di Jurnal Internasional.
Supaya kita tidak dipermalukan dunia dan publik tidak harap-harap cemas terkait dengan keberadaan obat maupun vaksin COVID-19, Juru Bicara Satgas COVID-19 di kantor Presiden, Selasa (18 Agustus 2020), meminta dengan sangat ada baiknya pihak yang mengklaim, yaitu Tim Unair memberikan penjelasan. Penjelasan ini penting, sebab sebuah obat bisa digunakan aman oleh masyarakat setelah melalui tahapan-tahapan yang sesuai atau diakui oleh dunia internasional.
Ilustrasi virus corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan

Langkah Pemerintah

Menurut Jubir Satgas dan Siaran Pers BPOM, belum ada obat dan/atau vaksin COVID-19 buatan Indonesia maupun produk kerja sama dengan luar negeri dan produk luar negeri yang sudah resmi berlaku sebagai obat dan/atau vaksin dan beredar di Indonesia. Meskipun Pemerintah Indonesia sudah mengklaim bahwa sebentar lagi Indonesia akan punya obat dan/atau vaksin Covid-19, sebaiknya publik jangan terlalu berharap bahwa obat dan/atau vaksin Covid-19 akan segera ada dalam beberapa bulan ke depan.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara yang ikut berperan memproduksi obat dan/atau vaksin Covid-19, sebaiknya Indonesia harus ikut bermain cantik dengan negara yang industri farmasinya menguasai dunia, supaya ikut mendukung Indonesia bukan hanya sekadar dijadikan pemasaran produk mereka. Jika dengan diplomasi yang baik siapa tahu kita bisa diakui sebagai negara penghasil obat dan/atau vaksin Covid-19. Ingat bisnis obat dan/atau vaksin merupakan bisnis multi billion dolar yang tidak mudah pasarnya diambil oleh pendatang baru seperti Indonesia. Tugas Kemenlu melakukan lobi cantik dan komprehensif ke negara adidaya produk farmasi.
AGUS PAMBAGIO (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen).