Konten dari Pengguna

Meikarta VS Transit Oriented Development (TOD)

Agus Pambagio
Pemerhati kebijakan publik dan lingkungan.
17 Agustus 2017 10:23 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Pambagio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Apartemen Meikarta. (Foto: Dok. meikarta-lippocikarang.com)
zoom-in-whitePerbesar
Apartemen Meikarta. (Foto: Dok. meikarta-lippocikarang.com)
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan ini kemanapun kita pergi atau media apapun yang kita baca atau tonton, pasti akan menemukan iklan heboh pembangunan kota baru Meikarta atau tepatnya bernama Meikarta Lippo Cikarang (MLC). MLC merupakan pengembangan kota baru mandiri seluas 500 Ha yang berada di sekitar Kabupaten Bekasi dengan Kabupaten Kerawang, yang dahulu terkenal sebagai lumbung padi Jawa Barat. Lokasi ini berada sekitar 34 km arah Timur Jakarta yang dapat ditempuh melalui jalan tol Cikampek dan keluar pintu tol Cibatu.
ADVERTISEMENT
Namun kehebohan pembangunan MLC meredup ketika Gubernur Jawa Barat, Achmad Heriawan dan Yayasan Lembaga Konsumen menyatakan bahwa MLC belum mempunyai izin dan dapat merugikan konsumen. Biasanya masyarakat tidak peduli, apakah secara legal MLC bermasalah atau tidak, yang penting pesan (booking) dulu. Kali ini jualan MLC di akhir pekan lalu kurang berhasil untuk membuat masyarakat berbondong bondong membayar booking fee.
Selain itu pemasaran besar-besaran melalui iklan berwarna 1 halaman penuh di hampir semua media mainstrteam juga kurang sukses. Begitu pula program pemasaran langsung dengan cara meletakan konter (booth) di Kementerian/Lembaga, gagal dan bermasalah seperti yang terjadi di Kementerian ESDM.
Disisi lain pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) masih bermasalah yang tak kunjung selesai. Namun oleh pengembang MLC, pembangunan KCJB ini selalu dikaitkan dalam promosi penjualan MLC sebagai sebuah keuntungan berinvestasi jika konsumen membeli properti di MLC . Semua iklan MLC di media selalu menyebutkan bahwa sebagai kota mandiri MLC didukung oleh berbagai infrastruktur super dasyat yang saat ini sedang dibangun oleh Pemerintah, seperti Kereta Api Cepat Jakarta Bandung (KCJB), bahkan LRT Jabodebek dan akses jalan tol Cikampek. Pertanyaannya, selain bertujuan untuk mendapatkan untung besar sejauh mana pengembang MLC ikut berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur Pemerintah melalui Transit Oriented Development (TOD) ? Apa itu TOD ?
ADVERTISEMENT
TOD merupakan salah satu pendekatan pembangunan infrastruktur, termasuk pengembangan kota, yang mengadopsi tata ruang campuran untuk memaksimalkan penggunaan angkutan masal oleh publik, seperti angkutan umum berbasis rel. Pendekatan TOD dimaksudkan untuk menambah jumlah pengguna angkutan umum sebagai akibat dari berkurangnya penggunaan angkutan pribadi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan operator dan akan mengurangi subsidi pemerintah. TOD bukan sumber pendapatan daerah (PAD) dan bukan sumber pendapatan tambahan pengembang.
Dana untuk TOD di dapat dari pengembang yang menjual kaveling atau bangunannya lebih mahal dibanding dengan daerah lain yang tidak mempunyai infrastruktur publik sektor transportasi. Penerimaan yang berlebih itu bukan untuk dinikmati oleh pengembang saja tetapi harus digunakan untuk membangun fasilitas penunjang infrastruktur yang sedang dan sudah dibangun pemerintah. MLC, misalnya bisa membangun stasiun dan fasilitasnya, termasuk park and ride, atau bahkan ruas rel yang berada di wilayah properti MLC untuk mengurangi biaya investasi operator/Pemerintah.
ADVERTISEMENT
Ketika infrastruktur sudah jadi, operator angkutan umum, misalnya KCJB atau LRT, ketika melalui seksi rel yang dibangun MCL harus bayar sewa (Track Access Charge-TAC) kepada MLC sesuai kesepakatan busines to business atau gratis sebagai sumbangan pengembang (CSR) kepada pembangunan infrastruktur transportasi. Kalau gratis pun, pengembang tidak akan rugi karena semua biaya untuk membangun fasilitas tersebut sudah dibebankan kepada konsumen ketika membeli properti tersebut. TOD bersama pendapatan dari iklan operator KCJB dapat dimasukkan ke dalam pendapatan lain selain hasil penjualan tiket atau non fare box dan subsidi Pemerintah (Daerah).
Bentuk lain dari TOD bisa didapat melalui penyewaan atau pemanfaatan lahan atau bangunan komersial di sekitar atau di sepanjang rel yang dibangun atau milik operator transportasi . Hasil penyewaan tersebut bisa menjadi non fare box bagi operator transportasi untuk menekan biaya tiket dan atau mengurangi subsidi negara.
ADVERTISEMENT
Di beberapa negara, seperti Jepang, pengembang perumahan yang dilewati oleh jalur utama angkutan umum harus berpartisipasi dalam pembangunan fasilitas publik. Pengembang diperkenankan untuk menjual propertinya lebih mahal dibandingkan dengan pengembang lain yang lokasinya tidak dilalui oleh infrastruktur angkutan umum. Pengembang harus membangun berbagai fasilitas untuk menunjang infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah dengan menggunakan dana keuntungan penjualan properti yang mahal.
Semua investasi MLC di jalur KCJB bisa dibebankan kepada pembeli properti Meikarta. Jika ini dapat terlaksana, maka beban pemerintah (melalui investsi 4 BUMN) dalam pembangunan infrastruktur berkurang. Akhirnya kehadiran TOD dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan jumlah pengguna angkutan umum yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan operator dan akan mengurangi subsidi pemerintah, bukan sebagai sumber pendapatan daerah (PAD) seperti yang selalu dibahas di berbagai rapat dengan Pemerintah Daerah.
ADVERTISEMENT
Oleh Agus Pambagio (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen)