Konten dari Pengguna

Kerja Cepat, Ambruk Cepat

Agus Pambagio
Pemerhati kebijakan publik dan lingkungan.
8 Februari 2018 10:38 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Pambagio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Longsor di kawasan Bandara Soetta (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Longsor di kawasan Bandara Soetta (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pembangunan infrastruktur yang merupakan salah satu program utama kabinet kerja dibawah pimpinan Presiden Jokowi terus digenjot. Artinya pembangunan bendungan, bandara, pelabuhan laut, jalan tol, rel kereta api, MRT, LRT, kereta bandara dll terus berjalan dan berpacu dengan waktu sampai 2019.
ADVERTISEMENT
Percepatan pembangunan infrastruktur membuat pertumbuhan ekonomi daerah sekitar proyek meningkat karena tercipta lapangan pekerjaan baru, formal dan informal. Hampir semua proyek infrastruktur dikerjakan oleh BUMN Karya sebagai kontraktor utama dan semua dikerjakan dengan cepat.
Wujud konstruksi proyeknya tampak, namun apa benar proyek tersebut sudah memenuhi kaidah-kaidah keselamatan dan kepatutan sesuai dengan standar yang berlaku? Artinya apakah semua proyek dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan baik kualitasnya? Ini sebuah pertanyaan besar yang harus dijawab oleh Pemerintah mengingat proses pembangunan infrastruktur membuat banyak masyarakat harus tercerabut dari daerah aslinya.
Komitmen Presiden untuk terus mempercepat pembangunan infrastruktur tampaknya tidak disertai dengan langkah kehati-hatian yang tinggi dari para pembantunya dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur, terutama dari sisi konstruksi. Akibatnya kecelakaan kerja di sektor konstruksi terus terjadi. Hingga saat ini sudah sekitar 10 proyek infrastruktur yang terekspos di publik bermasalah dan merengut korban jiwa dan korban luka permanen karena diabaikannya faktor keselamatan kerja.
ADVERTISEMENT
Lalu, ke mana konsultan pengawas konstruksi yang dibayar mahal oleh negara? Atau apakah ada kesalahan sistem pengajaran di Perguruan Tinggi, sehingga para lulusannya mengabaikan keselamatan dalam bekerja?
Maaf, ini bukan sarkasme tetapi sebagai pekerja di sektor kebijakan publik yang tidak paham teknik konstruksi, saya hanya sekedar bertanya karena kejadian kecelakaan konstruksi sudah berulang tetapi belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang tentang penyebab kecelakaan tersebut dan sanksi tegas yang diterapkan ke penanggungjawab proyek supaya kecelakaan konstruksi tidak berulang.
Longsor di underpass bawah rel kereta Soetta (Foto: Instagram @polisi_bandara_soekarnohatta)
zoom-in-whitePerbesar
Longsor di underpass bawah rel kereta Soetta (Foto: Instagram @polisi_bandara_soekarnohatta)
Gagal Konstruksi atau Gangguan Alam
ADVERTISEMENT
Kejadian terakhir runtuhnya tembok underpass di perlintasan kereta api bandara hari Senin sore lalu yang sempat menimbun 1 kendaraan dengan dua anak muda terkubur di dalamnya. Sayang karena lambatnya pertolongan satu korban akhirnya meninggal di Rumah Sakit.
Pertanyaannya, apakah kita masih perlu membangun infrastruktur dengan cepat namun mengabaikan keselamatan kerja? Jangan sampai slogan "kerja cepat, tetapi cepat ambruk" menjadi sebuah standar pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Menurut catatan penulis, sampai hari ini sudah ada 10 proyek konstruksi yang mengalami kegagalan di seluruh Indonesia, yaitu: (1) Proyek LRT Palembang dengan kontraktor PT Waskita Karya Tbk pada 4 Agustus 2017, (2) Proyek Jalan Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi dengan kontraktor PT Waskita Karya Tbk pada 22 September 2017, (3) Proyek Jalan Tol Bogor Outer Ring Road dengan kontraktor PT Wijaya Karya pada tanggal 29 Oktober 2017, (4) Proyek LRT Jabodebek dengan kontraktor Adhi Karya Tbk pada tanggal 15 Nopember 2017, (5) Peroyek Jalan Tol Layang Jakarta – Cikampek II dengan kontraktor Waskita Karya Tbk pada tanggal 16 Nopember 2017, (6) Proyek Jembatan Cioputrapinggan dengan kontraktor PT Bangun Pilar Patroman pada tanggal 26 Desember 2017, (7) Proyek Jalan Tol Pemalang – Batang dengan kontraktor Waskita Karya Tbk pada tanggal 30 Desember 2017, (8) Proyek Jalan Tol Depok – Antasari dengan kontraktor PT Gilder Indonesia pada tanggal 2 Januari 2018, (9) Proyek LRT Velodrome – Kelapa Gading dengan kontraktor PT WIjaya Karya Tbk pada tanggal 22 Januarin2018, (10) ,Proyek Double Double Tracj Manggarai dengan kontraktor PT Hutama Karya Tbk pada tanggal 4 Februari 2018 (sumber Kementerian PUPR).
ADVERTISEMENT
Terkait dengan kegagalan konstruksi tersebut, Pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR telah saja mengeluarkan Keputusan Menteri PUPR No. 66/KPTS/M/2018 Tentang Komite Keselamatan Konstruksi meskipun terlambat.
Sayang, KM PUPR ini ternyata hanya untuk mengawasi proyek-proyek infrastruktur yang diangarkan dan dibangun oleh Kementerian PUPR. Itu terlihat dari dibentuknya beberapa Sub Komite, seperti Sub Komite Jalan dan Jembatan, Sub Komite Sumber Daya Air, dan Sub Komite Bangunan Gedung. Semua pimpinan Sub Komite dan tupoksinya ada di Kementerian PUPR.
Keputusan Menteri tersebut terlihat bahwa Komite Keselamatan Konstruksi tidak mengurus pembangunan infrastruktur transportasi, seperti MRT, LRT, Kereta Bandara dan proyek-proyek lain yang dibawah kendali Kementerian Perhubungan. Artinya kasus kecelakaan kerja sektor konstruksi double track di kawasan Matraman dan ambruknya dinding underpass di perimeter Bandara Soekarno Hatta tidak diatur oleh KM No. 66 Tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Bangsa ini memang bangsa yang sering abai terhadap keselamatan, yang terpenting dalam mengerjakan proyek adalah murah dan cepat selesai, tidak peduli proyek tersebut memakan korban atau tidak. Dalam kasus rubuh/patahnya beberapa box gilder dan kasus longsornya tanah yang merusak konstruksi underpass di Bandara Soeta, publik sampai hari ini belum mengetahui apa tindak lanjut dari pihak Kepolisian dan Kementerian/Lembaga terkait.
Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah
Pembangunan Proyek LRT (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pembangunan Proyek LRT (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Pertama, Pemerintah dan aparat penegak hukum harus segera memanggil dan memeriksa semua konsultan pengawas proyek infrastruktur yang bermasalah. Konsultan pengawas harus pihak yang paling bertanggungjawab terkait dengan keselamatan konstruksi karena mereka dibayar untuk mengawasi mutu hasil kerja kontraktor. Mereka dibayar oleh proyek dengan uang APBN, jadi mereka harus bertanggungjawab.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya tentu pemilik proyek juga harus diperiksa, apakah ada tindakan yang merugikan negara alias korupsi dalam pelaksanaan proyek-proyek tersebut.
Kedua, Kementerian Pendidikan harus me-review materi kuliah dan kualitas tenaga pengajar teknik konstruksi di semua perguruan tinggi yang mengelola jurusan Teknik Sipil.
Di sisi lain muncul pertanyaan publik, mengapa ketika kontraktor utama dan Konsultan Pengawasnya asing, kualitas konstruksinya bisa lebih baik daripada ketika proyek tersebut dikola oleh kontraktor lokal/BUMN? Coba bandingkan antara kualitas pembangunan infrastruktur MRT dengan kualitas pembangunan infrastruktur LRT Jabodebek dan Palembang. Nyata benar bedanya.
Ketiga, Indonesia sedang mengejar ketertinggalan di sektor infrastruktur maka percepatan pembangunan infrastruktur akan sangat rawan mengalami kegagalan karena buruknya kualitas konstruksi kita.
ADVERTISEMENT
Untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan setingkat Peraturan Pemerintah (PP), sehingga tidak hanya mengatur secara sektoral seperti KM PUPR No. 66 Tahun 2018, tetapi juga dapat menaungi berbagai pembangunan proyek infrastruktur yang dibangun oleh swasta, dan Pemerintah melalui Kementerian/Lembaga yang terkait.
Terakhir, pekerja konstruksi Indonesia sangat memerlukan pemimpin dan pengawas proyek yang teliti dan tegas. Pekerja konstruksi Indonesia akan menghasilkan pekerjaan yang “ciamik” ketika diawasi dan di supervisi oleh pimpinan proyek yang warga negara asing dengan standar kualitas dan ketelitian yang tinggi, contoh di proyek MRT atau proyek Jalan tol Jagorawi puluhan tahun lalu. Nyata benar beda kualitasnya.
Untuk itu, kontraktor dan pengawas proyek harus punya standard an etos kerja yang sama tinggiunya dengan asing.
ADVERTISEMENT
Salam.
AGUS PAMBAGIO, Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen