Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Indonesia Menangis: Mau Dibawa Kemana BUMN Migas
21 Desember 2017 9:45 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
Tulisan dari Agus Pambagio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Rencana pembentukan holding BUMN Migas dalam rangka revitalisasi industri migas dan performa BUMN terus bergulir, meskipun mendapat banyak komentar negatif dari berbagai pihak, termasuk dari ahli maupun politisi. Berhubung migas merupakan hajat hidup orang banyak, maka tanggapan di berbagai media seru sekali. Herannya Kementerian BUMN sangat “ngotot” supaya holdingisasi BUMN Migas ini segera dilakukan. Ada apa ?
ADVERTISEMENT
Holding Migas hanya melibatkan dua BUMN, yaitu PT Pertamina (Persero) dan PT PGN, Tbk. Ini dua (2) BUMN Migas yang sangat diandalkan oleh Pemerintah untuk mengelola sumber daya alam strategis yang sangat penting bagi kehidupan dan perekonomian Indonesia. Sayangnya sudah lama Pemerintah tidak hadir mengatur bisnis migas yang maha penting ini dengan baik, sehingga muncullah banyak makelar yang memanfaatkan kedua BUMN Migas demi kepentingan mereka.
Saat ini peran keduanya di hulu dan hilir sering tumpang tindih dan menjadi salah satu penyebab utama lambannya perkembangan usaha migas di Indonesia. Ketumpang tindihan ini dimanfaatkan oleh makelar (traders) seluas luasnya. Pembangunan infrastruktur pipa gas tidak banyak dibangun dan meluas, sehingga pemanfaatan gas sebagai sumber energi nyaris stagnan. Begitu pula dengan pembangunan kilang minyak, sampai hari ini masih belum jelas. Melihat hal ini, Kementerian BUMN seolah olah tergerak untuk melakukan aksi paksa korporasi melalui holding, sayang dilakukan tanpa pemikiran yang matang akibatnya holding paksa ini rawan di politisasi.
ADVERTISEMENT
Upaya holding BUMN Migas mungkin baik tetapi sayang tidak dilengkapi dengan kebijakan yang benar, sehingga berpotensi menghancurkan BUMN Migas itu sendiri. Pernyataan Direktur Utama Pertamina pada wisuda di IPMI tanggal 13 Desember 2017 lalu, sangat menyedihkan (video beredar di media sosial). Bagaimana bisa orang No. 1 Pertamina membuli sesama BUMN Migas (PGN) di hadapan wisudawan ? Apa maksud dan tujuannya ? Apakah mau cari muka ke Menteri Negara BUMN supaya holding BUMN Migas segera dilaksanakan melalui akuisisi PGN oleh Pertagas (anak perusahaan Pertamina) ? Sungguh menyedihkan kualitasnya sebagai pimpinan tertinggi di BUMN besar dan strategis ini.
Sampai hari ini mekanisme holding BUMN Migas masih dalam wacana yang semakin membingungkan. Patut diduga PGN akan menjadi anak perusahaan Pertamina bersama dengan Pertagas. PGN dan Pertagas akan digabung di bawah Pertamina. Namun apapun upaya itu, mekanismenya belum jelas. Terlepas dari mekanisme, yang terpenting langkah holding BUMN Migas harus berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. Jangan main tabrak saja dan membuat Indonesia menangis karena BUMN kembali dihancurkan oleh organisasi BUMN itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Semangat Holdingisasi yang Menyesatkan
Beberapa hari lalu kembali diadakan pertemuan terkait dengan holdingisasi BUMN Migas di Kementerian BUMN. Di pertemuan itu muncul berbagai pendapat, seperti pengelompokan berdasarkan jenis usaha dari masing-masing anak perusahaan Pertamina dan PGN di holding BUMN Migas.
Sebagai contoh PT PHE (Pertamina) atau PT EP di gabungkan dengan PT Saka (PGN), PGSOL (PGN) digabungkan dengan Pertamina Drilling (Pertamina) atau Pertagas, PLI (Pertamina) dengan PT GS Niaga dan sebagainya kecuali Nusantara Regas dan TGI yang akan stand alone. Ditengah upaya serius untuk membenahi BUMN Migas supaya lebih perkasa kedepan, muncul beberapa pernyataan murahan yang semakin membuat BUMN terbuka semacam PGN, terpuruk nilai sahamnya dan pada akhirnya negara serta rakyat Indonesia yang dirugikan.
ADVERTISEMENT
Saya pribadi melihat bahwa dalam proses holding BUMN Migas ini patut diduga ada untuk membunuh atau mengkerdilkan BUMN lain (terbukti dari pernyataan-pernyataan Dirut Pertamina di beberapa kesempatan), seperti PGN yang sudah menjadi perusahaan publik dan selama ini sahamnya cukup stabil. Beberapa hari lalu ketika pembahasan holding BUMN Migas ini semakin tidak jelas, saham PGN di bursa sempat menyentuh bottom line, sebesar 1365. Berapa kerugian negara akibat gosip holding BUMN Migas ini?
Sampai hari ini secara regulasi, belum ada Peraturan Pemerintah (PP) yang akan memayungi holdingisasi BUMN Migas, yang ada baru kajian dasar dari rencana PP (saat ini baru Meneg BUMN yang paraf RPPnya, Menteri Keuangan dan menteri terkait lainnya belum). Pada PP itu terkesan bahwa Pertamina akan mengkerdilkan PGN dan mengalihkan semua bisnis PGN ke Pertagas. Kalau ini dilaksanakan akan menabrak UU Migas, di mana PGN adalah BUMN gas yang diakui dan merepresentasikan kuasa negara. Sehingga kalau PGN di kerdilkan, maka tidak ada lagi BUMN sektor hilir gas di Indonesia, semua swasta yang dapat menjual aset-aset negara tanpa harus izin DPR-RI.
ADVERTISEMENT
Jika rencana holding BUMN Migas tujuannya untuk mengkerdilkan PGN dan memperkuat Pertagas melalui pengalihan aset-aset PGN dengan cara yang tidak konstitusional, maka holding Migas merupakan pemusnahan BUMN tidak saja melalui cara-cara yang menurut Kementerian BUMN hanya merupakan aksi korporasi tetapi juga cara-cara yang inkonstitusional . Pertagas adalah anak perusahaan Pertamina, sesuai dengan UU BUMN anak perusahaan BUMN bukan BUMN alias swasta murni. Bagaimana mungkin swasta murni menelan BUMN terbuka ?
Berdasarkan Konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 002/PUU-I/2003, intinya BUMN pengelola Sumber Daya Alam yang penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak tidak dapat dihilangkan statusnya sebagai BUMN dengan nama dan mekanisme apapun, termasuk aksi korporasi yang bernama holding.
ADVERTISEMENT
Pendapat yang mengatakan bahwa penyertaan saham milik negara di BUMN kepada BUMN lain dalam kerangka holding akan menghilangkan status BUMN menjadi Perseroan Terbatas (PT), namun tidak menghilangkan kendali negara pada PT tersebut karena adanya kepemilikan satu lembar saham Dwiwarna merupakan pendapat asal bunyi atau “asbun”. Pendapat ini belum diatur oleh peraturan setingkat UU hanya oleh PP No. 72 Tahun 2016 , bahkan juga tidak diatur oleh UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN. Jadi jelas bahwa keberadaan saham Dwiwarna dalam hukum di Indonesia sangat terbatas dan tidak menjamin adanya kekuatan Pemerintah di BUMN yang sudah di swastakan.
Menghilangkan kepemilikan saham mayoritas di BUMN yang berubah menjadi PT dan mengandalkan saham Dwiwarna, artinya Kementerian BUMN mempertaruhkan kepentingan negara atas BUMN, apalagi tidak ada UU yang memayungi saham Dwiwarna. Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, ada kekosongan hukum untuk saham Dwiwarna. Jadi adanya pendapat bahwa akan ada penjualan BUMN Migas paska holding tanpa harus izin Komisi VI DPR-RI akan segera menjadi kenyataan. Bagaimana Komis VI DPR – RI ? Jangan diam saja. Do something.
ADVERTISEMENT
Lalu Apa yang Harus Dilakukan?
Holdingisas BUMN Migas ternyata bertentangan dengan UUD 45, Putusan Mahkamah Konstitusi dan UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN. Jika Presiden tidak menghalangi Menteri BUMN untuk menghapus status BUMN dan menjadikan hanya sebagai PT, maka Presiden telah melakukan pelanggaran Sumpah Presiden untuk memegang teguh UUD 45 dan menjalankan peraturan perundang undangan dengan selurus lurusnya, sebagaimana amanah Pasal 9 ayat (1) UUD 45.
Sebaiknya BUMN Migas tidak di holdingkan tetapi dipisah perannya, hulu dan hilir supaya tidak ada duplikasi pembangunan infrastruktur (pipa) seperti yang sekarang selalu terjadi antara Pertagas dan PGN. Pertamina mengurus seluruh bisnis hulu Migas dan hilir minyak bumi, sedangkan PGN hanya mengurus hilir gas persis seperti yang sudah diputuskan di era Presiden SBY, hanya saja Keputusan tersebut akhirnya dibatalkan karena adanya ancaman karyawan Pertamina untuk demo dan SBY ragu untuk melaksanakan. Sayang sekali. AGUS PAMBAGIO (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen)
ADVERTISEMENT