Menyoal Holding BUMN Migas

Agus Pambagio
Pemerhati kebijakan publik dan lingkungan.
Konten dari Pengguna
15 Januari 2018 11:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Pambagio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gedung Kementerian BUMN (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Kementerian BUMN (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu isu yang (kembali) menonjol sepanjang tahun 2017 terkait pengelolaan badan usaha milik negara (BUMN) adalah kebijakan pembentukan induk usaha (holding company) BUMN. Dengan konsep yang sebenarnya sudah digagas sejak akhir 1990-an ini, sejumlah BUMN yang memiliki lini bisnis yang berdekatan kemudian disatukan demi mendapatkan BUMN yang kian kuat, lincah, dan memiliki kemampuan yang lebih besar. Salah satu kebijakan yang menyita perhatian publik pada tahun 2017 adalah pembentukan holding BUMN pertambangan, dimana Kementerian BUMN menunjuk PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebagai induk usaha yang membawahkan antara lain PT Timah Tbk, PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, dan PT Bukit Asam Tbk.
ADVERTISEMENT
Rasionalitas pembentukan induk usaha tambang tersebut sudah dikemukakan kepada publik. Misalnya skala usaha BUMN yang meningkat pasca perampingan tersebut sehingga daya saingnya akan lebih tinggi. Investor juga akan lebih tertarik dengan keragaman portofolio komoditas tambang di bawah PT Inalum. Juga soal sinergi antar-anak perusahan yang diharapkan bisa menjadikan BUMN yang lebih efisien dalam soal biaya dan kian meningkat pendapatannya. Apa benar demikian? Apakah di era milenial ini ukuran besaran korporasi baik secara aset maupun non aset masih bisa bersaing dengan korporasi kecil yang operasionalnya memanfaatkan secara optimal teknologi informasi? Apakah untuk divestasi saham Freeport Indonesia (FI) harus membentuk holding?
Selain itu secara legal, pembentukan holding yang bergerak di pemanfaatan sumber daya alam seperti migas, masih harus dikaji ulang. Apalagi ada studi yang dibuat oleh Pusat Studi Energi (PSE) UGM dengan dasar kajian beberapa Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), antara lain Putusan No. 001-021-022/PUU-I/2003 (Pengujian terhadap UU No. 20/2002), Putusan No. 002/PUU-I/2003 (Pengujian terhadap UU No. 22/2001), Putusan No. 85/PUU-XIII/2015 (Pengujian terhadap UU No. 7/2004), Putusan No. 111/PUU-XIII/2015 (Pengujian terhadap UU No. 30/2009) dan Putusan No. 36/PUU-X/2012 (Pengujian terhadap UU No. 22/2001).
ADVERTISEMENT
Inisiatif perbaikan
Inisiatif pembentukan holding BUMN dimaksudkan untuk menjadikan badan usaha milik negara yang lebih fokus dan saling bersinergi untuk kepentingan nasional tentunya layak diapresiasi. Pembentukan holding BUMN dimaksudkan untuk upaya perbaikan pengelolaan badan usaha milik negara di semua sektor, lewat perampingan (streamlining) dan penghilangan duplikasi pengelolaan.
Pengalaman yang kerap disebut adalah holdingisasi oleh PT Semen Indonesia yang merupakan transformasi dari PT Semen Gresik (Persero) Tbk yang juga mencakup PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa. Dimulai dari kerjasama bidang pemasaran dan operasional sejak 1995, pada awalnya peningkatan kinerja PT Semen Indonesia memang lumayan signifikan sejak terjadinya strategic merger pada tahun 2012, sekalipun masih sekadar mengikuti tren umum penjualan semen di Indonesia. Namun saat ini PT Semen Indonesia (holding) sedang pusing karena ekspansi ke Vietnam melalui akuisisi Semen Thang long mulai bermasalah. Selain itu pembentukan holding BUMN Kehutanan, ketika penggabungan Perum Perhutani dengan PT Inhutani I-Inhutani V ternyata juga kurang menguntungkan bagi anak-anak perusahaan serta induknya (holding).
ADVERTISEMENT
Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa penataan dan perampingan BUMN tidaklah jaminan mutlak keberhasilan. Tentu tidak semua yang dirancang akan berujung kegagalan, lebih-lebih manakala cerita hebat tumbuh-besarnya Temasek di Singapura ataupun Khazanah di Malaysia selalu dicekokkan kepada khalayak. Pertanyaannya, apakah kedua model tersebut cocok buat Indonesia yang punya pasar dalam negeri sangat luas? Apalagi jika sistem daring digunakan secara optimal, tentunya kita tidak perlu punya holding yang super bongsor dan tidak efisien.
Semua kisah keberhasilan itu tidak bisa serta-merta diadopsi. Karakteristik komoditas yang dikelola oleh BUMN harus menjadi pertimbangan utama. Pembentukan holding BUMN tidak boleh semata-mata diilhami oleh mimpi konglomerasi, tetapi abai pada Konstitusi yang mengamanatkan BUMN pengelola sumberdaya alam harus berperan sebagai pelaksana hak penguasaan oleh negara itu. Beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi dasar studi PSE-UGM tentunya harus diperhatikan dengan seksama, supaya holdingisasi BUMN tidak inkonstitusional.
ADVERTISEMENT
Misalnya Putusan Nomor 002/PUU-I/2003 atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi antara lain menyatakan bahwa fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan, yang melaluinya negara, c.q. Pemerintah, mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sektor migas
Hal berikut yang potensial menjadi soal terjadi pada sektor minyak dan gas bumi karena pertimbangan keunikan tantangan dan strategi nasional yang sudah ditetapkan. Pada sektor minyak dan gas yang merupakan bagian dari sektor energi terdapat Strategi Bauran Energi (Energy Mix) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 yang harus menjadi pertimbangan kebijakan pembentukan holding BUMN sektor migas.
ADVERTISEMENT
Kementerian BUMN sudah mengapungkan konsep menggabungkan BUMN Gas Indonesia, yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) ke dalam BUMN migas, yakni PT Pertamina melalui mekanisme inbreng saham pemerintah di PGN ke Pertamina. Implikasinya PGN bakal berubah status menjadi bukan lagi BUMN. Pembentukan holding BUMN tersebut akan menghapuskan secara langsung PGN sebagai satu-satunya BUMN yang ada di sektor hilir gas bumi yang merupakan sektor penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Pemerintah semestinya menyadari bahwa minyak bumi dan gas bumi merupakan dua komoditas yang berbeda, karenanya memiliki karakteristik industri yang berbeda dan pengelolaan yang berbeda pula, misalkan dalam hal distribusi. Keduanya juga merupakan komoditas yang saling mensubstitusi yang penggabungan pengelolaannya justru akan menciptakan konflik pengelolaan.
ADVERTISEMENT
Pengelolaan sektor migas haruslah terfokus, yakni dengan pembentukan holding BUMN minyak yang terpisah dengan holding BUMN gas bumi. Pertamina bisa menjadi holding minyak Indonesia dengan tugas mengkonsolidasikan pengelolaan minyak dan produksi minyak dan gas bumi di hulu. Pertamina akan fokus dalam peningkatan cadangan dan produksi minyak dan gas bumi Indonesia; pembangunan cadangan strategis, penyangga dan operasional; peningkatan distribusi BBM ke seluruh Indonesia untuk menciptakan kebijakan satu harga yang efisien; pembangunan kilang untuk ketahanan energi nasional.
Di sisi lain, PGN bisa difungsikan menjadi holding gas bumi Indonesia, yang mengkonsolidasikan pengelolaan gas bumi hilir Indonesia. PGN akan fokus dalam percepatan pembangunan infrastruktur dan penyediaan gas bumi untuk seluruh segmen pengguna di Indonesia, pembangunan jaringan pipa gas untuk rumah tangga, pembangunan SPBG untuk konversi BBM ke BBG sektor transportasi, penyediaan gas untuk mendukung daya saing industri nasional, pembangunan fasilitas penyimpanan gas untuk ketahanan energi nasional. Sehingga kelangkaan gas, seperti di Sumatera Utara, tiudak akan terjadi lagi.
ADVERTISEMENT
Skema penataan dengan Pertamina sebagai national oil company dan PGN sebagai national gas company adalah upaya terbaik untuk mencapai target bauran energi nasional 2025. Dalam target pencapaian ketahanan energi nasional tersebut, Inalum sebagai holding BUMN tambang, Pertamina sebagai holding BUMN minyak, maupun PGN sebagai holding BUMN gas akan menjadi pihak yang bertanggung jawab yang fokus pada upaya pencapaian target tersebut. Sinergi juga akan terbentuk di mana Pertamina dan PGN bersinergi mendukung kelistrikan nasional dalam penyediaan energi primer minyak dan gas. PGN akan berfungsi sebagai pembeli gas produksi Petamina yang handal sehingga akan menjamin keekonomian produksi gas. Sebaliknya, PGN sebagai penyedia gas dan infrastruktur gas untuk PLN sehingga tidak terjadi duplikasi investasi.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, perlu ditegaskan kembali bahwa sektor minyak dan gas adalah cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Untuk itu, BUMN harus hadir dan melakukan pengelolaan secara eksplisit. Jangan sampai inisiatif itu mentok hanya karena adanya kepentingan sempit demi memenangkan ataupun mengalahkan pihak tertentu. Selain itu holdingisasi BUMN harus sesuai dengan konstitusi.
Agus Pambagio Pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen