Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Permainan Kucing Kota
11 Januari 2025 13:57 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Agus Rifani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dini hari bahkan dekat pagi, baru aku bisa sampai di rumah. Tugas shift sebagai penjaga tadi malam biasa saja, tidak ada kejadian menarik. Kantor yang kujaga diam bergeming, bahkan angin pun memilih diam. Justru rumah ini yang tak biasa. Meski aku tinggal sendiri, penghuninya cukup ramai, macam penduduk kota kecil yang berhimpit-himpitan namun saling malu untuk menyapa. Tak pernah lagi kulihat cecak ber ck ck pada tikus. Begitu juga tikus, tak pernah lagi kudengar ber cit cit kepada kucing. Pun ular yang tadinya ada, kini sembunyi. Kalau si ular ini, mungkin saja dia sedang merantau. Namun tikus dan cecak tak mungkin pergi. Mereka seperti hidup sendiri-sendiri, berangkat sore, pulang pagi kemudian hilang dalam sarangnya masing-masing. Aku menjadi teringat dengan kehidupan di kampungku. Tikus, cecak dan kucing tampak berbeda sekali, mereka saling bermain.
ADVERTISEMENT
Kuingat suatu saat di kampungku, tikus tampak semangat sekali saat bertemu cecak, dia mencericit nyaring dan mengajak cecak menuju simpanan gabah kami. Kucing juga begitu, saat melihat tikus temannya itu, ia mengendap-ngendap pelan tanpa suara, berusaha mengagetkan tikus gemuk yang sedang berbaring kekenyangan. Suasana hewan di kampung memang guyub, beda dengan hewan perkotaan.
Begitu juga dengan urusan kotoran, antara cecak di kampung dan cecak di kota sungguh berbeda. Tak pernah kulihat kotoran hewan dalam rumah kecilku di kampung. Entah bagaimana, mereka selalu buang hajat di tempatnya masing-masing, yang hingga kini masih misteri bagiku dimana tempat itu. Namun pada rumahku di kota, semua buang kotoran sekehendaknya. Kotoran menjadi masalah. Di kota perlu ada petugas pembersih, sementara di kampung, hewan-hewan itu tak perlu pembersih.
ADVERTISEMENT
Suatu hari kulihat seekor cecak buang hajat seenaknya. Aku pun bergegas mengambil tisu dan membuang bekasnya ke depan teras rumah. Saat itulah kuintip tirai dan seekor kucing garang putih hitam sedang berbaring. Matanya sedikit terpejam menikmati keheningan pagi. Ia tampak lelah, aku berusaha menyapanya. Namun bunyi putaran kunci justru mengagetkannya, ia segera bangkit bergegas menuju pagar. Setengah jalan sudah, kuputuskan tidak membuka pintu. Kusapa saja dia dengan bahasa kucing yang kupahami. Ia menyahut malas, sambil memberitahuku bahwa ia merindukan kekasih. Aku ingat, perkawinan malam tadi yang cukup heboh itu meninggalkan pejantan yang kelelahan, sementara betina mungkin pergi mengikuti nafsunya pada pejantan lain. Kucing itu tetap malas berbicara panjang lebar denganku. Rupanya urusan selangkang dia lebih penting daripada bertegur sapa denganku. Padahal sudah kupikirkan jamuan yang bisa kuhidangkan bila ia sudi masuk rumahku ini.
ADVERTISEMENT
Sama saja seperti orang-orang di kota besar ini, urusan selangkangan lebih penting. Buktinya, tak pernah kulihat para lelaki malam yang booking hotel sejam dua jam itu beramah tamah denganku sebagai penjaga malam di basemen hotel itu. Mereka keluar dari mobil, bergegas diikuti perempuan cantik, masuk ke hotel, dua jam kemudian keluar dan pergi. Berulangkali kulemparkan sapaan ramah sekedar bertanya bagaimana kabar mereka, sehat atau tidak, pekerjaan bagaimana, apakah anak istri sehat dan gembira, mereka melengos pergi dengan muka masam tanpa bicara sepatah pun. Kucing yang berbaring lelah di depan teras tadi tampak lebih baik, setidaknya dia membalas pertanyaanku dan jujur mengenai maksudnya. Kucing itu tidak malu disapa seorang penjaga malam ini.
ADVERTISEMENT
Beda dengan kehidupan malam di kota tadi, guyub, saling menyapa bahkan bermain bersama selalu menjadi keseharian hewan di kampung. Kalian tahu, suatu malam di rumahku di kampung, seekor cecak dipermainkan oleh kucing. Macam anak muda kota besar yang membully anak lain. Kucing itu melempar-lempar cecak dengan kait kukunya yang tajam. Namun sang cecak tidak tampak lelah. Ia juga senang bermain. Sampai akhirnya ia mengeluarkan trik sulap terbesarnya, melepaskan ekor. Sang kucing terheran-heran, dipandangnya berulang kali dua makhluk di depannya itu. Tadinya satu, kini dua. Ekor yang menggeliat-geliat dan badan serta kepala cecak yang berlari kencang dibawa kabur oleh empat kaki. Ia kebingungan mengejar yang mana, meski sudah menonton pertunjukan sulap itu berulang kali, namun tetap saja ia terpesona dengan keahlian temannya itu.
Beda hal dengan rumahku di kota. Cecak yang seenaknya buang hajat tadi tak pernah dipedulikan oleh kucing. Cecak menggeliat menggoyang ekor naik ke atas plafon rumah, sementara kucing garang tadi diam saja menempelkan perutnya di atas ubin lantai dingin sambil memandang tanpa nafsu. Aku tahu dia hanya semangat bergerak bila mendengarku membuka bungkus snack gurih. Mereka terlalu banyak memakan camilan, sebab itu tak heran jika pada urusan selangkang, pejantan tadi mudah lelah, ia terlalu banyak makan camilan! Saat kuceritakan hal ihwal kucing yang terlalu banyak makan camilan pada teman jaga malamku, ia tertawa tak percaya. Kubilang padanya, tunggu saja, dini hari ini, sebelum pagi menjelang, akan kulakukan eksperimen. Janjiku pula akan segera kukirim buktinya pada dia, lengkap dengan koordinat, gugus tugas dan nama perekam layaknya laporan profesional para penjaga malam.
Nah, takdir berkata cepat. Dini hari dekat pagi ini, saat tiba di rumah, kucing garang putih hitam itu tertidur pulas di atas lemari. Eksperimen membangunkan kucing yang sedang tertidur pulas pun ku mulai. Eksperimen itu melibatkan dua perlakuan. Pertama, apakah suara cecak membangunkannya. Kedua, ataukah suara gemerisik plastik yang membangunkannya. Kalian sudah bisa menebak jawabannya, suara cecak justru seperti nyanyian nina bobo, ia semakin jatuh jauh ke dalam mimpi-mimpinya mengejar betina kota. Sedang suara gemeresik plastik langsung membuatnya terjaga. Telinganya berdiri dan matanya menyipit membuka. Bayangan aroma camilan membangunkannya!
ADVERTISEMENT